Kilas Balik
Benny Moerdani Siapkan 17 Peti Mati untuk Kopassus Saat Misi Lumpuhkan Teroris, Akhirnya Tak Terduga
Inilah kisah saat Benny Moerdani siapkan 17 peti mati saat Kopassus lakukan misi lumpuhkan teroris yang membajak pesawat DC-9 Woyla.
Penulis: Ani Susanti | Editor: Adi Sasono
Dalam aksi kilat tiga menit tersebut Calon Perwira Achmad Kirang juga mesti gugur mengorbankan nyawanya demi keselamatan para penumpang.
• Penyesalan Soeharto Tak Dengarkan Benny Moerdani, Nangis Sebelum Sang Jenderal TNI Wafat: Kamu Benar
Sedangkan pilot pesawat Garuda Kapten Herman Rante meninggal di Rumah Sakit di Bangkok beberapa hari setelah kejadian tersebut.
Kedua korban peristiwa terorisme ini kemudian dimakamkan di TMP Kalibata.
Usai operasi yang mencengangkan dunia tersebut para anggota yang terlibat dianugerahi Bintang Sakti dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat.
Kecuali Achmad Kirang yang gugur di dalam operasi terebut dinaikkan pangkatnya dua tingkat secara anumerta.
• Cara Cerdas Benny Moerdani yang Berhasil Serbu Pekanbaru Bersama 5 Orang, Hanya Hitungan Menit
Operasi pembebasan sandera DC-9 Woyla mengangkat nama Kopassus TNI AD ke jajaran pasukan elite dunia.
Tak ada satu pun sandera yang terluka dalam misi ini.
Lima orang pembajak berhasil ditembak mati.
Keseluruhan operasi tanggal 31 Maret 1981 ini hanya berlangsung tiga menit.
Keberhasilan ini membuat dunia tercengang.
• Kisah Pramugari Cantik Jadi Istri Prajurit RPKAD, Benny Moerdani Sering Hilang Demi Misi Rahasia
Mereka tak menyangka pasukan Indonesia bisa melakukan operasi khusus yang selama ini baru dilakukan militer negara maju.
Belakangan terungkap, tak cuma negara lain yang ragu dengan peluang keberhasilan operasi.
Bahkan Kepala Operasi Letjen Benny Moerdani pun memperkirakan keberhasilan timnya hanya 50:50.
Benny Moerfani ternyata menyiapkan 17 peti mati dalam operasi itu.
Hal itu sesuai dengan perkiraan Benny Moerdani, bahwa bakal jatuh banyak korban dalam misi pembebasan sandera.
Perkiraan yang ternyata meleset karena usai operasi hanya dibutuhkan lima peti jenazah, itupun diperuntukkan bagi para pelaku teror.
Dikutip dari buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando yang ditulis Hendro Subroto dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2009.
Artikel TribunJambi.