KPK Kirim Surat Tolak Hadirkan Miryam S Haryani, Pansus Hak Angket: Isinya Melecehkan
KPK menolak menghadirkan mantan Anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani pada rapat pansus hak angket (KPK) Miryam sendiri kini berstatus sebagai tahan
TRIBUNJATIM.COM, JAKARTA - KPK menolak menghadirkan mantan Anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani pada rapat pansus hak angket (KPK)
Miryam sendiri kini berstatus sebagai tahanan KPK.
KPK pun memberikan bentuk penolakan tersebut dalam bentuk surat jawaban untuk DPR.
Melihat hal ini, Panitia Khusus (Pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan untuk menempuh proses hukum terhadap KPK.
Mereka menilai, KPK bersikap arogan dalam hal ini.
Baca: Cuaca Surabaya Diprakirakan Cerah Berawan, Suhu Mencapai 34 Derajat Celcius pada Siang Hari
Terutama jika melihat poin nomor dua surat KPK, yang menyebutkan upaya menghadirkan Miryam dalam pansus dikualifikasikan sebagai suatu tindakan yang mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Sejumlah anggota pansus merasa keberatan.
Pertimbangan untuk menyeret KPK ke jalur hukum pun akan dibahas dalam rapat internal pansus.
"Itu nanti perlu kami diskusikan lagi di rapat internal karena ini baru pemanggilan pertama. Meski bisa dikategorikan pelecehan terhadap parlemen tapi saya menilai kita masih bisa kasih kesempatan pada KPK," kata Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK Risa Mariska seusai rapat pansus pada Senin (19/6/2017).
Isi surat tersebut pertama disinggung oleh Anggota Pansus dari Fraksi PDI Perjuangan, Junimart Girsang.
Menurut dia, poin nomor dua tersebut mengarah pada pelecehan terhadap parlemen (contempt of parliament).
Menurut Junimart, kerja pansus dijamin oleh konstitusi dan mekanisme pemanggilan Miryam telah tercantum dalam Pasal 204 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR DPD, dan DPRD (UU MD3).
Pansus, sambung dia, berwenang dan bisa memanggil siapapun.
Baca: Ronaldo Akan Hengkang dari Real Madrid, Ini 5 Klub yang Dirumorkan Jadi Rujukan
Anggota Komisi III DPR itu juga menyoroti lambang burung garuda yang dibubuhkan dalam surat KPK.
"Ini surat sungguh arogan menurut saya, dengan lambang garuda pancasila, surat begini muncul di DPR. Oleh karena itu saya meminta agar surat ini disikapi secara hukum khususnya pada poin dua," kata Junimart.
Adapun Anggota Pansus dari Fraksi Partai Golkar, John Kennedy Azis sependapat dengan Junimart. Ia bahkan melihat surat juga KPK bernada ancaman.
"Saya berpendapat poin dua sudah berbau ancaman. Karena pansus dibentuk secara sah saya dapat menyatakan pula bahwa sudah terjadi contempt of parliament dalam konteks ini. Saya berharap ditindaklanjuti," ujarnya.
Adapun Anggota Pansus dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani berpendapat, seharusnya KPK menawarkan jalan tengah jika tak bisa mengizinkan Miryam datang ke rapat pansus. Misalnya, dengan menawarkan akses pemeriksaan bagi anggota pansus terhadap Miryam yang kini berstatus tahanan KPK. Ia mencontohkan pada kasus mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
"Contoh saat Patrialis ditangkap, kemudian majelis kehormatan MK, kan juga boleh dikasih akses periksa walaupun hanya di sana. Nah, harusnya KPK hadir dengan tawaran jalan tengah, misal kami tawarkanlah, 'kami fasilitasi pansus hak angket yang dateng kemari'," ucap Arsul.
Alih-alih langsung menuding pansus menghalangi proses penegakan hukum (obstruction of justice), KPK semestinya bertanya terlebih dahulu dan tak langsung menyimpulkan. Ia juga menilai KPK terlalu berkutat pada penafsiran salah satu Undang-undang saja.
"Malah ngancam lagi, obstruction of justice. Itu menurut saya kekurang ajaran kelembagaan terhadap lembaga negara," ujarnya.
Baca: Mau Tahu Rasanya Naik Versi Jalan Raya Dari Sepeda Motor Tunggangan Marc Marquez? Disini Tempatnya
Berita di atas sebelumnya telah dipublikasikan di Kompas.com dengan judul "Ini Surat Sungguh Arogan, dengan Lambang Garuda Surat Begini Muncul di DPR"
(Kompas.com/Nabilla Tashandra)