Banyak Dampak Buruk Terjadi, Fatma Saifullah Yusuf Kampanyekan Pencegahan Pernikahan Usia Anak
Banyak Dampak Buruk Terjadi, Istri Wagub Jatim Fatma Saifullah Yusuf Kampanyekan Pencegahan Pernikahan Usia Anak.
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Mujib Anwar
Sementara faktor kemiskinan terjadi karena perjodohan ataupun putus sekolah karena tidak memilki biaya untuk pendidikan.
“Sebagian besar ini terjadi di keluarga petani dan nelayan. Di kelompok tersebut menikahkan anak untuk mengurangi beban ekonomi keluarga. Di samping itu, menikahkan anak dianggap sebagai pembayar hutang keluarga,” kata Ketua Umum Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Jatim tersebut.
Sedangkan untuk faktor adat, informasi kesehatan reproduksi masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu, porno, dan dosa.
Hal ini menyebabkan anak tidak mengerti kesehatan reproduksi sehingga ingin coba-coba dan mencari tahu sendiri dari media lain seperti internet dan menonton video porno.
• Dengar Kumandang Suara Azan, Probo Sutejo Pria Asal Tulungagung ini Langsung Salat di Atas Pohon
Selain itu, ada juga pemahaman dari salah satu etnis di Jatim yakni Etnis Madura, bahwa sudah menjadi tradisi perjodohan sejak kecil, dan ketika sudah dianggap akhil baliq,mereka dinikahkan.
“Biasanya orang tua sangat dominan dan takut menolak lamaran karena akan mempersulit jodoh sang anak kelak. Selain itu, bila belum menikah sebelum umur 18 tahun akan menjadi pergunjingan di masyarakat,” jelasnya.
Untuk itu, Pemprov Jatim melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) melakukan berbagai upaya untuk mencegah pernikahan usia anak.
Antara lain, pembinaan pada Bina Keluarga, pembentukan dan pembinaan Forum Anak Nasional (FAN), sosialisasi tentang perlindungan anak pada kelompok remaja, orang tua dan masyarakat, serta kampanye stop pernikahan anak dengan melibatkan forum anak dan kelompok remaja yang ada di kabupaten/kota.
Ke depan, Fatma berharap pernikahan usia anak dapat terus ditekan terutama di Jatim. Ia juga berharap ada peningkatan pengetahuan atau pemahaman tentang pernikahan anak baik pada remaja, orang tua, dan masyarakat. “Mari kita semua melakukan kampanye stop pernikahan anak,” tegasnya.
Sementara itu, Plt. Deputi Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ir. Agustina Erni, M.Sc mengatakan, penyelesaian kasus pernikahan usia anak harus dilakukan dengan multi disiplin, multi sektor, dan tidak hanya melibatkan satu kementerian saja.
Pencegahan pernikahan usia anak harus dilakukan dengan berbagai upaya pencegahan diantaranya bermitra dengan media jaringan peduli anak.
“Peran media sangat penting, karena media membantu menyampaikan informasi ini kepada lapisan masyarakat mulai bawah sampai atas. Kami juga bekerjasama jaringan radio komunitas karena masuk dalam tataran masyarakat di paling bawah,” jelasnya.
Menurutnya, penyelesaian masalah perkawinan anak membutuhkan peran banyak pihak. Alasannya, pernikahan usia anak menggambarkan adanya masalah yang terjadi baik di orang tua, anak itu sendiri, maupun di komunitasnya.
“Sehingga solusinya harus ada intervensi di anak dulu kemudian keluarga dan komunitas. Ini harus dilakukan bersamaan,” pungkasnya.
Dialog publik ini diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI bekerjasama dengan Jawa Pos. Beberapa narasumber yang hadir diantaranya Hikmah Bafaqih (Ketua Fatayat NU Jatim) dan Siti Yunia Mazdafiah (psikolog dari Universitas Surabaya dan Ketua Savy Amira WCC).