Memohon Hujan, Warga Tiudan Tulungagung Saling Pecut dalam Tradisi Tiban
Warga Desa Tiudan, Kecamatan Gondang, Tulungagung berkumpul menonton dua orang saling pecut pada Minggu (27/10/2019).
Penulis: David Yohanes | Editor: Anugrah Fitra Nurani
“Tiban sudah menjadi kesenangan. Saya asal ada arena pasti turun bertanding,” ujar Grandong.
Meski tergolong yunior, namun Grandong sudah menjadi pemain lintas wilayah.
Masih di Bulan Oktober ini, Grandong sudah bertanding di Kecamatan Bandung, bahkan sampai di Blitar.
Grandong pun bersiap mencari arena tiban, sampai nanti hujan turun dan tradisi tiban berhenti.
Sementara Jupri Solebo (53), warga Desa Kedungcangkring, Kecamatan Pagerwojo mengatakan, tiban adalah kesenian yang harus dilestarikan.
Sebab kesenian ini sudah ada turun temurun dan terjaga hingga sekarang.
Sebagai salah satu pemain yang dianggap senior, Jupri kerap mendatangi wilayah-wilayah lain yang menggelar tiban.
(Kippumjo, Tradisi Korea Utara Jaring 2000 Perawan Jadi Budak Nafsu Para Elite, bahkan Usia Belasan)
“Sudah jadi kesenangan. Mendengar suara gendang (tiban) langsung ingin bertanding,” katanya.
Jupri mengaku bertanding tiban hingga wilayah Kabupaten Trenggalek.
Bahkan bekas luka dari pertandingan sebelumnya masih meninggalkan bekas di punggungnya.
Tidak ada obat khusus untuk menyembuhkan luka bekas sabetan cemeti lidi aren ini.
“Seminggu sudah kering, dibiarkan saja tidak diobati apa-apa. Minggu depan sudah berani tanding lagi,” pungkasnya.
Kemarau panjang membuat 12 desa di Tulungagung mengalami kesulitan air bersih.
Setiap hari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mengirimkan air bersih ke daerah terdampak.
Pengiriman akan dilakukan selama hujan belum turun, dan sumber air masih belum optimal.
Reporter: Surya/David Yohanes
(Mengintip Tradisi Jamasan di Mojokerto, 10 Keris Kerajaan Jawa Dimandikan Air Kembang Tujuh Rupa)