Mantan Ketua KPK, Busyro Muqoddas Akui Ada Kelompok Taliban dalam KPK
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) era 2010-2011, Busyro Muqoddas mengakui ada istilah Taliban di internal KPK saat dirinya menjadi Ketua KPK
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Yoni Iskandar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Sofyan Arif Candra Sakti
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) era 2010-2011, Busyro Muqoddas mengakui ada istilah Taliban di internal KPK saat dirinya menjadi Ketua KPK di era itu.
Busyro Muqoddas menjelaskan kelompok Taliban yang dimaksud adalah sejumlah penyidik tetap KPK yang merupakan mantan anggota Polri salah satunya adalah Novel Baswedan.
Namun begitu pria kelahiran Yogyakarta ini menegaskan, kelompok tersebut tidak ada hubungannya dengan suatu paham agama atau kepercayaan radikal yang selama ini dihembuskan oleh pihak tertentu.
Istilah Taliban melekat pada kelompok tersebut karena dikenal militan dalam pemberantasan korupsi. Bahkan mereka rela meninggalkan keanggotaan Polri nya agar bisa menjadi penyidik tetap KPK.
"Mimpi mereka menjadi jenderal dicopot untuk menjadi pengabdi KPK dan mereka semua militan makanya saat saya masuk sudah ada istilah Taliban, saya juga heran kenapa istilahnya Taliban, tapi mereka menjelaskan ini tidak ada konotasinya dengan agama tapi Taliban itu menggambarkan betapa militansinya Penyidik di KPK," ucap Busyro, Sabtu (14/9/2019).
• Soal Revisi UU KPK, Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas Kritik Pegawai KPK Harus ASN
• Istri Nurul Ghufron Awalnya Keberatan Sang Suami Ikut Seleksi Capim KPK
• Coretan Vandalisme di Dinding Underpass Karanglo Mulai Dibersihkan
Anggota dari kelompok Taliban tersebut, lanjut Busyro juga mempunyai latar belakang keagamaan yang berbeda diantaranya Kristen, Hindu dan juga Islam.
"Sekarang istrilah taliban itu kemudian dipolitisasi yang ada indikasi perintahnya berasal dari istana dan dikembangkan oleh Pansel KPK," ucapnya.
Ketua PP Muhammadiyah ini juga menilai Tim Pansel KPK yang dibentuk oleh Presiden Jokowi seperti kehilangan akal saat melakukan seleksi pada tahapan psikotes.
"Baru kali ini pansel itu seperti kurang kerjaan seperti tidak mempunyai konsep padahal ada tiga guru besar. Masa psikotesnya menggunakan isu isu radikalisme, pertanyaan nya itu seperti anak SMP," tutupnya.