Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Tambang Pasir Ilegal Bikin DAS Brantas Turun 9 Meter, Pondasi Jembatan Ngujang Tulungagung Terkikis

Tambang Pasir Ilegal di Tulungagung Bikin DAS Brantas Turun 9 Meter, Pondasi Jembatan Ngujang 1 Terkikis dan Terancam Ambruk.

Penulis: David Yohanes | Editor: Sudarma Adi
SURYA/DAVID YOHANES
Petugas memasang papan larangan penambangan pasir di Sungai Brantas, Jumat (14/6/2019). Pemasangan dilakukan di beberapa titik di Kecamatan Ngantru, dan Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung. 

TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Sejak lama mesin-mesin menyedot pasir beroperasi di Sungai Brantas Kabupaten Tulungagung.

Tidak ada yang bisa memastikan jumlahnya, karena titik penyedotan selalu berpindah-pindah.

Ada yang menyebut puluhan, bahkan ada juga yang menyebut ada ratusan titik penyedotan.

Penambangan Pasir Ilegal di Tulungagung Timbulkan Kerusakan Parah, Aparat Pasang Papan Larangan

Koordinator Warga Minta Penegak Hukum Mengusut Dugaan Pungli PTSL di Desa Sambirobyong Tulungagung

Kantor Pertanahan Masih Cari Solusi Kisruh Penerbitan Sertifikat PTSL Desa Sambirobyong Tulungagung

Kepala Sub Disvisi I/3 Perum Jasa Tirta I Wonorejo, Hadi Witoyo membantah ada pembiaran, sehingga penambang ilegal ini bebas beraksi di Sungai Brantas.

“Kami selaku pengelola memang tidak punya kekuatan untuk penertiban. Kami harus koordinasi dengan Satpol PP selalu penegak Perda dan Polisi,” terang Hadi, Jumat (14/6/2019).

Diakui Hadi, penambangan pasir ilegal di sepanjang aliran Sungai Brantas terjadi dari Kademangan Kabupaten Blitar, hingga hilir Brantas.

Pengoperasian mesin penyedot pasir tanpa kontrol ini menyebab kerusakan daerah aliran sungai (DAS) Brantas yang sangat parah.

Hadi menyebut, terjadi penurunan dasar sungai brantas antara 6 meter hingga 9 meter.

“Penurunan dasar sungai itu kami simpulkan karena penyedotan pasir secara ilegal,” sambung Hadi.

Perum Jasa Tirta telah berusaha mengembalikan kedangkalan Sungai Brantas, salah satunya lewat penggelontoran (flushing) Bendungan Wlingi dan Bendungan Lodoyo Blitar.

Material endapan bendungan diharapkan bisa menutup dasar Sungai Brantas, hingga mencapai kedangkalan sebelumnya.

Namun upaya ini tidak banyak membantu.

“Karena yang disedot ternyata lebih besar dibanding material endapan saat flushing,” papar Hadi.

Dampak penurunan dasar sungai ini, maka arus di Sungai Brantas menjadi sangat deras.

Di beberapa titik bahkan berubah menjadi palung yang sangat dalam.

Derasnya aliran Sungai Brantas ini memicu pengikisan yang massif.

Salah satu korbannya adalah pondasi Jembatan Ngujang 1.

Karena terkikis, pondasi jembatan ini menggantung dan harus dipasang pemecah arus di sisi timur.

“Kalau itu sampai ambruk, berapa kerugiannya. Bukan hanya nilai jembatannya, dampaknya juga sangat mahal,” ujar Hadi.

Selain itu penyedotan pasir juga menimbulkan longsor di tebing sungai, sekitar 200 meter dari jembatan Ngujang satu.

Longsor ini bergerak mendekati ruas jalan Tulungagung-Blitar, hingga jarak antara sungai dan jalan tersisa sekitar 10 meter.

Dari hitungan Hadi, setiap hari rata-rata ada sekitar 100 truk pengangkut pasir yang beroperasi.

Jika satu truk memuat 5 meter kubik pasir, dan beroperasi 3 rit, maka setiap hari ada 1500 meter kubik pasir yang diangkut dari Brantas.

Jika satu truk pasir diharga Rp 750.000 hingga sampai rumah, maka perputaran uang per hari mencapai Rp 1,125 miliar.

“Kami tidak menghitung nominalnya, tapi bagaiman Brantas terjaga kelestarianya. Karena sungai ini adalah aset nasional,” pungkas Hadi.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved