Mengapa Tak Ada Kata 'Pemudi' dalam Sumpah Pemuda, Meski Juga Ada Peran Para Wanita?
Mengapa tak ada kata 'pemudi' dalam Sumpah Pemuda? Tak banyak yang tahu, ternyata ini sebabnya!
Penulis: Alga | Editor: Ayu Mufihdah KS
2. Perempuan hanya berjumlah 6 orang
Dari 82 peserta yang tercatat, hanya ada enam perempuan.
Perempuan-perempuan tersebut yaitu Dien Pantow, Emma Poeradiredjo, Jo Tumbuan, Nona Tumbel, Poernamawoelan, dan Siti Soendari.
• Perasaan Mak Vera Manager Olga Saat Billy Syahputra Hengkang dari Manajemennya: Gapapa, Aku Senang

• Nikita Mirzani Ungkap Kondisi Dipo Latief Pasca Cabut Gugatan Cerai: Item, Minyakan Gitu Mukanya
3. Kebebasan perempuan yang berbeda dengan sekarang
Minimnya kontribusi di zaman perjuangan dahulu diyakini karena adanya ketidakadilan pandangan.
Kesetaraan gender pun belum dijunjung tinggi seperti pada masa sekarang.
Hal ini bisa dilihat dari minimnya peran perempuan pada pidato yang terjadi di kongres kedua.
• Bergelimang Harta, Inul Daratista Punya Benda Sederhana dan Mini di Kamarnya, Bukti Tak Sombong?
Dari enam perempuan yang disebutkan, hanya tiga orang, Emma Poeradiredjo, Poernamawoelan, dan Siti Soendari, yang ikut menyampaikan pendapatnya lewat pidato.
Sebagian besar dari mereka mengajak perempuan terus ikut andil dalam upaya persatuan dan kesatuan Indonesia dalam rangka meraih kemerdekaannya.
Seperti yang ditulis penulis memoar "Peranan Gedung Kramat Raya 106 dalam Melahirkan Sumpah Pemuda", Mardanas.
"Siti Soendari berbicara dalam Bahasa Belanda yang diterjemahkan oleh Muhammad Yamin."
"Dia menanamkan bahwa rasa cinta Tanah Air terutama pada wanita harus ditanamkan sejak kecil dan bukan untuk pria saja," tulis Mardanas.
• Dulu Terkenal Berkat Lagu Butiran Debu, Rija Abbas Kini Jadi Pelayan Kafe dan Sempat Depresi

• Bukan Gibran Rakabuming yang Lihat Rumah Laudya Cynthia Bella Senilai Rp9 M, Tapi Kerabat Jokowi Ini
Sedangkan Emma Poeradiredjo, aktivis Jong Islamieten Bond cabang Bandung, diceritakan berpidato tentang andil perempuan.
Menurut Mardanas, Emma Poeradiredjo mengajak perempuan agar terus ikut andil dalam pergerakan.
"Ia menganjurkan kepada para wanita agar tidak hanya terlibat dalam pembicaraan, tetapi harus disertai perbuatan," tulis Mardanas.