1 Tahun Bom Surabaya
Cerita Polisi Pengadang Motor Pelaku Bom Surabaya, Dikira Temannya Sudah Mati Karena Satu Hal
Briptu Ahmad Muaffan adalah penghadang motor milik teroris di Surabaya. Tubuhnya saat itu sampai bersimbah darah.
Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Januar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Nur Ika Anisa
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Briptu Ahmad Muaffan Alaufa, korban terluka akibat menghadang motor pelaku hingga terkena serpihan ledakan bom yang terjadi di Polrestabes Surabaya, Senin (14/5/2019).
Muaffan terluka di bagian kepala, gigi dan telinga akibat ledakan bom dari para pelaku berkendara motor yang akan masuk ke Polrestabes Surabaya.
Hitungan detik, Muaffan yang berada di depan motor pelaku terpental.
"Teman-teman saya menganggap saya sudah tidak ada, tidak selamat saat itu (meninggal) soalnya saya sudah tidak ada gerakan saat itu," kata Muaffan.
• Kerap Berebut Tempat Tidur, Sosok Daniel Korban Serangan Bom Surabaya Sulit Dilupakan Sang kakak
Polisi asal Blitar itu sempat tak sadarkan diri setelah menghadang motor pelaku.
Tubuhnya jatuh di antara motor dan jenazah pelaku yang tewas saat ledakan.
"Saya bingung waktu saya sadar beberapa menit. Saya ingatnya berdiri tapi kok tergeletak dan banyak darah," kata Muaffan saat ditemui di Satuan Tahti Polrestabes Surabaya, Sabtu (11/5/2019).
Polisi yang berdinas selama tiga tahun di Polrestabes Surabaya ini mengaku, kembali tak sadar diri saat dibopong beberapa anggota polisi untuk dievakuasi ke ambulance.
• Satu Tahun Peristiwa Serangan Bom Surabaya, GKI Diponegoro Pilih Tak Lakukan Peringatan Khusus
"Saya sadar di ambulance. Saya sempat bingung lagi, kok badan saya penuh darah, penuh serpihan daging. Di depan saya ada AS, saat itu saya belum sadar kalau itu anak tersangka yang selamat. Dia merengek nangis di depan saya," kata Affan.
"Saya pikir badan saya yang hancur, penuh darah. Ternyata itu darah tersangka," kata Affan.
Muaffan mendapatkan perawatan di RS Bhayangkara Polda Jawa Timur.
Dia mendapat pengobatan luka-luka dan pemulihan kondisi traumatik dari ledakan bom Surabaya.
• Jemaat Gereja Santa Maria Tak Bercela Maknai Peringatan Bom Jadi Peristiwa Iman yang Perlu Diingat
"Gigi depan saya dua hancur, kepala bagian belakang dapat empat jahitan. Gendang telinga saya pecah dan telinga sebelah kiri bengkak" kata Affan.
Briptu Ahmad Muaffan Alaufa Masih Rasakan Dengung pada Telinganya
Pasca satu tahun peristiwa bom Surabaya, Briptu Ahmad Muaffan Alaufa mengaku masih kerap merasakan dengung pada telinganya.
Polisi yang menjadi korban saat peristiwa bom di Polrestabes Surabaya ini mengalami luka di bagian telinga, gigi dan kepala bagian belakang.
"Gigi depan saya hancur dua, kepala bagian belakang dapat empat jahitan. Gendang telinga saya pecah dan telinga sebelah kiri bengkak," kata Briptu Muaffan, Sabtu (11/5/2019).
Pria kelahiran Blitar, 2 Agustus 1994 ini mengaku, paska satu tahun peristiwa bom Surabaya ia masih kerap merasakan dengung pada telinganya.
Terutama saat dirinya kedinginan.
"Telinga kalau kondisi dingin agak mendengung, (rasanya) pecah," kata Muaffan.
Polisi yang akrab disapa Affan ini mengaku telah mendapat perawatan untuk penyembuhan luka maupun pemulihan psikis dari kejadian tersebut.
"Kalau trauma Alhamdulillah banyak dapat dari elemen LSM memberi bantuan pemulihan traumatik saya. Alhamdulillah nilai traumatik saya masih rendah karena saat kejadian saya tidak lihat karena hitungan detik (ledakan bom) saya pingsan," katanya.
Dari kejadian tersebut, Muaffan bersyukur dirinya masih terselamatkan diantara kekhawatiran rekan-rekannya.
Sebab, Muaffan yang saat itu menjaga portal gerbang Polrestabes sempat menghadang langsung motor pelaku hingga akhirnya bom meledak.
"Ini resiko kerjaan kita dan saya sangat bersyukur masih diberi kesempatan hidup. Allah masih memberi kesempatan," ujar Affan.
"Kalau tidak dihadang di depan, justru menuju kantor SPKT yang banyak pelayanan, banyak orang yang akan kena imbas," tambahnya.
Muaffan berharap, pada peringatan satu tahun peristiwa bom Surabaya tersebut kejadian serupa tidak lagi terulang.
"Saya berharap Surabaya lebih aman, tidak ada kejadian itu lagi. Cukup terakhir dan masyarakat Surabaya tidak perlu trauma," pungkasnya.