Kisah Guru Non PNS Pasuruan ini, Ternyata Pelukis Penuh Prestasi
Gagal beberapa kali memenangai lomba lukis, membuat Achmad Toriq warga Kecamatan Bangil, sempat merasa frustasi
Penulis: Galih Lintartika | Editor: Yoni Iskandar
Menjadi guru, tak serta merta membuatnya berhenti melukis. Karena, kegiatan melukis tak bisa dipisahkan darinya. Beberapa lomba diikutinya. Tak sedikit pula yang menghasilkan juara.
Contohnya ketika ia mengikuti lomba festival seni internasional kategori seni lukis untuk guru tahun 2015 lalu. Karyanya, yang bertemakan kelahiran Airlangga itu, berhasil membuatnya masuk kategori lima lukisan terbaik.
Selama menjadi pelukis, kata dia, banyak pengalaman yang diperolehnya. Seperti ketika masa-masa kuliah. Masa-masa itu, dinilainya merupakan masa berat untuk menjadi pelukis.
Baca: Jasa Marga Surabaya-Gempol akan Gelar Penukaran Uang Saat Pembukaan Posko Arus Mudik
Karena tidak mampu membeli cat lukis, ia akhirnya menggunakan pensil drawing dalam berkarya. Lukisan drawing yang dimaksudnya, seperti lukisan lahirnya Airlangga tersebut.
“Cat lukis kan bermacam-macam harganya. Kebetulan, waktu kuliah, tidak banyak memegang uang. Akhirnya untuk bisa terus berkarya, saya pakai pensil yang biasanya dipakai arsitek untuk melukis,” sambung Toriq.
Yang namanya pelukis, lanjutnya, harus pintar-pintar dalam bersiasat. Contoh ia pernah alami, ketika tahun 2008 silam. Saat itu ia mengikuti lomba lukis tingkat remaja nasional. Setelah mengirim soft copy lukisan masuk nominasi.
Sayangnya, kanvas lukisannya tidak sesuai ukuran. Ukuran yang seharusnya 40x50 cm, malah dibuatnya 30x40 cm. Disitulah, dia berpikir keras menyiasatinya.
“Saya tidak tahu kalau ukurannya kurang. Sebelum saya kirim, saya tambahi tepiannya dengan kain kanvas dan saya kasih sekat-sekat. Tak menyangka, malah dapat juara tiga. Padahal, saya berpikir, tidak akan juara,” pungkasnya. (lih)