Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Gempa dan Tsunami Sulawesi Tengah

Kisah Estu, Dosen UMM yang Berjuang Keluar Palu setelah Gempa dan Tsunami

Dr Estu Widodo, seorang dosen di Univeraitas Muhammadiyah Malang (UMM) merasa senang bisa kembali ke rumahnya di Perumahan Muara Sarana Indah (MSI)

Penulis: Benni Indo | Editor: Yoni Iskandar
Benni Indo/Surya
Estu saat menceritakan kembali perjuangannya keluar dari Kota Palu di kediamannya, Kamis (4/10/2018). 

 TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Dr Estu Widodo, seorang dosen di Univeraitas Muhammadiyah Malang (UMM) merasa senang bisa kembali ke rumahnya di Perumahan Muara Sarana Indah (MSI), Dusun Jetis, Desa Mulyoagung, Dau, Kabupaten Malang.

Pria asal Kabupaten Banyuwangi itu merupakan satu dari sekian banyak korban selamat bencana alam gempa dan tsunami di Kota Palu beberapa waktu lalu.

Ditemui di kediamannya Kamis (4/10/2018) malam, Estu kembali menceritakan getir perjuangannya ketika mencari jalan pulang. Estu berhasil selamat dari bencana yang menewaskan ribuan orang itu setelah terkatung-katung selama beberapa hari di Kota Palu.

Saat gempa dan tsunami terjadi, dia berada di Hotel Mercure yang lokasinya hanya berjarak sekitar 50 meter dari Teluk Palu. Ia berada di lantai empat sebuah hotel yang menawarkan pemandangan pantai indah.

Kekeringan di Bojonegoro, 30 Ribu Liter Air Bersih Didroping Setiap Hari

Diceritakan Estu, ia berangkat ke Kota Palu katena ditugaskan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Pria yang mengajar statistik itu dijadwalkan melakukan supervisi Program Pendidikan Profesi Guru Dalam Jabatan (PPG DALJAB). Estu adalah salah seorang anggota tim penilai.

Dia berangkat dari Malang dengan pesawat terbang, Jumat (28/9/2018), pukul 05.00 WIB. Sempat transit di Jakarta, Estu tiba di Bandara Mutiara SIS Al-Jufrie, Palu sekitar pukul 15.00 WIB.

Ia kemudian menuju Hotel Mercure, tempatnya menginap, di Jalan Cumi-cumi, Pantai Talise, Kecamatan Palu Barat, Palu.

Estu sebetulnya sempat menerima informasi adanya gempa kecil di Palu. Namun gempa kecil itu tidak terlalu berdampak besar.

Saat tiba di hotel, Estu langsung beristirahat. Itu adalah kali pertama Estu berkunjung ke Kota Palu.

Tiba di hotel sekitar pukul 16.45 WITA dan langsung memesan kamar. Setelah mendapatkan kamar, dia mengaku sempat takjub dan kagum dengan indahnya pemandangan Kota Palu.

"Saya kebetulan dapat kamar yang langsung menghadap ke pantai, saya langsung buka lebar-lebar gorden jendelanya. Ternyata Palu ini indah sekali, ini pertama kalinya saya ke Palu," ungkapnya.

Baru sebentar menikmati keindahan, gempa berkekuatan 7.4 SR menggoncang. Estu kaget. Ia tak bisa berbuat banyak. Hanya bertahan hingga menunggu goncangan berhenti.

7 Hari Pasca Gempa Tsunami Palu, Pasha Ungu: Lebih Tenang, Begini Potret Adelia Saat Bantu Pengungsi

"Goncangan saat itu lebih dari semenit. Saya tidak bisa berbuat apa-apa," pungkasnya.

Sejumlah barang di dalam kamar hotel berjatuhan. Situasi mencekam karena kemudian listrik juga padam.

"Rasanya seperti sedang naik bus yang supirnya ngawur. Saya sempat terbayang seperti film Titanic. Saya pasrah," tuturnya.

Pintu kamarnya tak bisa dibuka karena tertahan oleh bangunan yang retak. Keluar dari jendela pun bukan jalan keluar karena posisinya berada di lantai 4.

Tak lama berselang, datang gelombang tsunami yang membanjiri lantai satu hotel. Hantaman ombak yang keras itu meluluhlantakkan lantai dasar.

Banyak korban meninggal yang terseret. Bahkan, kata Estu, resepsionis yang menerimanya saat datang juga menjadi korban meninggal.

"Anaknya masih muda," katanya singkat.

Estu masih belum bisa keluar hotel. Sementara hotel sudah mengalami kerusakan parah. Ia hanya tiduran di lantai samping kasur sembari jaga-jaga apabila nanti terjadi gempa susulan.

"Saya sebagai orang Islam hanya bisa berdoa. Saya sempat merasa bahwa hidup saya akan berakhir disini," ungkapnya.

Karena listrik mati, Estu langsung menonaktifkan HP nya. Sesekali dia menyalakan kembali untuk memeriksa apakah ada sinyal.

Bahkan meskipun tak ada sinyal, dia sempat berkirim pesan kepada istrinya yakni meminta agar pihak keluarga ikhlas apabila dia tidak bisa pulang dengan selamat.

Lulusan S1 Universitas Negeri Jember (Unej) ini bertahan selama 12 jam di kamar hotel, sejak pukul 17.00 WITA hingga pukul 06.00 WITA keesokan harinya, Sabtu 29 September 2018. Pada Sabtu pagi, Estu keluar dari hotel dengan cara memecah jendela.

Ia keluar menggunakan gorden kamar yang disambung menjadi panjang. Gorden itu ia ikatkan di kursi dan ditahan oleh kasur.

"Karena kalau di ikatkan di tembok, saya khawatir ambrol dan bangunannya menimpa saya," urainya.

Sembari menyelamatkan diri, Estu sempat membawa barang pribadinya yang masih bisa diselamatkan seperti laptop dan beberapa pakaian.

Punya Hubungan Istimewa,Ibrahimovic Tak Ada Kemungkinan Kembali ke AC Milan

Saat turun menggunakan gorden, dia juga mendapatkan bantuan tangga yang dipasang di dinding luar hotel oleh petugas hotel yang selamat.

"Kamar saya yang lantai 4 jadi lantai 3 karena bangunan lantai 1 nya hilang terkena tsunami. Saat tiba dibawah saya sempat berdiam diri sejenak dan memandangi hotel yang rusak parah," kenangnya.

Pagi itu juga, Estu berangkat ke Universitas Tadulako (Untad) untuk menjalankan tugasnya dari Kemenristekdikti. Tak mudah untuk menuju lokasi karena transportasi tidak ada. Pun jalanan rusak parah.

Dengan berbagai cara dan lobi, ia akhirnya mengendarai ojek menuju lokasi dengan ongkos Rp 125 ribu. Setibanya di sana, ternyata acaranya dibatalkan karena ada bencana alam.

Sejumlah mahasiswa dan dosen juga dikabarkan terjebak di dalam kampus. Estu pun memutuskan untuk segera pulang ke Malang.

Sepanjang perjalanan, ia melihat bangunan yang porak poranda. Saat itu, dia tidak melihat banyak mayat di jalan. Kemungkinan masih belum dievakuasi dan posisi mayat masih tertimbun.

Keesokan harinya, Minggu 30 September 2018, dia berencana pulang ke Malang menggunakan pesawat Hercules milik TNI AU yang digunakan mengangkut para pengungsi. Namun upaya itu gagal. Estu harus bersabar hingga hari berikutnya.

"Soalnya pesawat darurat ini diprioritaskan untuk orang tua, ibu-ibu, orang sakit dan anak," bebernya.

Lulusan S3 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini kemudian memutuskan untuk bermalam sehari lagi di Kota Palu. Ada seorang pendeta yang membantu Estu. Di situ, Estu bisa beristirahat dan mengisi daya baterai ponselnya.

Kepulangam dengan pesawat susah, akhirnya Estu memutuskan untuk keluar dari Kota Palu menggunakan jalur darat pada Senin 1 Oktober 2018.

Ia naik bus ke Gorontalo dengan waktu tempuh 24 jam. Padahal, estimasi waktunya 15 jam. Berhari-hari terkatung-katung, pakaian Estu terlihat kotor dan kusam.

"Mesin sempat rusak, terus ganti ban. Waktu itu bisa juga kehabisan solar. Lama sekali karena memang kondisi macet panjang juga," katanya.

Begitu telah keluar dari Kota Palu, Estu merasa kega. Jalanan mulai lancar. Kehidupan normal juga mulai ia lihat.

Saat itu juga, ia sempat menghubungi keluarga yang ada di rumah karena ada sinyal.

Estu akhirnya tiba di Bandara Jalaluddin, Gorontalo, pukul 11.00 WITA, Selasa 2 Oktober 2018. Dia menyempatkan diri untuk mandi dan membeli pakaian ganti.

Estu mandi di kamar kecil bandara. Ia menadi mengenakan semprotan yang berada di kamar kecil. Bukan kamar mandi.

Petugas pun sempat curiga karena lantai kamar kecil itu basah oleh air. Namun Estu tak terlalu mempedulikan pandangan curiga petugas.

Setelah itu, Estu bisa berangkat dengan pesawat Garuda. Dia sempat transit di Makassar sehari. Dalam kesempatan itu, ia membeli kebutuhan sandang dengan uang secukupnya.

Penerbangan berikutnya, pesawat tiba di Bandara Internasional Juanda, Sidoarjo. Dari bandara, Eatu naik travel menuju Kota Malang dan tiba sekitar pukul 20.00 WIB.

Esti mengaku tidak trauma. Peristiwa itu justru menjadi pelajaran berharga baginya. Menurutnya, kematian sudah digariskan oleh Allah.

Setelah melintasi perjuangan yang cukup berat, malam itu juga Estu kembali berkumpul dengan keluarga tercintanya. (Benni Indo)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved