5 Fakta Seputar Brain Washing, Teknik yang Digunakan Teroris Rekrut Anggota, Metodenya Kejam
Metode brainwashing digunakan untuk mempengaruhi seseorang agar mengikuti jalan pihak tertentu. Berikut beberapa fakta mengenai brainwashing.
Penulis: Pipin Tri Anjani | Editor: Alga W
TRIBUNJATIM.COM - Teror bom sudah lama menghantui masyarakat Indonesia.
Teror bom biasanya dilakukan oleh sekelompok orang yang disebut oleh teroris.
Para teroris merekrut anggota baru dengan cara brainwashing atau pencucian otak.
Metode brainwashing digunakan untuk mempengaruhi seseorang agar mengikuti jalan mereka.
Brainwashing dapat terjadi dimana saja dan oleh siapa saja.
Terkenal Kocak di Panggung, Penyanyi Ini Bikin Netizen Merinding Waktu Lantunkan Azan: Nggak Nyangka
Seperti apa sih teknik brainwashing?
Dikutip dari Wikipedia dan sumber lainnya, berikut beberapa fakta mengenai brainwashing.
Ibaratkan Suami Sebagai Sayur Basi, Sindiran Dewi Perssik Diduga Buat Angga Wijaya Makin Memanas
1. Dikendalikan oleh psikologis
Brainwashing juga dikenal sebagai mind control, menticide, persuasi paksaan, pengendalian pikiran, reformasi pikiran, dan pendidikan ulang.
Biasanya, cara kerja brainwashing yakni mengubah pikiran manusia dengan teknik psikolgis tertentu.
Cuci otak dikatakan mengurangi kemampuan subjek untuk berpikir secara kritis atau independen, untuk memungkinkan pengenalan pikiran dan ide baru yang tidak diinginkan ke dalam pikiran subjek, serta untuk mengubah sikap, nilai, dan keyakinannya.
Terkuak Cara Jaringan Pelaku Bom Surabaya Doktrin Para Anak Ikut Beraksi, Dipaksa Lakukan Kebohongan
2. Sejarah
Konsep cuci otak pada awalnya dikembangkan pada 1950-an untuk menjelaskan, bagaimana Pemerintah Cina muncul untuk membuat orang bekerja sama dengan mereka.
Jasa Gosok Baju Keliling Laris Manis Jelang Lebaran, 5 Fakta Ini Bakal Bikin Kamu Tertarik Mencoba
3. Bermula dari diskusi dan dibutuhkan orang yang pintar
Brainwashing bekerja dengan cara berdiskusi.
Tak heran jika para teroris membutuhkan anak-anak yang pintar.
Hal ini ditutukan oleh Ahmad Faiz Zainuddin, teman ngaji Dita Oepriarto (pelaku bom bunuh diri di Surabaya), yang statusnya sempat viral di Facebook, mengatakan sejak dahulu para kelompok jalur keras selalu mencari bibit-bibit unggulan.
"Kenapa? Karena proses brainwashing kan harus diajak diskusi, nah yang suka diskusi ini biasanya adalah anak-anak unggulan. Tapi brainwashing saat SMA dulu nggak ngajak perang, cuma menyalahkan sistem negara saja nggak sesuai Islam, stadium dua lah," tuturnya kepada Surya.co.id, Selasa (22/5/2018).
Sindir Angga Wijaya Sambil Sebut Sayur Asem, Komentar Dewi Perssik di Postingan Suami Ini Disoroti
4. Korban mendapatkan stres yang berulang
Korban brainwashing dapat mengalami stres yang berulang.
Dilansir dari thenakedscientists.com, menurut Dr. Kathleen Taylor dari Oxford University, otak dapat berubah jika mengalami tekanan atau stres yang mendalam.
Dengan stres yang berulang, hal ini akan mudah bagi pelaku untuk meruntuhkan jati diri, memperkenalkan doktrin baru, kemudian membangun jati diri korban yang baru.
6 Sisi Gelap Meghan Markle yang Dinikahi Pangeran Harry, Pernah Kencani Bintang Film Panas
5. Diisolasi
Selain stres berulang, korban juga mendapatkan isolasi.
Hal ini bertujuan untuk menghindari korban dari kehidupan sosial di luar.
Sekilas Foto Pemuda Pamer Makan di Restoran Ini Terlihat Biasa, Usai Dicermati Banyak Kejanggalan!
Pasalnya, kehidupan sosial akan memungkinkan dalam membentuk pola pikir mereka kembali.
Dengan demikian, doktrin para pelaku akan sia-sia jika korban memiliki pola pikir mereka kembali.
Tidur dengan Anak, Ibu Ini Kaget Saat Terbangun Tengah Malam dan Lihat Kondisi Bayinya Merah-merah