Tiga Faktor Yang Bikin MKP dan Kuasa Hukumnya Ajukan Banding ke PT Surabaya
Muhajir, kuasa hukum mantan Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa (MKP) mengajukan banding usai putusan yang diterima kliennya.
Penulis: Pradhitya Fauzi | Editor: Yoni Iskandar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Pradhitya Fauzi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Muhajir, kuasa hukum mantan Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa (MKP) mengajukan banding usai putusan yang diterima kliennya.
Ia dan kliennya merasa vonis delapan tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider empat bulan serta menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun dan uang pengganti Rp 2.75 miliar subsider satu tahun terlalu berat.
Muhajir menjelaskan, ada beberapa pertimbangan yang membuatnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT).
"Salah satu yang menjadi pertimbangan itu adalah putusan delapan tahun, itu terlalu berat bagi terdakwa," kata Muhajir, Senin (28/1/2019).
Lantas, apakah hanya itu saja?
Muhajir menuturkan, faktor pengembalian uang dan pencabutan hak politik juga menjadi hal yang melandasi pihaknya mengajukan banding.
"Yang kedua, bahwa terdakwa harus mengembalikan uang, itu berat bagi terdakwa, lalu yang ketiga hak politik terdakwa juga dicabut selama lim tahun setelah menjalani putusan," sambungnya.
Kata Muhajir, dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, vonis tersebut jauh dari rasa keadilan bagi terdakwa.
"Bukan masalah berat atau tidak, tetapi terdakwa itu tidak merasa bahwa perbuatannya itu terbukti bersalah, makanya itu salah satu pertimbangan untuk banding di Pengadilan Tinggi Surabaya," pungkasnya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Mustofa Kamal Pasa didakwa kasus suap pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR).
• Kuasa Hukum Mustofa Kamal Pasa Ajukan Banding ke PT Surabaya
• Punya Suami Raffi Ahmad, Sifat Nagita Slavina Disebut Hotman Paris Mirip Istrinya, Lihat Respon Gigi
• Ibu Rumah Tangga Tewas di Hotel Bareng Selingkuhan, Paginya Video Call Suami & Akan Rayakan Ultah
Kedua izin itu terkait pembangunan menara telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto pada tahun 2015 lalu.
Ketika itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Joko Hendrawan menegaskan, MKP terbukti memanfaatkan jabatannya selaku Bupati Mojokerto dengan menyalahgunakan jabatannya untuk mengeruk keuntungan pribadi dalam penerbutan IMB dan IPPR.
MKP juga diduga memerintahkan Kepala Satpol PP Kabupaten Mojokerto, Suharso untuk menyegel 22 tower di Mojokerto dengan alasan belum memiliki IMB dan IPPR.
Berdasarkan data JPU KPK yang dibacakan saat persidangan, dari 22 tower itu, 11 tower milik PT Tower Bersama Infrastructure (TBG) dan sisanya, yakni 11 tower, adalah milik PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo).