Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Anggota DPR RI ini Nilai Permen-KP No 56 Tahun 2016 Rugikan Nelayan, Ingin Menteri Susi Mengubahnya

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-KP) Nomor 56 Tahun 2016 memiliki dampak paling buruk bagi nelayan.

Editor: Edwin Fajerial
TRIBUNJATIM.COM/SOFYAN ARIF CANDRA SAKTI
Politisi Partai Gerindra, Bambang Haryo 

TRIBUNJATIM.COM, LOMBOK - Anggota DPR RI Komisi V dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono mengatakan jika Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-KP) Nomor 56 Tahun 2016 memiliki dampak paling buruk bagi nelayan.

"Mereka tidak bisa leluasa mengekspor lobster ke luar negeri," kata Bambang Haryo Soekrtono dalam rilis yang diterima TribunJatim/com, pada Rabu (22/8/2018). 

Seperti nelayan Lombok yang juga terkena imbas dari kebijakan yang dibuat Menteri Susi Pudjiastuti tersebut.

Berlakunya Permen-KP tersebut menjadi mimpi buruk bagi mereka dan berpengaruh pada perekonomian nelayan.

Tak hanya itu, adanya peraturan itu, membuat nelayan terancam pidana apabila ketahuan menangkap benih lobster dan menjualnya.

Hukuman pidana ini sesuai dengan Pasal 2 Permen-KP tersebut yang mengatakan, penangkapan/pengeluaran lobster tidak dalam kondisi bertelur dan ukuran panjang karapas di atas 8 cm atau berat di atas 200 gram per/ekor.

“Satu potensi devisa yang seharusnya bisa diterima oleh negara dan juga daerah serta dapat dinikmati oleh masyarakat, kalau di seluruh Lombok Rp 685 miliar setahun. Ini hilang karena dengan adanya kebijakan, seharusnya sampai ukuran 200 gram bisa ditangkap,” ujar Bambang Haryo di Pelabuhan Perikanan Teluk Awang, Kabupaten Lombok Tengah.

Dia menegaskan, kebijakan Menteri Susi tanpa melakukan penelitian di wilayah tersebut.

Jika tak ditangkap nelayan, benih lobster tersebut justru akan menjadi santapan ikan maupun predator laut lainnya.

Ini terbukti dengan tidak pernah ditemukan lobster berukuran besar di wilayah tersebut, meskipun nelayan tidak lagi menangkap benih lobster.

“Ternyata penangkapan benih lobster itu sebesar ukuran korek api, terus dibudidayakan seukuran 200 gram. Kalau tidak dibudidayakan akan mati dimakan ikan," ujar Anggota Badan Anggaran DPR RI ini.

Karena itulah, dia meminta Permen-KP 56 dicabut agar dikembalikan ke Permen sebelumnya di mana 200 gram ke bawah boleh ditangkap.

“Mungkin bisa dibuat rekayasa industri di mana dari 200 gram untuk menjadi 5 kg, karena lobster bisa seberat itu. Tentu bisa dilakukan satu kajian secara ilmiah melalui KKP bersama Lipi untuk dibudidayakan tanpa kita harus eksport. Tapi kalau misalnya masyarakat Indonesia tidak bisa budidayakan tentu kita bisa melakukan eksport dengan ukuran 200 gram," kata dia.

Jika nelayan tidak menangkap benih lobster tersebut, maka tingkat hidup lobster tersebut 0,1 persen akibat menjadi mangsa ikan.

“Lobster itu kalau tidak dibudidayakan tingkat kehidupannya hanya 0,1 persen,” terangnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved