Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Rumah Politik Jatim

KPU Jatim Tindaklanjuti Laporan BPN Soal '17,5 Juta Data Pemilih Tak Wajar'

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur menindaklanjuti laporan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi soal dugaan data pemilih tak wajar yang

Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Yoni Iskandar
bobby Koloway/surya
Sekretaris Tim Seleksi (Timsel) rekrutmen Komisioner KPU, Dr Abdul Chalik menjelaskan tahapan seleksi Komisioner KPU Jatim di KPU Jatim, Kamis (12/7/2018). 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur menindaklanjuti laporan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi soal dugaan data pemilih tak wajar yang mencapai 17,5 juta nama.

Saat ini, KPU Jatim telah menginstruksikan jajaran di daerah untuk memverivikasi nama-nama yang dinilai tak wajar.

"Terkait data dari BPN, kami telah meneliti data ke kabupaten/kota untuk disisir. Teman-teman (KPU) kabupaten/kota sejauh ini sudah mengumpulkan beberapa hasil," kata Komisioner KPU Jatim, Nurul Amalia kepada jurnalis ketika dikonfirmasi di Surabaya, Selasa (12/3/2019).

Nurul mengatakam beberapa nama yang memiliki persamaan di tanggal maupun bulan lahir adalah valid. Sehingga, bukan termasuk data ganda.

Beberapa klaim (BPN), ada yang sudah kami cek. Terbukti, (pemilih) tersebut memang ada (bukan ganda)," katanya.

Namun, pihaknya menyebut beberapa pemilih tersebut memang lupa akan tanggal lahirnya.

"Jadi, ada yang memang sudah sepuh. Ingat bulannya, tapi lupa tanggalnya. Ada yang ingat bulannya, lupa tahunnya. Bahkan, ada lupa semuanya," kata Divisi Informasi dan Data KPU Jatim ini.

Tidak mengherankan apabila adanya persamaan tanggal tersebut. Sebab, hal itu mengacu pada aturan. "Kami terus melakukan crosscheck untuk memberikan jawaban yang pasti," katanya.

Untuk diketahui, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang dipimpin Hashim Djojohadikusumo, melaporkan 17,5 juta nama yang menurut mereka tak wajar di Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Kuasa Hukum Ahmad Dhani Sebut Saksi Ahli Tidak Kompeten, JPU Bakal Datangkan 2 Saksi Ahli Lagi

Ada Situs Purbakala, Jasa Marga Pandaan-Malang Geser Ruas Jalan Tol KM 37 ke Bantaran Sungai Amprong

Perubahan Fisik Ani Yudhoyono yang Berjuang Lawan Kanker Darah, Masih Bugar & Segar Saat Tahun Baru

BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melaporkan 17,5 juta nama itu ke Kantor KPU di Jakarta Pusat, Senin (11/3/2019).

Hashim Djojohadikusumo menyampaikan, pihak BPN menemukan ketidakwajaran tersebut, setelah KPU mengumumkan DPT pada 15 Desember 2018 silam.

Juru Debat BPN Ahmad Riza Patria lantas menyampaikan secara detail penemuan 17,5 juta nama yang tidak wajar tersebut. Menurutnya, ketidakwajaran terjadi pada jumlah pemilih yang lahir pada tiga tanggal, yaitu 31 Desember, 1 Januari, dan 1 Juli.

“Dari 17,5 juta nama yang tak wajar itu terletak pada tanggal lahir, yaitu yang lahir pada tanggal 1 Juli sejumlah 9,8 juta; yang lahir pada tanggal 31 Desember ada 3 juta; dan yang lahir pada 1 Januari sejumlah 2,3 juta nama,” beber Ahmad Riza Patria dikutip dari Wartakotalive.com.

Ahmad Riza Patria mengatakan, perbedaan itu cukup mencolok, karena jumlahnya jauh dari angka rata-rata penduduk yang lahir pada tanggal yang lain.

"Kalau kami hitung rata-rata setiap tanggal dalam satu tahun itu ada 520 ribu nama. Misal, masyarakat yang lahir tanggal 30 Juni ada 520 ribu, kemudian tiba-tiba yang lahir tanggal 1 Juli ada 9,8 juta; kemudian yang lahir 2 Juli kembali 520 ribu, itu menurut kami yang tak wajar,” bebernya.

Hal ini pun telah ditanggapi Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh. Ia angkat bicara mengenai Daftar Pemilih Tetap ( DPT) Pemilu 2019 yang disebut Badan Pemenangan Nasional ( BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, banyak yang tidak wajar.

Ketidakwajaran itu, menurut BPN, lantaran ada jutaan nama yang memiliki tanggal lahir sama, yakni 31 Desember. Bahkan, ada ratusan ribu nama yang berusia di atas 90 tahun. Temuan ini dianggap janggal oleh BPN Prabowo-Sandiaga.

Namun, menurut Zudan, temuan itu justru merupakan sesuatu yang wajar. "Kebijakan tentang tanggal lahir 31 Desember sudah berlangsung lama, semenjak Kemendagri menggunakan SIMDUK (Sistem Informasi Manajemen Kependudukan)," ujar Zudan melalui pesan singkat kepada wartawan, Senin (11/3/2019) dikutip dari Kompas.com.

Ketika Dukcapil Kemendagri menggunakan SIMDUK, sebelum tahun 2004, seluruh penduduk di Indonesia yang lupa atau tidak tahu akan tanggal lahirnya, akan dituliskan lahir pada tanggal 31 Desember pada kartu identitasnya.

Kemudian, pada 2004, Dukcapil menggunakan (SIAK) Sistem Informasi Kependudukan dalam pengelolaan data base warga negara Indonesia. Sejak menggunakan SIAK, warga negara tang tak mengetahui atau lupa akan tanggal lahirnya, akan ditulis lahir pada 1 Juli.

"Bila dia tidak ingat tanggal, tapi ingat bulannya, maka ditulis tanggal 15 dengan bulan lahir yang dia ingat," papar Zudan.

Kebijakan tersebut kemudian diperkuat kembali menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

"Dengan demikian, kita sekarang bisa mengetahui mengapa banyak orang Indonesia bertanggal lahir 1 Juli, 31 Desember atau tanggal 15 ya," ujar Zudan. (bob/Tribunjatim.com)

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved