Seni Tari Daerah di Banyuwangi Mampu Saingi Konser Dangdut
Tribun Gelanggang Seni dan Budaya Blambangan di Banyuwangi, tak mampu menampung penonton hingga harus ...
Penulis: Haorrahman | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, BANYUWANGI - Tribun Gelanggang Seni dan Budaya (Gesibu) Blambangan, Banyuwangi, tak mampu menampung penonton, Sabtu (31/3/2018) malam.
Mereka bukan menyaksikan konser dangdut atau musik pop. Tapi mereka menyaksikan seni tari daerah.
Gesibu Blambangan memiliki kapasitas seribu penonton. Sejak pukul 18.00, penonton sudah memadati Gesibu. Tempat duduk di Gesibu telah penuh sesak, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Padahal acara baru dimulai pukul 20.00.
Ribuan penonton akhirnya berdiri di sekitar panggung. Petugas keamanan sempat kesulitan untuk mengatur penonton, karena banyak yang berdiri di sekitar pintu masuk.
Bahkan rombongan Wakil Bupati Banyuwangi, Yusuf Widiyatmoko, sempat tersendat saat hendak masuk Gesibu. Rombongan penari yang terlambat, harus melewati celah-celah penonton untuk masuk dengan hati-hati.
Sungguh pemandangan yang mengembirakan, di saat pagelaran seni daerah sulit mendapat tempat, terutama di hati anak muda. Tapi malam itu, banyak anak-anak muda “zaman now” yang rela berdesak-desakan untuk menyaksikan seni daerah.
Tidak ada goyangan erotis, atau mengandalkan artis untuk menarik massa layaknya konser dangdut. Festival Karya Tari Daerah, malam itu, murni menitik beratkan pada kreasi tari lokal asli kekayaan desa-desa Banyuwangi.
Puluhan tari daerah kreasi yang berakar dari tradisi lokal masyarakat Banyuwangi, diperagakan dalam festival itu.
"Ini melegakan karena di tengah berbagai upaya yang kami lakukan untuk memajukan daerah, seni dan budaya terus terjaga. Pelaku seni terus berkarya sebagai bagian dari memajukan daerah dengan cara yang beradab" ujar Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.
Sebanyak 20 tarian disajikan di atas pentas. Koreografi tarian diiringi alat musik tradisi, seperti gendang, saron, peking, kethuk, gong, dan alat musik lainnya. Tidak ada gitar atau bass listrik, dan drum.
Penari dibalut kostum yang atraktif, dan mengambarkan identitas lokal daerah. Tapi penonton dibuat rela menunggu hingga acara usai pada 01.00.
Festival Karya Tari Daerah ini mengangakat tema “Adat”. Tarian diciptakan wajib mengangkat tradisi dan budaya lokal masyarakat Banyuwangi.
Seperti tarian berjudul “Niskala Seblang”, yang dibawakan oleh Sanggar Umah Seni Kuwung Wetan, asal Desa Mojoagung, Kecamatan Srono. Tarian ini terinspirasi dari tradisi suku Using Seblang Olehsari. Penarinya divisualkan seperti ritual Seblang, kerasukan menari dengan gerakan statis menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.
Ada juga “Nyadran Segoro” yang mengangkat budaya pesisir Petik Laut, Muncar. Para penari asal Desa Siliragung, Kecamatan Siliragung, mengenakan kostum berwarna putih dan biru, yang menggambarkan nuansa pesisir.
Sederet tarian lainnya dengan tema adat beragam, juga tampil dengan atraktif dan mempesona. Mulai tarian yang terinspirasi tradisi Tumpeng Sewu, Kebo keboan, Jamas Pusoko, Sejarah Kemiren, hingga tradisi penyedotan pohon nira khas warga Banjar, juga diangkat menjadi tema tarian yang menarik.