SK Menteri ESDM Terkait Eksplorasi Tambang Emas Silo Turun, Front Nahdliyin Beraksi Tegas Menolaknya
Front Nahdliyin KSDA bereaksi keras dan tegas menolak turunnya SK Menteri ESDM terkait Eksplorasi Tambang Emas Silo di Jember.
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, JEMBER - Surat Keputusan Menteri ESDM perihal Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Periode 2018 yang melampirkan wilayah eksplorasi Blok Silo Kabupaten Jember mendapatkan reaksi keras dan penolakan dari Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) Jember.
"Sekali lagi kami menolak segala bentuk pengelolaan industri ekstraktif yang mengancam fungsi ekologis dan keberlangsungan masyarakat tani Jember. Kali ini menolak tegas perizinan eksplorasi penambangan emas di Blok Silo," tegas Adil Satria Putra, wakil dari FNKSDA Jember, Selasa (18/9/2018).
Menurut Adil, banyak elemen termasuk masyarakat Silo menolak penambangan emas itu sejak tahun 2016, saat masih proses studi kelayakan proyek (Feasibility studi) pada awal tahun 2016 lalu.
"Setelah mendapat penolakan, kini pemerintah pusat melalui kementerian ESDM di bawah komando Ignasius Jonan kembali melakukan manuver untuk dapat menggolkan izin usaha tambang mineral emas yang terletak di Desa Pace Kecamatan Silo," imbuhnya.
Adil kembali mengingatkan, mengacu pada Peruntukan Kawasan Wilayah yang termaktub dalam RTRW Nasional, Jember merupakan kawasan pemberdayaan perkebunan, industri, perikanan laut, pertanian dan pariwisata, dan bukan pertambangan.
Kondisi krusial karena titik Blok Silo yang dilampirkan dalam peta kementrian ESDM merupakan kawasan konservasi dan hutan lindung, apabila nanti pemerintah memaksa melakukan operasi pertambangan di titik tersebut.
"Maka yang pertama kali akan terkena dampak ialah petani Silo, karena daerah resapan air dan tadah air-nya (yang selama ini menjadi produsen kebutuhan air untuk mengairi persawahan petani) dihancurkan oleh alat-alat berat perusahaan tambang tersebut," tegas Adil.
Sementara itu, dari catatan Surya (Tribunjatim.com Network), isu tentang penambangan di Desa Pace Kecamatan Silo, Jember, bukanlah barang baru. Sejak tahun 2009, telah ada penolakan tambang Silo dari masyarakat.
Ketika itu penolakan untuk tambang Mangaan. Penolakan tambang itu karena ada SK dari Disperindag Jember untuk eksploitasi mineral jenis Mangaan di Silo
Lalu di kurun waktu 2011 - 2012, jajaran Polsek Sempolan (Kecamatan Silo) dan Perhutani Jember beberapa kali menangkap para penambang ilegal. Mereka ketahuan mengangkut bahan mineral jenis Mangaan.
Mineral ini merupakan lapisan di atas mineral emas. Dalam kurun waktu itu pula, ada penambangan liar di kawasan tersebut.
Lalu di tahun 2015, muncul kembali wacana penambangan di Silo. Kali ini penambangan emas.
Bahkan tahun 2016, DPRD Provinsi Jawa Timur membentuk Panitia Khusus Tambang terkait penambangan emas di Kecamatan Silo. Ketua Pansus Tambang saat itu Hadinudin mengatakan PT Aneka Tambang (Antam) telah menyelesaikan proses perizinan di tingkat pemerintah pusat dan provinsi, termasuk melakukan studi kelayakan.
Pansus itu bekerja sekitar bulan Mei 2016. Dalam wawancara kepada awak media di Jember ketika itu, Hadinudin menyebut tambang emas di Silo tidak sedalam tambang emas di Tumpang Pitu, Banyuwangi.
Setelah Pansus Tambang turun ke Jember, di bulan Agustus 2016, sejumlah elemen mahasiswa dan masyarakat kembali berdemonstrasi menolak rencana tambang emas itu.