3 Dasar Filosofi Tari Caci khas Manggarai, Dari Kesenian Hingga Ajang Tebar Pesona Gaet Pasangan

Laporan Wartawan TribunJatim.com,  Luhur Pambudi

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Seni Tari Perang Caci khas Manggarai, Flores, NTT begitu sarat akan makna filosofi.

Ketua Umum Ikatan Keluaran Manggarai Surabaya (IKEMAS) Tarsisius menerangkan, seni bertarung ala warga Flores itu, bukan untuk sekedar menumbangkan lawan.

Ia melanjutkan, tari caci itu memiliki tiga makna penting.

1. Sebagai Kesenian

Tari Caci yang ditampilkan menjadi sebuah seni tari perang khas Flores NTT, yang mempertemukan dua orang pria untuk bertarung.

Memang disebut sebagai seni tarian perang,  namun bukan berarti identik dengan adu pukul, hingga menunggu pihak lawan tersungkur.

• Sengaja Mainkan Ritual Sakral Tari Caci Agar Tak Lupa Adat Istiadat Selama Hidup di Perantauan

2. Sarana Pamer Kemampuan Bagi Lelaki

Selama bertarung, kedua penari diwajibkan menggunakan alat khusus, berupa Tameng dan Larik atau lazim dikenal pecut.

"Jadi, Caci itu ada seninya ada sportivitasnya atau kejantanan," kata Ketua Umum Ikatan Keluaran Manggarai Surabaya (IKEMAS) Tarsisius pada TribunJatim.com seusai acara Manggarai Festival II di Lapangan Bogowonto Jalan Kutai Surabaya usai, Minggu, (6/1/2019).

3. Romantisme.

Ketua Umum Ikatan Keluaran Manggarai Surabaya (IKEMAS) Tarsisius mengungkapkan lebih banyak mengenai romantisme dalam seni tari perang yang dikenal Tari Caci tersebut.

Karena, lanjut Tarsisius, zaman dahulu kesenian ini merupakan ajang tebar pesona bagi kaum laki-laki usia dewasa dihadapan kaum gadis di desa.

"Jadi momen caci digunakan para gadis dan pria dewasa untuk saling melirik satu sama lainnya," lanjutnya.

• Tarian Perang Caci Tampil di Manggarai Festival II Surabaya, Ribuan Penonton Pun Tertarik Mencoba

Jadi para lelaki yang tengah bertarung akan habis-habisan menunjukan kepercayaannya dalam menumbangkan lawan.