Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kasus Isu Kiamat, Polres Ponorogo Bentuk Tim Khusus, Cari Warga yang Ajak 52 Orang ke Malang

Kasus Isu Kiamat, Polres Ponorogo Bentuk Tim Khusus, Cari Keberadaan Warga yang Ajak 52 Orang ke Malang.

Penulis: Rahadian Bagus | Editor: Sudarma Adi
SURYA/RAHADIAN BAGUS
Rumah Katimun di RT5/RW 01 di Dusun Krajan, Desa Watu Bonang, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo 

TRIBUNJATIM.COM, PONOROGO - Polres Ponorogo membentuk tim khusus guna menangani kasus isu kiamat yang diduga menjadi penyebab 52 warga Desa Watu Bonang, Kecamatan Badegan, Ponorogo, pindah secara tiba-tiba ke Pondok Pesantren Miftahul Falahil Mubtadin, Malang.

Tim khusus yang beranggotakan satuan reserse dan kriminal, dan satuan intelkam diterjunkan untuk mencari keberadaan Katimun yang tidak diketahui setelah pindah ke Kabupaten Malang.

Sebab, warga RT5/RW 01 Dusun Krajan, Desa Watu Bonang ini diduga sebagai orang yang mengajak 52 warga pindah ke Malang karena isu kiamat.

Isu Kiamat, Begini Doktrin Kepada 52 Warga Ponorogo, Sehingga Mereka Pindah ke Malang

Isu Kiamat, Begini Kondisi Pondok Pesantren di Kasembon yang Dijadikan Tempat Singgah Warga Ponorogo

"Kami membentuk tim untuk mencari keberadaan Katimun untuk diperiksa terkait kepindahan 52 warga ke Malang," kata Kapolres Ponorogo AKBP Radiant, saat dihubungi, Kamis (14/3/2019) siang.

Dia menuturkan, Polres Ponorogo sudah berkoordinasi dengan Polres Malang untuk mencari keberadaan Katimun.

Warga Dermosari Minta Jalan Alternatif ke Ponorogo Segera Digarap untuk Angkat Potensi Wisata Desa

Sebab, pasca viralnya kabar 52 warga Ponorogo yang pindah ke Malang, keberadaan Katimun tidak diketahui.

Polisi ingin memeriksa Katimun untuk mengetahui motif kepergian 52 warga Desa Watu Bonang ke Dusun Pulosari, Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang.

Serta mengetahui, apa saja yang disampaikan kepada pengikutnya, sehingga mau pindah ke Malang.

"Keterangan Katimun diperlukan agar bisa mengetahui apa yang dia lakukan sehingga 52 warga mau pindah ke Malang. Siapa tahu, Katimun mengambil keuntungan," kata Radiant.

Selain Katimun, polisi juga akan meminta keterangan warga yang pindah dan menjual rumah beserta tanah mereka.

Pemeriksaan terhadap warga ini, untuk mengetahui penggunaan uang hasil penjualan rumah dan tanah.

Radiant menambahkan, saat ini polres sudah berkoordinasi dengan Bupati Ponorogo, Ipong Muchlissoni, Forkompimda bersama tokoh agama dan MUI untuk menyikapi persoalan kasus di Desa Watu Bonang.

Polisi bersama TNI, tokoh agama dan MUI akan turun ke desa untuk melakukan pembinaan terhadap warga setempat.

Sementara itu, menurut Kepala Desa Watu Bonang, Bowo Susetyo, pengikut ajaran thoriqoh Musa AS ternyata sudah menyebar ke sejumlah kecamatan lain di Ponorogo, bahkan hingga Wonogiri, Jawa Tengah.

Bowo mengatakan, setiap selasa dan jumat, biasa digelar pengajian di rumah warga bernama Katimun yang berlokasi RT5/RW 01 di Dusun Krajan, Desa Watu Bonang, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo.

Jumlah pengikut kegiatan pengajian, sekitar 300 orang.

Pada pengikut thoriqoh Musa ini tidak hanya warga Kecamatan Badegan, tetapi juga ada yang dari Kecamatan Jambon, Kauman, Balong, bahkan ada beberapa warga dari Kecamatan Kismantoro, Kabupaten Wonogiri.

"Mereka biasanya sering mengikuti kegiatan pengajian di rumah Katimun di Desa Watubonang. Kegiatan pengajian di rumah itu dilaksanakan dua kali seminggu," jelas dia, Rabu (13/3/2019) malam.

Sementara itu, tetangga Katimun, Maskur (40) dan Ngatini (38) mengaku tidak tahu keberadaan Katimun.

"Nggak tahu pergi ke mana, saya bukan asli sini, saya perantauan, orang Wonogiri. Istri yang orang sini," kata Maskur, saat ditemui, Rabu (14/3/2019) sore.

Senada dikatakan suaminya, Ngatini (38) juga mengaku tidak tahu keberadaan tetangganya. Namun ia membenarkan, bahwa Katimun tinggal bersama anak dan istrinya di rumah tersebut.

"Niku wangsul malih (itu pulang lagi), kadang satu dua hari pulang. Ngga tahu perginya ke mana," katanya.

Ibu dua anak ini mengatkan, di depan rumah Katimun terdapat surau atau mushola dari bambu dan kayu yang dipakai untuk pengajian. Biasanya, yang mengaji di tempat itu adalah anak-anak.

"Ya dipakai ngaji biasa, ngaji iqro anak-anak," kata Ngatini.

Hal yang sama juga dikatakan Ruminah (35) yang rumahnya hanya berjarak sekitar lima meter dari rumah Katimun.

"Saya memang tetangganya, tapi saya nggak tahu," katanya.

Ibu dua anak ini mengatakan, dulu anaknya memang pernah ikut ngaji belajar iqro di tempat Katimun, namun saat ini sudah tidak lagi.

"Dulu anak saya pernah ikut ngaji, tapi sekarang sudah tidak," katanya.

Pantauan di lokasi, surau yang berdinding bambu dan kayu di depan rumah Katimun tampak sepi. Begitu juga rumah Katimun.

Di depan rumah Katimun terdapat beberapa gambar pria bersurban, bertuliskan Kyai Agus Muhammad Romli Sholeh yang ditempel di tembok dan jendela rumah.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved