Kilas Balik
Kemarahan Soekarno Saat Soeharto Langgar Perintahnya, Suasana Berubah Tegang, Cikal Bakal Kudeta?
Inilah kemarahan Soekarno kepada Soeharto saat perintahnya terang-terangan dilanggar. Benarkah ini cikal bakal kudeta yang dilakukan Soeharto?
Penulis: Januar AS | Editor: Melia Luthfi Husnika
TRIBUNJATIM.COM - Soekarno ternyata pernah marah besar kepada Soeharto.
Kemarahan Soekarno pada Soeharto itu terjadi pada pertengagan dekade 60-an, karena perintahnya terang-terangan dilanggar.
Tepatnya, Soekarno marah pada Soeharto sekitar peristiwa G30S/PKI.
Pada 1 Oktober 1965, Jakarta tengah dicekam aksi G/30/S/PKI, sekitar pukul 09.00 WIB, para pengawal membawa Soekarno ke Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta Timur.
• Emosi Soekarno Meledak Saat Diperlakukan Tak Etis di Gedung Putih, Presiden Amerika Sampai Ketakutan
Seperti dikutip dari buku Sewindu Dekat Bung Karno, Bambang Widjanarko, PT Gramedia, 1988
Para pengawal itu terdiri dari sejumlah personel Cakrabirawa berpakaian preman yang dipimpin Kolonel Malwi Saelan, serta sejumlah polisi anggota Datasemen Kawal Pribadi (DKP) dipimpin Kompol Mangil.
Tujuan mereka membawa Soekarno ke Lanud Halim merupakan prosedur penyelamatan standar, karena dari Lanud Halim Soekarno bisa terbang ke mana saja menggunakan pesawat kepresidenan Jet Star.
Soekarno tiba di gedung markas Komando Operasi (Koops) dengan ditemani Jaksa Agung Muda Sunario, Brigadir Polisi EW Lasut Zulkifli Ibrahim, dan para staf lainnya.
• Pengakuan Ajudan Soal Sorot Mata Kartosoewiryo Kala Dieksekusi Mati, Bikin Soekarno Langsung Berdoa
Di dalam gedung Koops, Soekarno bertemu dengan KASAU Marsekal Oemar Dhani dan Komodor Leo Watimena.
Tujuan utama Soekarno sebenarnya ingin mengetahui kejadian sebenarnya di Jakarta pada 1 Oktober 1965 dan melakukan koordinasi.
Tapi dari sejumlah penjelasan yang diberikan Oemar Dani dan sejumlah komandan pasukan yang ditemuinya, Soekarno merasa belum mendapatkan penjelasan yang memuaskan.
Demi mendapatkan informasi yang akurat, Soekarno lalu memerintahkan Kombes Polisi Sumirat untuk memanggil semua Panglima Angkatan.
Sumirat lantas pergi keluar Lanud Halim dengan mengendarai jip
Sekitar pukul 11.30 WIB sambil menunggu informasi, Soekarno beristirahat di rumah Komodor Susanto yang merupakan pilot pesawat kepresidenan.
Tidak berapa lama kemudian datang Sumirat, melaporkan bahwa semua Panglima Angkatan sudah dihubungi dan menyatakan siap menghadap Soekarno kecuali Pangdam V Jaya Umar Wirahadikusuma.
Saat ditemui Sumirat, Wirahadikusuma sedang di markas Kostrad dan tengah bersama Pangkostrad Mayjen Soeharto.
Soeharto ternyata melarang Wirahadikusuma menghadap Soekarno
Waktu itu bilang, “Sampaikan kepada Bapak Presiden, mohon maaf Pangdam V Jaya tidak dapat menghadap dan karena saat ini Panglima AD (Achmad Yani) tidak ada di tempat, harap semua instruksi untuk AD disampaikan melalui saya, Panglima Kostrad.”
Ketika mendengar informasi itu, Soekarno tampak tidak senang.
Meskipun secara garis komando, ketika KASAD tidak ada di tempat maka Pangkostrad secara otomatis boleh mengambil alih garis komando, tapi perintah presiden sebagai Panglima Tertinggi tetap harus dipatuhi.
Para Panglima Angkatan yang hari itu hadir menghadap Soekarno antara lain Marsekal Oemar Dani, Laksamana Martadinata, Jenderal Sutjipto Judodihardjo, Jenderal Sutardhio, Leimena, dan Brigjen Sabur.
Jika diamati, suasana di sekitar rumah dinas Komodor Udara Susanto saat itu malah tampak santai dan sama sekali tidak mencerminkan suasana ketegangan.
Tapi suasana betul-betul berubah tegang ketika tepat pukul 12.00 WIB, dari radio transmitter yang dipinjamkan oleh Komodor Susanto terdengar pengumuman Letkol Untung, salah satu dalang dari aksi G30S/PKI, mengenai Dewan Revolusi dan pembubaran kabinet.
Itu berarti telah terjadi kudeta. Brigjen Sabur pun segera membawa radio transmitter itu dan ditunjukkan pada Soekarno.
Soekarno sangat terkejut dan segera menyadari telah terjadi masalah serius, serta genting bagi bangsa dan negaranya.
Setelah diadakan rapat di rumah Komodor Susanto, Soekarno memutuskan mengangkat Jenderal Pranoto Reksosamudro sebagai caretaker Menteri/Panglima AD menggantikan posisi Ahmad Yani yang belum jelas nasibnya.
Lewat pukul 17.00 WIb, ajudan Soekarno, Kolonel Bambang Widjanarko, diperintahkan memanggil Jenderal Pranoto.
Tapi Jenderal Pranoto yang sudah berada di markas Kostrad ternyata dilarang juga oleh Soeharto untuk menghadap Soekarno.
Soeharto bahkan menegaskan semua instruksi mengenai Angkatan Darat dari Soekarno Karno harap disampaikan kepada Soeharto.
Mendengar laporan Bambang, Soekarno tampak sangat kecewa dan marah sekali.
Ia menjadi bingung, pasalnya Letkol Untung baru saja mengkudeta kabinetnya, dan pada saat yang sama Soeharto juga secara terang-terangan berani membangkang instruksinya.
Namun karena pasukan TNI AD mulai memasuki Halim, Soekarno kemudian terpaksa “diungsikan” ke Istana Bogor.
Tapi justru ketika berada di Istana Bogor itulah, Soeharto yang sudah memiliki segudang pengalaman tempur, secara perlahan berhasil “mengambil alih” perintah Soekarno
Soeharto mengambil alih aksi penumpasan G30S/PKI, dan tiga tahun kemudian menggantikan posisi Soekarno sebagai Presiden RI.