10 Suara Anak dari Kabupaten Jember Digaungkan Melalui Festival HAM
10 poin yang berisi harapan, aspirasi, tuntutan, juga saran itu disuarakan melalui ajang Deklarasi Anak Jember, Rabu (20/11/2019).
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, JEMBER - Anak Jember menyuarakan 10 hal terkait kebutuhan anak kepada pemerintah. 10 poin yang berisi harapan, aspirasi, tuntutan, juga saran itu disuarakan melalui ajang Deklarasi Anak Jember, Rabu (20/11/2019).
Deklarasi Anak Jember ini berbarengan dalam forum Festival Hak Asasi Manusia (HAM) 2019 yang digelar di Kabupaten Jember, Selasa (19/11/2019) - Kamis (21/11/2019).
Suara anak Jember yang digaungkan melalui deklarasi Anak Jember ini sekaligus menjadi rangkaian penutup Festival HAM untuk kegiatan yang berada di dalam ruang.
Festival HAM selama tiga hari, terbagi dalam dua hari merupakan kegiatan dalam ruang, dan satu hari kegiatan luar ruang yakni kunjungan ke beberapa tempat, serta tiga hari pameran Festival HAM.
Kegiatan di dalam ruang digelar selama dua hari mulai Selasa (19/11/2019) dan Rabu (20/11/2019). Anak-anak Jember, di antaranya mengikuti kegiatan dalam ruang dalam formasi Kongres Anak Jember, dan sesi pleno tentang 'Partisipasi Anak dalam HAM', Rabu (20/11/2019) di Aula PB Soedirman Jember.
Dari kegiatan itu, akhirnya terakumulasikan 10 suara anak Jember itu yang kemudian dibacakan melalui Deklarasi Anak Jember. 10 poin itu merupakan akumulasi harapan, saran, tuntutan, dan suara dari 500 anak Jember yang mengikuti kegiatan tersebut. Mereka mewakili 26,5 persen anak Jember.
Suara anak Jember itu menyangkut sejumlah isu, antara lain pelibatan pendapat anak dalam proses pembangunan, persoalan stunting, perundungan (bullying), juga pernikahan anak.
Berikut 10 poin suara anak Jember itu;
Pertama, Kami anak Jember berharap dilibatkan dalam proses pengambilan pendapat untuk pembangunan Kota Jember.
Kedua, Kami anak Jember berharap diperbanyaknya lapangan pekerjaan di daerah agar orang tua tidak banyak merantau ke luar kota, sehingga pengasuhan anak bisa maksimal.
Ketiga, Kami anak Jember berharap pemerintah mengatasi stunting yang ada di Kabupaten Jember.
Keempat, Kami anak Jember ingin pemerintah mengatasi permasalahan putus sekolah.
• Syahrini Terlihat Lebih Chubby dan Gemukan, Cakra Khan: Kebanyakan Makan Fast Food Mungkin
• Pro Kontra Rumah Sakit Sidoarjo Barat, Tak Perlu Khawatir Terjerat Hukum untuk Setujui KPBU
• PKB Buka Kemungkinan Usung Hanif Dhakiri di Pilkada Surabaya
Kelima, Kami anak Jember ingin disetarakan ekstra kurikuler di semua sekolah.
Keenam, Kami anak Jember berharap ditegaskannya aturan batasan usia menikah berdasarkan UU Perkawinan, minimal 19 tahun.
Ketujuh, Kami anak Jember ingin dilindungi dari tindak kekerasan, dan bullying.
Kedelapan, Kami anak Jember ingin korban eksploitasi dan pelecehan mendapat rehabilitasi serta perlakuan yang layak dan manusiawi.
Kesembilan, kami anak jember ingin dibangun pusat trauma healing yang dapat diakses oleh seluruh laporan masyarakat dengan biaya yang terjangkau.
Kesepuluh, kami anak Jember ingin pembangunan fasilitas untuk menampung anak broken home yang terlantar.
Suara anak Jember itu dibacakan secara bergantian oleh Nugraha Bayu Syah Putra, dan Maria Dieny dari Forum Anak Jember (FAJ).
"10 poin itu bukan hanya suara dari Forum Anak Jember semata, namun perwakilan dari anak-anak Jember yang kemudian diakumulasikan dalam 10 poin itu. Kami anak-anak Jember berkumpul, dan berbicara dalam lima kelompok hingga akhirnya ada 10 suara yang kami deklarasikan ini. Ke-10 hal ini sudah cukup mewakili kebutuhan kami, kebutuhan anak-anak," tegas Nugraha Bayu Syah Putra, Ketua FAJ kepada Surya.
Menurutnya, 10 hal itu merupakan hal penting yang menjadi kebutuhan dan apa yang dirasakan oleh anak-anak. Bayu mencontohkan fenomena pernikahan anak yang berusia kurang dari 19 tahun. Bayu dan teman-temannya melihat pernikahan itu adalah sebuah persoalan yang ditemukan di Kabupaten Jember, juga beberapa daerah lain di Indonesia.
"Ini adalah persoalan, dan harusnya dicarikan solusi. Karenanya, kami meminta supaya ada ketegasan bahwa pernikahan bisa dilakukan jika usia seseorang mengacu kepada UU Perwakinan tersebut," tegas Bayu.
Dia juga menyebut persoalan anak di Kabupaten Jember memprihatinkan. Ada beberapa hal kenapa kondisi anak di Jember memprihatinkan. Dia menyebutkan perihal pernikahan anak yang banyak ditemukan di Jember, perundungan terhadap anak, pergaulan bebas, juga banyaknya anak-anak berusia kurang dari 17 tahun yang menjadi perokok aktif.
"Itu kenapa kondisi anak-anak di Jember memprihatinkan. Karena itu, kami akan serahkan suara anak-anak Jember ini kepada pemerintah, juga pemerhati anak dan semua elemen," tegasnya kepada Tribunjatim.com.
Deklarasi Anak Jember itu diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Jember, juga pemerintah pusat melalui Komnas HAM.
Deklarasi Anak Jember ini sekaligus dalam memperingati 30 tahun Konvensi Hak Anak dan Hari Anak Internasional yang diperingati setiap tanggal 20 November.
Sedangkan Bupati Jember Faida menyebutkan, Festival HAM 2019 yang digelar di Kabupaten Jember tidak meninggalkan anak-anak, juga suara anak. Karenanya, dalam Festival HAM ini, Pemkab Jember melibatkan anak-anak.
"Karena pembangunan juga harus melibatkan anak-anak. Berbicara tentang HAM tentunya tidak bisa meninggalkan anak-anak. Karenanya, rekomendasi yang disuarakan anak akan kami teruskan juga kepada pemerintah, kepada Pak Menteri," tegas Faida kepada Tribunjatim.com.
Pada ajang Festival HAM ke-6 tahun 2019 ini juga disepakati komitmen penghentian kekerasan terhadap anak.
Festival HAM merupakan ajang tahunan yang digelar oleh Komnas HAM dan Infid (International NGO Forum and Indonesia Development). Festival HAM ke-6 tahun 2019 yang digelar di Kabupaten Jember juga bekerjasama dengan Pemkab Jember, serta sejumlah lembaga lain di Indonesia, juga menggandeng berbagai NGO di Kabupaten Jember. (Sri Wahyunik/Tribunjatim.com)