Panen Kopi Biar Gak Pegal, Petani Diberi Ide Mahasiswa Sarung Tangan Pelekat
Kegiatan mahasiswa Politeknik Singapura dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Learning Express(Lex) berakhir, Rabu (20/3/2019).
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Kegiatan mahasiswa Politeknik Singapura dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Learning Express(Lex) berakhir, Rabu (20/3/2019).
Mereka membuat prototipe alat dari problem yang ditemui kelompoknya di UMKM Kota Batu dan petani kopi di Kabupaten Malang.
Satu tim yang bertugas di penanaman kopi di Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang menemukan masalah saat pemetikan biji kopi merah.
Petani terlalu sering menggerakan tangannya untuk memetik biji kopi satu persatu. Selain itu, hasilnya disimpan di satu titik yaitu di punggung petani.
"Agar tidak di satu titik, kami membuat prototipe kantungnya disebar di tiga tempat di seputar pinggang. Misalkan 5 kg biji kopi bisa disebar 2 kg, 2 kg dan 1 kg di tiga kantong," jelas Diana Khoiroh, mahasiswa UMM pada suryamalang.com.
Sedang untuk mengambil biji kopi merah ada sarung tangan perekat. Beberapa biji kopi kemudian dimasukkan dalam selang untuk meluncur ke kantong penyimpanan, tambah mahasiswa Pendidikan Biologi ini.
• Pemkot Surabaya Sudah Pastikan Desain Alun-alun Surabaya
• Pemuda Ini Ditembak Polisi, Hobi Mencuri Barang Jamaah Masjid dan Ponpes di Tulungagung
• Polresta Sidoarjo Pamer Tangkapan Narkoba
Di ujung selang itu ada corong sebagai media untuk meluncurkan biji kopi ke kantong. Di prototipe itu dibuat dari bekas botol minuman. Sehingga bisa memuat banyak biji kopi sebelum meluncur ke kantong petani.
"Kalau dibuatkan alatnya, biayanya hanya Rp 141.000," jelasnya.
Sambil dijelaskan, mahasiswa Politeknik Singapura memeragakan cara kerja prototipe alat itu. Sedang di tim lain yang bertugas di UMKM telur asin di Kota Batu menemukan masalah pada lamanya pencucian telur asin.
"Biasanya dilakukan pencucian manual," jelas Fitri A Linna, mahasiswa UMM dari tim ini.
Jika sehari diproduksi 300 telur asin, maka perlu waktu tiga jam lebih buat membersihkan kulit telur asin. Sebab setiap satu telur asin, butuh waktu cuci manual 1,6 menit. Tim ini kemudian memberikan solusi cara mencuci cepat dengan menggunakan alat sikat.
Untuk prototipenya dibuatkan semacam kotak dengan rak yang bisa diisi 16 telur. Di bagian atas bawah diberi bahan sikat yang biasanya untuk panci. Dengan digerakkan, maka bisa dilakukan pencucian telur asin lebih banyak dengan air mengalir. Waktunya bisa disingkat lebih cepat cepat 55 menit dibanding pencucian manual.
Nanti jika dibuatkan alatnya, bahan yang dipilih adalah akrilik untuk kotaknya. Pemilihan akrilik karena bisa tahan air atau tidak berkarat sebagaimana jika pakai aluminium. Diprediksi biaya pembuatannya Rp 330.000.
Rencananya nanti siswa Politeknik Singapura akan melanjutkan program ini sebagai CSR untuk negara-negara di Asia Tenggara. Selain kopi dan telur asin, UMKM yang jadi obyek adalah produksi madu.( Sylvianita Widyawati/Tribunjatim.com)