Pilgub Jatim 2018
Hardiknas, 21 Persen Penduduk Jatim Tak Lulus SD
Calon Gubernur Jawa Timur nomor urut 1 Khofifah Indar Parawansa mengajak seluruh elemen di Jawa Timur
Penulis: Fatimatuz Zahroh | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SAMPANG - Calon Gubernur Jawa Timur nomor urut 1 Khofifah Indar Parawansa mengajak seluruh elemen di Jawa Timur untuk refleksi di momen peringatan hari pendidikan nasional (Hardiknas) yang dilakukan hari ini, Rabu (2/5/2018).
Mantan Menteri Sosial ini mengatakan angka partisipasi sekolah (APS) di Jawa Timur masih rendah, yaitu hanya 7,23 persen.
"Kondisi saat ini APS Jawa Timur baru 7,23 persen. Banyak anak kelas 2 SMP yang drop out," kata Khofifah yang diwawancara usai blusukan di Pasar Srimangunan, Kabupaten Sampang.
Menurut cagub yang berpasangan dengan Emil Elestianto Dardak, hal tersebut menjadi masalah yang tidak bisa disepelekan.
Tidak hanya itu, Khofifah juga menyebutkan bahwa dari data kesejahteraan rakyat di laporan BPS Jawa Timur tahun 2018, ternyata penduduk Jawa Timur yang berusia 15 tahun tidak lulus SD ada sebanyak 21 persen.
Baca: Sulap Lahan Tebu Jadi Wisata Petik Jeruk Segar di Mojokerto
"Sedangkan yang lulus sampai SD saja ada 30 persen. Yang tidak lulus SD ada 21 persen. Artinya saat ini kita punya 51 persen tenaga kerja yang unskilled atau tidak cakap," kata Khofifah.
Oleh sebab itu, dengan data seperti itu maka sebanyk 51 persen warga Jatim yang tak berkeahlian antaran tidak lulus SD sebnyak 21 persen dan hanya lulus SD sebanyak 30 persen, maka butuh special treatmen.
Perlakuan khusus yang dimaksud Khofifah adalah dengan penyaluran program kejar paket yang intensif untuk warga Jatim yang belum lulus SD, SD dan SMP, sampai SMA.
"Kejar paket ini harus sampai menyisir, kadang yang bnyak kasusnya adalah penduduk yang sudah kerja, malas untuk melanjutkan program kejar paket," kata Khofifah.
Tidak hanya itu kasus yang terjadi juga adalah masyarakat Jatim tidak tahu bagaimana cara mendapatkan program kejar paket. Sehingga menurut mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan ini, butuh ada penyisiran bahkan samai tingkat RT dan RW.
Ia mencontohkan seperti kasus Khofifah Indar Parawansa gadis usia 18 tahun asal Pasuruan yang bahkan tak lulus SD. Ia tak taju tentang kejar paket. Sehingga harus disisir oleh RT RW setempat.
"Baru setelah lulus program pendidikan 12 tahun, SDM nya juga harus diberi bekal vocational training untuk bekal lifeskill. Khususnya yang usianya sudah lebih dari 18 tahun," kata Khofifah.
Dengan vocational training, unskilled labor atau tenaga kerja tak berkeahlian bisa memiliki keahlian. Sehingga dari segi kesejahteraan bisa terangkat dan tidak terjun ke pekerjaan informal.
Baca: Anang Hermansyah: 92 Persen Pekerja Ekonomi Kreatif Tidak Berasal dari Tenaga Kerja Profesional