Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita UTM

UTM Berupaya Lepas dari Kekangan Sistem Pengelolaan Keuangan Pemerintah

Upaya Universitas Trunojoyo Madura (UTM) menciptakan multiplier effect atas sukses riset jagung lokal dan garam Madura terhenti.

Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Ani Susanti
ISTIMEWA
UTM Sebagai Perguruan Tinggi Berbasis Klaster Siap Menjawab Tantangan Revolusi Industri 4.0' 

TRIBUNJATIM.COM, BANGKALAN - Upaya Universitas Trunojoyo Madura (UTM) menciptakan multiplier effect atas sukses riset jagung lokal dan garam Madura terhenti.

Sistem pengelolaan keuangan pemerintah tidak selaras dengan pengembangan kampus berbasis klaster.

Invesi yang dituangkan UTM dalam riset pengembangan dua Sumber Daya Alam (SDA) Madura itu sejatinya merupakan upaya pemecahan masalah bangsa terkait ketersediaan pangan.

Rektor UTM Dr Drs Ec Muh Syarif Msi mengungkapkan, selama ini pihaknya diperintahkan melakukan penguatan inovasi berdasarkan klaster Madura.

Sehingga mampu menciptakan peranan strategis dan sebagai solution maker di Madura.

"Namun ketika riset jagung dan garam telah menuai hasil dan mempunyai nilai komersial, kami tidak mendapatkan dukungan modal dan pengelolaan keuangan," ungkapnya dalam Dies Natalis XVII UTM di Gedung Pertemuan, Kamis (12/7/2018).

Akibatnya, upaya penguatan dan pengembangan produk inovasi berhenti pada hak paten saja.

Baca: UTM Lirik CSR Bank di Madura untuk Pengembangan Teknologi Pengolahan Garam

Sementara sektor komersialisasi produk inovasi tidak berjalan karena terkendala anggaran.

"Saat ini, anggaran untuk urusan kehumasan saja lama. Ini berarti kami tidak memperoleh bagian dari kemandirian anggaran," ujarnya.

Kapitalisasi terhadap hasil pengembangan produk-produk inovasi berupa jagung hibrida dan garam seharusnya layak dipertimbangkan pemerintah.

Jagung hibrida ternyata mampu meningkatkan produksi jagung lokal.

Dengan tongkol sepanjang 20 centimeter, mampu menghasilkan 7 ton per hektar.

Sedangkan panjang tongkol jagung lokal Madura hanya berkisar 7 centimeter.

Kekuatan produkSinya hanya mencapai 2,5 ton per hektar.

Baca: UTM: Fokus pada Sektor Jagung Saja, Masalah Pengangguran dan Kemiskinan di Madura Selesai

Dengan ketersediaan lahan kering seluas 300 ribu hektare yang terhampar di Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep, masalah kemiskinan serta lapangan pekerjaan di Madura akan terselesaikan.

Lahan seluas 300 ribu hektare itu akan menghasilkan 1,8 juta ton jagung hibrida.

Dengan asumsi harga jagung Rp 4.000 per Kg, maka akan muncul angka Rp 7 triliun.

"Kapitalisasi produk inovasi akan menghasilkan sumber dana yang mampu menjadikan UTM sebagai kampus mandiri. Kebutuhan anggaran kampus tidak akan lagi bergantung pada APBN," kata Syarif.

Ia berharap, penugasan terhadap UTM untuk memperkuat inovasi berbasis klaster lokal dibarengi dengan kebijakan politik anggaran.

Sehingga, setiap perguruan tinggi, termasuk UTM akan mempunyai masing-masing diferensiasi untuk memacu kompetensi dan daya saing lulusan.

"Kami pernah berkirim surat ke Presiden melalui Mensekneg, tapi ya itu. Coba kalau Rektor UGM kirim surat, langsung ditanggapi," pungkasnya.

Baca: UTM Menjawab Tantangan Era Revolusi 4.0 Melalui Pengembangan Berbasis Kluster Madura

Sementara penguatan inovasi pada klaster garam dimulai dari rancang bangun prototype, scale up teknologi produksi, dan penemuan produk garam industri berupa garam farmasi, garam analisis, turunan garam, serta pupuk dari limbah garam.

Tim Peneliti Garam UTM juga telah melakukan pembentukan Pusat Unggulan Iptek Garam.

Tujuannya yakni percepatan dalam pertumbuhkembangan riset dan diseminasi inovasi garam.

Termasuk hilirisasi atau industrialisasi produk garam.

Wakil Rektor II Bidang Administrasi dan Keuangan UTM Dr Ir Abd Azis Jakfar, MT mengungkapkan, impor garam 3,7 juta ton beberapa waktu lalu mengejutkan pihak UTM.

"Ini fenomena yang terjadi. Kami mampu memproduksi dan teknologinya sudah ada. Namun karena terkendala dan saja," ungkapnya.

Menurutnya, kesejahteraan para petambak garam nasional beserta keluarganya akan terpenuhi jika anggaran impor dialihkan untuk membeli garam dalam negeri.

"Dengan asumsi harga garam industri Rp 10 ribu per Kg, maka 3,7 juta ton akan menghasilkan Rp 37 triliun. Uang itu akan mengalir di tengah masyarakat," tandasnya.

Baca: Belum Terima Hasil Pemeriksaan Kelayakan Hunian, Pihak Asrama Haji Surabaya Terus Benahi Fasilitas

Pada Dies Natilis VII kali ini, UTM mengusung tema 'UTM Sebagai Perguruan Tinggi Berbasis Klaster Siap Menjawab Tantangan Revolusi Industri 4.0'.

Itu dibuktikan UTM dengan penerapan berbagai program penguatan 5 core business dalam upaya peningkatan daya saing lulusan.

Seperti penguatan inovasi, penguatan pembelajaran dan kemahasiswaan, penguatan riset dan pengembangan, penguatan sumber daya, dan penguatan kelembagaan.

Guru Besar Statistika IPB sekaligus Rektor Universitas Al-Azar Indonesia Prof Dr Ir Asep Saefudian, Msc mengatakan, sejak dulu dirinya menekankan agar setiap universitas harus diberi otonomi dalam pengelolaan keuangan.

"Sehingga ada relevansi antara hulu dan hilir. Hulunya adalah klaster dan hilirnya adalah Revolusi Industri 4.0," katanya.

Asep merupakan salah seorang tokoh Kemenristekdikti yang getol terhadap konsep perguruan tinggi berbasis kluster.

Ia hadir dengan tema 'Pengembangan Perguruan Tinggi Berbasis Klaster',

Asep menilai, klasifikasi pengelolaan keuangan perguruan tinggi saat ini belum berbasis klaster, melainkan masih berbasis manajemen keuangan.

Oleh karena itu, manajemen pendidikan tinggi di Indonesia harus dirubah.

Pemerintah harus berani menerapkan pengelolaan keuangan berbasis klaster.

"Percayakan kepada perguruan tinggi. Silahkan evaluasi tentang transparansi dan akuntabiliti nya. Asal jangan dikekang," harapnya.

Baca: UTM: Fokus di Sektor Jagung Saja, Masalah Pengangguran dan Kemiskinan di Madura Selesai

Menurutnya, situasi yang dialami UTM saat ini berdampak tidak bagus bahkan terkesan tidak fair.

Lantaran, sebagai kampus berbasis klaster, tidak diberi kebebasan dalam pengelolaan keuangan.

"Bagaimana UTM bisa sejajar dengan IPB atau UTM? Keduanya mempunyai kebebasan dalam otonomi pengelolaan keuangan," tegasnya.

Ia menjelaskan, pada era Revolusi Industri 4.0, kekuatan dan kecepatan digitalisasi semakin luar biasa.

Akibatnya, model-model bisnis konvensional skala besar yang mekanistis, linier, dan birokratis terdisrupsi oleh perusahaan kecil yang lincah.

"Kalau tidak ada otonomi pengelolaan keuangan, inovasinya susah berkembang. Karena salah satu indikator Revolusi Industri 4.0 adalah kecepatan," jelasnya.

Ia lantas menyebut Madura dan jagung sebagai mandatori kebangsaan.

Karena akan memberikan kekuatan modal berbasis UTM kepada bangsa Indonesia yang bisa memberikan sumber kehidupan.

Menurutnya, di situ lah peran perguruan tinggi untuk menjawab Revolusi Industri 4.0. UTM dengan klaster jagung dan garam, sementara kampus lain punya keunggulan di riset dan penguatan inovasi kelapa sawit.

Ketika ingin belajar tuntas soal jagung dan garam, ya di UTM. Kelak bisa saja ada orang luar negeri kuliah di sini karena memang khas di jagung dan garam," pungkasnya. (Surya/Ahmad Faisol)

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved