Cerita Sukses Usaha 'Nasi Cimol' Kota Batu, Owner Tidak Punya Hutang
Isna Hidayati Efendi bersama suaminya membuktikan, modal besar bukan jadi keharusan untuk memulai sebuah usaha di Kota Batu
Penulis: Benni Indo | Editor: Anugrah Fitra Nurani
TRIBUNJATIM.COM, BATU – Untuk memulai usaha, tidak harus memiliki modal besar. Menggerakan usaha haruslah dengan kerja keras dan inovasi.
Seperti yang dilakukan Isna Hidayati Efendi dan suaminya, Angga Dwi Cahyono. Keduanya bekerja keras memperkenalkan produknya Nasi Cimol kepada masyarakat.
Dengan modal kurang dari Rp 500 ribu dan tanpa hutang, pasangan suami istri itu mendapatkan omset Rp 60 juta hingga Rp 80 juta per bulan.
Adapun satu kunci sukses usahanya yang dimulai sejak pertengahan 2015, Yakni tidak memiliki hutang sama sekali.
(Ada 30 Pelaku Usaha & 28 Booth dari Jatim Ikut Start Up Festival 2019 di Grand City Surabaya)
“Alhamdulillah, tidak ada hutang, jadi tidak ada beban,” ujar Isna saat ditemui di rumahnya, Jalan Wukir, Kelurahan Temas, No 172 C, Kota Batu.
Isna menceritakan sejak awal mula ia memulai usahanya kepada Surya. Awalnya, ia berbisnis jilbab.'
Alumnus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini menghadapi banyak tantangan berbisnis jilbab.
Mulai dari ilmu yang kurang, kebutuhan biaya yang banyak hingga pemasarannya.
Kemudian, ada seorang teman yang datang ke rumahnya. Isna mendapat tantangan dari temannya itu untuk menjual menu nasi dalam kemasan praktis.
Nasi dalam kemasan yang mudah untuk dibawa dan nyaman dimakan.
Mendengar tantangan itu, Isna pun mulai mencoba.
“Ya sudah, akhirnya saya beli nasi burger. Tapi kalau produk sendiri agar berbeda dengan produk lain, kan harus inovasi,” ujar perempuan asal Lumajang ini.
(Profil UMKM: Berhenti Ngantor demi Anak, Sri Suhartatik Raup Rp 5 Juta dari Jasa Rias Pengantin)
Setelah beli serta memperhatikan produk lainnya, Isna mulai tertarik. Ia pun memutuskan mendesain produknya untuk kebutuhan sarapan pagi.
“Aku memang inginnya untuk pagi. Nah, orang kan selalu mencari yang praktis. Saya belajar dari produk sebelumnya," ucap Isna.
"Saya amati apa yang kurang. Ternyata produk yang lain itu itu nasinya sedikit, daging sedikit, jadi tidak kenyang,” paparnya.
Isna pun berinovasi. Ia mulai menambahkan porsi nasi dengan tujuan agar konsumen kenyang.
Ia juga menambahkan sayuran dalam produknya. Modalnya tidak banyak, kurang dari Rp 500 ribu.
Ia membeli bahan secukupnya untuk membuat produk yang dia sebut Nasi Cimol ini.
Untuk menghemat biaya produksi, Isna memanfaatkan tetangganya yang lihai memasak. Pasalnya, Isna tidak memiliki peralatan yang lengkap untuk memasak.
Awalnya hanya satu orang tetangga, kini sudah ada empat orang tetangganya yang ia pekerjakan.
Tidak sekadar memasak, tetangga yang dipekerjakan itu juga melakukan pengemasan.
(Rayakan Hari Santri Nasional, Pemkot Malang Gelar Bazar Wisata Halal Sajikan Olahan Produk UMKM)
“Jadi alhamdulillah bisa memberdayakan ibu-ibu tetangga sendiri. Kebetulan ada yang baru saja di PHK dari sebuah warung makan. Jadi dia pintar masak,” ungkapnya.
Mengawali pemasaran produknya, Isna datang ke Car Free Day (CFD) Kota Batu pada pertengahan 2015.
Di sana ia menjajakan produknya. Memang tidak langsung laris begitu saja. Butuh waktu dan kesabaran agar produknya dikenal banyak orang.
Hari-hari awal menjual produknya, Isna dan Angga tidak memproduksi banyak.
“Dulu itu, bawa 20 saja tidak semuanya terjual. Selalu ada sisa,” kenangnya.
Jualannya seminggu sekali saja, yakni saat Car Free Day (CFD). Itu pun tidak selalu berjalan mulus.
Pernah suatu kali racikan bumbunya tidak sesuai sehingga Nasi Cimol rasanya terlalu asin.
Meskipun tidak seluruhnya terasa asin, namun Isna terpaksa harus menarik kembali produknya.
“Karena ini soal kualitas. Akhirnya kami bagikan kepada orang-orang secara gratis. Hitung-hitung juga bagian dari promosi. Ada yang ketakutan mendapat Nasi Cimol karena belum tahu,” terangnya.
Perlahan namun pasti, Nasi Cimol mulai mendapatkan pelanggan. Mulai dari anak-anak hingga orang tua.
Bahkan, konsumen sudah mengantri terlebih dahulu sebelum Isna dan Angga tiba di lokasi.
Dengan semakin banyaknya pelanggan, Isna memutuskan untuk menjual produknya setiap hari.
(Rayakan Hari Santri Nasional, Pemkot Malang Gelar Bazar Wisata Halal Sajikan Olahan Produk UMKM)
Harganya Rp 6000 per porsi. Lebih murah dari produk lainnya yang rata-rata mematok harga Rp 8000.
Isna juga menitipkan produknya ke beberapa sekolah yang ada di Kota Batu. Meskipun sejak awal ditolak di beberapa kantin sekolah, namun kini produknya banyak digemari.
Dengan cara itu, biaya produksi yang dikeluarkan tidak terlalu banyak.
Uang hasil keuntungan kemudian dimasukkan lagi ke dalam anggaran modal untuk menggerakkan usaha.
Itulah sebabnya hingga saat ini ia tidak memiliki hutang.
Menjelang akhir 2015, konsumennya semakin banyak. Produknya laku keras di pasaran. Isna pun membuka jaringan ke ibu-ibu yang rumahnya di pinggir jalan.
“Saya terus kerja sama dengan ibu-ibu yang berminat punya tempat di pinggir jalan. Akhirnya ada gerai-gerai kecil. Dengan begitu, sudah ada tempat sudah dan tenaga. Bagi hasilnya 10 persen. Namun risiko tetap pada kami,” jelasnya.
Kini sudah ada 9 gerai yang bekerjasama dengan Isna. Selain itu juga ada enam mitra sekolah dan seorang karyawan yang berjualan keliling.
Kini, dalam sehari bisa sampai puluhan porsi terjual. Di sekolah-sekolah, bahkan pernah sampai 80 bungkus terjual dalam sehari. Dalam dua bulan terakhir, Isna bisa memproduksi hingga 500 bungkus.
(Dukung Pengembangan Kualitas Produk Khas Jatim, Universitas Surabaya Siap Jadi UMKM Center)
“Kelemahan kami saat libur sekolah, paling sedikit sekali malah saat puasa. Namun produk kami sering dipesan ketika upacara, karnaval, outing class, bekal rekreasi, atau saat program nutrisi di sekolah,” terangnya.
Isna sendiri merupakan lulusan sarjana pendidikan Agama Islam atau Tarbiyah dari UMM. Meski begitu, ia sedari awal mememang memiliki keinginan untuk menjdi pengusaha.
“Saya tetap ingin jadi guru, tapi saya ingin besar dulu. Kalau aku sudah besar, bebas finansial, saya tetap akan ngajar tanpa harus memikirkan besaran gaji. Kita tahu sendiri, gaji guru seperti apa,” terang mantan aktivis pers kampus Bestari ini.
Isna mengajak, agar setiap rencana usaha harus segera dieksekusi. Berdasar pengalamannya, dengan modal yang kecil pun bisa.
Isna telah menjalankan usahanya tanpa hutang, bahkan dengan omset yang besar.
Reporter: Surya/Benni Indo
(Rayakan Hari Santri Nasional, Pemkot Malang Gelar Bazar Wisata Halal Sajikan Olahan Produk UMKM)