5 Tradisi Menyambut Bulan Suro di Pulau Jawa, Ada Kirab Pusaka hingga Tirakat Mubeng Benteng
Biasanya, masyarakat Jawa menyambut bulan Suro dengan perayaan yang disertai prosesi adat karena dianggap sakral.
TRIBUNJATIM.COM - Umat Islam merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 hijriah, Selasa (10/9/2018) besok.
Peringatan tahun baru hijriah bagi masyarakat Jawa identik dengan peringatan malam 1 Suro.
Biasanya, masyarakat Jawa menyambut bulan Suro dengan perayaan yang disertai prosesi adat karena dianggap sakral.
Hal ini terjadi karena penanggalan Jawa dan kalender Hijriah memiliki kedekatan sejak Sultan Agung (Raja Mataram Islam) mengubah sistem kalender Jawa.
• 3 Amalan yang Bisa Dilakukan Jelang Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 H, di Antaranya Baca Ayat Kursi
Otomatis setiap pergantian tahun baru hijriah, dibarengi dengan Tahun Baru Jawa yang diawali bulan Suro.
Sampai saat ini, beberapa tradisi dilakukan untuk memperingati pergantian tahun itu.
Berikut beberapa tradisi menyambut Bulan Suro di berbagai daerah Indonesia, yang dihimpun dari pemberitaan Kompas.com (TribunJatim.com Network) :
1. Tradisi Kirab Kebo Bule dan pusaka

Kirab Kebo Bule (Kiai Slamet) dilakukan oleh pihak Kasunanan Surakarta. Selain Kiai Slamet, pihak kasunanan juga membawa sejumlah pusaka yang dibawa dalam kirab.
Banyak kisah sekitar kebo bule Kiai Slamet tersebut. Salah satu kisah yang dianggap fenomenal adalah sebagian masyarakat Jawa percaya hewan tersebut membawa berkah dan keselamatan dari Sang Kuasa.
Saat memperingati datangnya 1 Suro, warga selalu mencoba menyentuh hingga mengambil air jamasan.
Bahkan, ada yang percaya kotoran sang kebo juga memiliki khasiat.
Kebo bule Kiai Slamet mempunyai sejarah panjang.
Nama Kiai Slamet tersebut sebetulnya adalah salah satu pusaka berupa tombak milik keraton.
Pada zaman Pakubuwono X, sekitar 1893-1939, kesunanan melakukan tradisi membawa pusaka Kiai Slamet keliling tembok Baluwarti pada Selasa dan Jumat Kliwon.