Ziarah ke Makam Gus Dur Bersama-sama, Jaringan Lintas Agama dan Etnis Jatim Gantian Bacakan Doa
Puluhan orang dari berbagai organisasi lintas agama dan etnis Jawa Timur berkumpul di makam mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Penulis: Sutono | Editor: Anugrah Fitra Nurani
TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Puluhan orang dari berbagai organisasi lintas agama dan etnis Jawa Timur berkumpul di makam mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), areal Ponpes Tebuireng, Jombang, Minggu (23/12/2018).
Jaringan lintas agama dan etnis tersebut mengadakan peringatan sembilan tahun meninggalnya presiden keempat Indonesia tersebut dengan cara mereka sendiri.
Mereka berdoa menurut keyakinan dan keimanan masing-masing. Dimulai dengan cara Kongucu dilanjutkan Islam serta Katolik dan Kristen.
Setelah itu mereka juga menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
(Hadiri Pengajian di Surabaya, Hayono Isman Ajak Masyarakat Jaga Kebersamaan dan Silaturahmi)
Mereka adalah para aktivis yang sangat menghormati Gus Dur. Untuk itu, mereka bersama-sama mencoba mengambil semangat yang diwariskan Gus Dur.
"Gus Dur adalah simbol gerakan perlawanan terhadap ketidakadilan bagi kelompok minoritas," ujar Gatot Santoso, ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Jawa Timur dalam sambutannya.
Menurutnya, Gus Dur melakukan itu atas dasar kemanusiaan. Siapapun yang tertindas, tanpa mempedulikan latar belakang identitasnya, akan dibela oleh Gus Dur.
Gatot menyebut, agama Gus Dur adalah kemanusiaan.
Hal senada disampaikan Karno H Limanjoyo, dari Perkumpulan Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Jawa Timur.
Baginya Gus Dur meletakkan pondasi yang sangat penting terkait penghormatan pada perbedaan.
Indonesia, menurutnya, tengah diuji integritasnya sebagai bangsa yang majemuk.
"Isu agama dan etnis terus dikobarkan untuk memecah belah persatuan NKRI," tegasnya.
(Hadiri Pengajian di Surabaya, Hayono Isman Ajak Masyarakat Jaga Kebersamaan dan Silaturahmi)
Selain berdoa menggunakan cara Khonghucu, Islam, dan Katolik, para rombongan juga membagikan aneka kue Tionghoa kepada beberapa peziarah.
Namun yang justru menyita perhatian ratusan peziarah lain yang mayoritas Islam adalah lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan para peserta.
Lagu tersebut dinyanyikan secara hikmat di tengah tahlil dan lantunan ayat suci al-Quran.