Kisah Perjuangan Madyani, Pahlawan Dibalik Lancarnya Perjalanan Kereta Api
Tiap hari, pria pahlawan tua harus berjalan kaki sejauh 8 kilometer untuk menunaikan tugas mulianya.
Penulis: Rahadian Bagus | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, MADIUN - Matahari bersinar cerah pagi itu di Stasiun Babadan, Desa Dimong, Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun. Waktu tepat menunjukkan pukul 06.44 WIB.
Tampak seorang pria bertubuh kurus mengenakan rompi oranye berlogo PT KAI dan bertopi, mengangkat besi berbentuk menyerupai gawang dengan roda di bagian kaki.
Pria ini kemudian meletakan gawang besi yang memiliki empat kaki dan empat roda kecil itu ke atas rel kereta.
Sejumlah peralatan, tampak tergantung di sisi kanan dan kiri gawang. Di antaranya lampu, kunci inggris, palu, dan sabit (arit), senter, yang dimasukan ke dalam ember plastik.
Madyani (53) sudah sekitar empat tahun bekerja sebagai petugas penilik jalur (PPJ).
Warga Jalan Kemuning gang IV Kelurahan Oro-oro Ombo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun ini sedang menyelesaikan pekerjaanya, pagi itu.
"Tadi malam saya tidur di sini (Stasiun Babadan), sekarang mau cek jalur ke arah Stasiun Madiun," kata pria yang akrab disapa Pak Yani saat ditemui di Stasiun Babadan, Kamis (25/5/2017) pagi.
Baca: Lagi Asyik Terapi Batu Kerikil, Perempuan ini Malah Meregang Nyawa
Yani mengatakan, setiap hari kecuali pada saat jatah liburnya, ia harus berjalan kaki sejauh 8 kilometer dari Stasiun Madiun mulai pukul 22.00 WIB dan tiba di Stasiun Babadan sekitar pukul 00.18 WIB.
Kemudian keesokan harinya, ia kembali harus berjalan kaki ke arah sebaliknya, yakni dari stasiun Babadan mulai pukul 06.44 WIB, menuju Stasiun Madiun dan harus tiba di sana sekitar pukul 08.42 WIB.
"Setiap hari seperti ini, liburnya seminggu sekali, malam Senin," kata pria asal Kendal ini sambil mendorong peralatan sudah dia siapkan di atas rel.
Yani mengatakan, ia sudah bekerja di PT KAI Daop 7 sejak berusia 30 tahun. Ia memulai karirnya, dengan menjadi cleaning service, selama lebih dafi 15 tahun.
Ia juga pernah menjadi petugas penjaga perlintasan selama sekitar dua tahun, hingga akhirnya ia bekerja sebagai petugas penilik jalur.
Baca: Biadab, Hanya Modal Ngajak Nonton Kuda Lumping, Pria Suami TKI ini Cabuli Gadis Lugu Hingga Hamil
Pria lulusan SMK ini mengatakan, sebagai petugas penilik jalur, ia harus memastikan kondisi rel aman untuk dilintasi roda kereta api.
Selama berjalan, ia harus mengamati dengan seksama apabila terjadi kerusakan pada rel, dan melaporkannya dengan handy talky (HT) yang ia kantongi disaku kemejanya.
Yani juga harus menyingkirkan apabila ada batu atau benda yang berada di rel, serta memastikan kondisi balas rel dalam keadaan baik.
Selama berjalan, Yani tampak sesekali mengencangkan balas rel mengunakan palu. Sesekali, Yani juga tampak mengamati kondisi sekitar rel ketika melintasi jembatan kecil.
Ketika di tengah perjalanan, Yani juga sempat berpapasan dengan kereta api. Yani kemudian mengangkat peralatannya, dan memasangnya kembali ke atas rel setelah kereta melintas.
Tak jarang, Yani bertegur sapa dengan sejumlah petani yang sedang berada di sawah. Meski terik matahari sangat terasa pagi itu, Yani tampak berjalan dengan cepat tanpa beristirahat.
"Harus tepat waktu sampai di Stasiun Madiun," katanya sambil terus berjalan.
Baca: Wisata Goa Djepang Disulap Makin Kinclong, Begini Penampakan Barunya
Yani menuturkan, selama perjalan ia kerap menjumpai batu-batu yang sengaja diletakan di atas rel oleh sejumlah anak-anak. Padahal, menurutnya hal itu bisa menyebabkan terjadinya kereta anjlok.
"Biasanya musim liburan sekolah, banyak anak menaruh batu di rel," ucapnya.
Selain itu, terkadang ia juga kerap menjumpai ular saat bekerja. Namun ia mengaku tidak pernah merasa takut, meski harus berjalan sendirian pada malam hari sejauh 8 kilometer di jalur rel.
"Sudah biasa," kata pria yang tiga tahun lagi segera pensiun ini.
Banyak suka duka selama empat tahun bekerja sebagai petugas penilik jalur. Ketika hujan lebat, ia tetap harus bekerja.
"Kalau hujan tetap jalan, apalagi kalau hujan lebat harus start lebih awal karena harus mengecek kalau terjadi longsor," imbuh ayah tiga anak ini.
Meski demikian, ia selalu mensyukuri dan menjalani pekerjaanya dengan sungguh-sungguh. Sebulan sekali, ia mendapat gaji sekitar Rp 4 juta hingga Rp 5 juta.
Uang itu jauh lebih besar bila dibandingkan ketika ia masih bekerja sebagai cleaning service, yang digaji Rp 700 ribu perbulan.
Dari gajinya itu, ia berhasil membesarkan tiga anaknya dan menyekolahkan dua di antara anaknya ke perguruan tinggi negeri.
"Yang nomor satu sudah lulus dari UIN Jogja dan sekarang sudah bekerja di Dinas Sosial, yang nomor dua kuliah di ITS, yang terakhir baru mau lulus SMA," tukasnya.
Manajer Humas PT KAI Daop Tujuh Madiun, Supriyanto menuturkan, pemeriksaan jalur rel dilakukan setiap hari minimal dua kali.
"Mereka bertugas melakukan pemeriksaan, dan segera melaporkan apabila terjadi kerusakan. Tugas mereka sangat vital, untuk menjamin keselamatan perjalanan KA," jelasya.
Selama perjalanan, lanjutnya, petugas penilik jalur memeriksa keamanan jalur KA. Di antaranya memastikan apakah ada penambat atau balas yang lepas, dan memastikan tidak ada gangguan semisal rel retak atau terhalangi batu.
Setiap jalur kereta sepanjang 8 kilometer diperiksa oleh satu petugas penilik jalur. Bila jarak antar stasiun lebih dari 8 kilometer, biasanya ada dua petugaa penilik jalur.
Setelah selesai memeriksa kondisi rel dan memastikan aman untuk dilintasi KA, setiap petugas penilik jalur melapor ke petugas di stasiun. (Surya/Rahadian Bagus)