Jumlah MBR Surabaya Meningkat, Pemkot Sebut Akibat Kesalahan Sistem BPJS: 'Data Tak Sinkron'
Kepala Bappeko Surabaya, Eri Cahyadi menyebut tidak mungkin jumlah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Surabaya meningkat banyak tiap tahunnya.
Penulis: Delya Octovie | Editor: Arie Noer Rachmawati
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Eri Cahyadi menyebut tidak mungkin jumlah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Surabaya meningkat banyak tiap tahunnya.
Menurut Eri Cahyadi, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kerap memberikan bantuan bagi para MBR, termasuk mencarikan kerja.
Sehingga, seharusnya angka MBR tidak meningkat.
Ia memperkirakan pelonjakan angka ini akibat data yang tidak sinkron antara Pemkot Surabaya dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
• Dampak Tunggakan BPJS Kesehatan Sebabkan Pembayaran Kantong Darah Rumah Sakit Nunggak 4 Bulan di PMI
"Data MBR tidak sinkron antara pemkot dan BPJS. MBR di Surabaya yang tercatat 799.540 jiwa, itu terdiri dari 325.226 KK," kata Eri Cahyadi ketika ditemui di kantornya, Rabu (16/10/2019).
Namun, lanjutnya, data MBR tersebut membengkak karena sistem BPJS yang mengharuskan seluruh anggota keluarga pemilik BPJS didaftarkan sebagai MBR.
Hasil temuan Bappeko, dari 799.540 jiwa, terdapat 91.617 KK yang tegolong mampu.
Sedangkan yang tidak ditemukan datanya ada 29.262 KK.
Selain membengkak, sistem tersebut juga memungkinkan keluarga yang sebenarnya mampu, justru terdaftar sebagai MBR.
• BPJS Kesehatan Disomasi Komunitas dan Para Pemerhati ODGJ, Semua Bermula dari Potret Joker
Padahal, sebagai gambaran, pemkot memberikan BPJS sebagai reward untuk beberapa kelompok seperti kader-kader kampung, takmir masjid dan tukang tambal ban.
"Yang jadi masalah ketika kader dimasukkan. Sebenarnya BPJS itu kan hanya reward bagi mereka. Tapi ketika masuk, mereka masuk sebagai PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang kategori pendapatannya kurang dari Rp 400.000. Tapi, BPJS bilang tidak bisa kalau hanya satu orang yang masuk, harus seluruh KK yang masuk," terangnya.
Untuk mengurangi angka MBR, Eri Cahyadi menyebut pemkot sudah memiliki jurus-jurus tersendiri.
Yang pertama adalah pemkot akan menelisik KK yang masuk MBR, mencari anggota keluarga yang usianya produktif.
• Utang BPJS Kesehatan Jatim ke Rumah Sakit Capai Rp 2,7 T, Pemerintah Diminta Cairkan Dana Talangan
Bila orangtua ataupun anak dianggap masih bisa bekerja, pemkot bisa mengarahkan mereka untuk bekerja di berbagai bidang, termasuk sebagai satgas.
Selain itu, Eri Cahyadi juga telah melakukan tanda tangan MoU dengan hampir seluruh hotel di Surabaya, yang isinya menekankan di hotel-hotel tersebut, pekerjanya harus 40 persen orang Surabaya.
Maka dari itu, bila dalam sebuah keluarga MBR ada ibu yang masih produktif, bisa dikumpulkan di kelurahan-kelurahan untuk memproduksi sandal hotel.
"Surabaya kok naik terus ya MBR-nya? Harusnya ya tidak. Kami juga sudah ngomong ke BPJS bahwa ini reward (bagi kelompok pilihan pemkot), jangan diambil se anak-anaknya. Harus tetap sasaran. Logikanya, tidak mungkin MBR Surabaya menambah terus karena tiap tahun kami selalu melakukan upaya-upaya," tegasnya.
Kini, pihaknya tengah menjadikan satu data MBR di berbagai dinas supaya mudah untuk melakukan cross check dengan BPJS.
"Supaya clear, tidak ada lagi dusta di antara kita," tutupnya. (Surya/Delya Oktovie)
• Rencana Kenaikan Tarif BPJS Disebut Dirut RSUD Dr Soetomo Tak Cukup Solutif, Harus Ada Re-Skema