Guru Besar UB Malang Ini Soroti Rencana Ibu Kota RI di Kaltim, Antisipasi Kurangnya Sumber Daya Air
Guru Besar UB Malang Ini Soroti Rencana Ibu Kota RI di Kaltim, Antisipasi Kurangnya Sumber Daya Air.
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: Sudarma Adi
Guru Besar UB Malang Ini Soroti Rencana Ibu Kota RI di Kaltim, Antisipasi Kurangnya Sumber Daya Air
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Dua guru besar baru Universitas Brawijaya Malang yang akan dikukuhkan pada Rabu (13/11/2019) adalah Prof Amin Setyo Leksono SSi MSi PhD dan Prof Dr Ir Pitojo Tri Juwono MT. Amin adalah guru besar bidang ilmu entomologi dan ekologi. Ia profesor ke 20 dari FMIPA atau ke 251 di UB.
Sedang Dekan Fakultas Teknik (FT) UB, Pitojo adalah guru besar bidang manajemen dan rekayasa sumber daya air pada FT. Ia profesor ke 14 di FT dan ke 252 di UB. Pitojo dalam orasi pengukuhannya nanti menyoroti soal rencana ibukota baru Indonesia di Kalimantan Timur. Sebab ini juga terkait manajemen dan rekayasa sumber daya air.
• Wakapolrestabes Surabaya Jadi Lulusan Terbaik S3 Universitas Brawijaya, IPK Fix 4.0
• Kasus Izin Pemanfaatan Mal Alun-alun Malang Dilirik Jaksa, Pelajari Berkas Perjanjian Pengelola
• Pendaftaran CPNS 2019 Dibuka, Pengurusan SKCK di Polres Malang Kota Belum Online
"Karena nggak mungkin nanti yang pindah hanya ASN saja. Sektor perdagangan dan jasa pasti juga akan bergerak kesana," kata Pitojo pada wartawan, Selasa (12/11/2019).
Jika nanti tidak dibatasi penduduknya, maka dampaknya pada kebutuhan airnya. Jumlah penduduk saat ini sudah mencapai 1 juta.
Jika nanti ada kepindahan ASN dan keluarga nya mungkin bisa mencapai 5 juta jiwa. Belum sektor perdagangan dan jasa pasti juga tergiur pindah ke ibukota baru.
Dijelaskan neraca air baku saat ini masih mencapai 2,56 meter kubik per detik. Itu dari Bendungan Manggar (1200 liter per detik), Bendungan Teritip (260 liter per detik), air baku Loa Kulu (100 liter per detik) dan intake Kalhol (Sungai Mahakam) dengan kapasitas 1000 liter per detik tapi belum operasi.
"Jika asumsi penduduk nanti jadi 5 juta jiwa, maka perlu 10,94 meter kubik per detik. Sehingga masih defisit 8,38 meter kubik per detik.
"Defisitnya cukup besar," kata Pitojo.
Apalagi untuk mencari air bawah tanah sulit dan tak kalau ada tidak bisa dikonsumsi. Maka lokasi-lokasi yang potensi jadi menyedia air baku harus benar-benar disiapkan dan diefisienkan penggunaannya. Serta harus ada pengendalian jumlah penduduk.
Disebutnya, dengan rencana kepindahan ibukota baru kesana, maka harus diantisipasi dari sisi aspek sumber daya air.
Yaitu proses keberlanjutan siklus hirologi dapat terganggu karena kegiatan manusia yang berlebihan. Kemudian meningkatnya nilai koefiesien karena lahan terbuka hijau jadi lahan terbangun. Juga potensi erosi lahan karena perubahan tata guna lahan serta limbah dan sampah harus dipikirkan. Ini juga akan mengancam sumber daya air. "Air laut juga bisa dimanfaatkan meski biayanya mahal," kata Pitojo.
Peran serta masyarakat nanti juga bisa dilakukan dengan membuat biopori-biopori baik di lingkungan rumah, taman-taman, lokasi parkir agar tak memakai aspal tapi paving stone agar saat hujan bisa menyimpan air ke tanah. Sedang Prof Amin menyoroti tentang "Peran Komunitas Arthropoda Dalam Pengelolaan Agroekosistem Dengan Pemberdayaan Potensi Lokal".
Arthropoda adalah komponen biologi yang memiliki peran di agroekosistem. Misalkan bisa jadi musuh alami hama, penyerbuk, pengurai dan bioindikator.
Untuk meningkatkan peran arthropoda, ia melakukan inovasi kombinasi rekayasa habitat dan pupuk pestisida hayati cair menggunakan potensi lokal.
"Produk ini juga bisa dihasilkan petani dengan menggunakan sumberdaya lokal," jelas Amin. Misalkan memakai empon-empon. Hal ini juga ia sosialisasikan pada petani-petani seperti di Pujon dan di Sintang, Kalimantan. Untuk diproduksi di industri masih belum karena masih perlu ditingkatkan komponen biologinya