Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pro Kontra Rumah Sakit Sidoarjo Barat, Tak Perlu Khawatir Terjerat Hukum untuk Setujui KPBU

Pro kontra penggunaan skema KPBU dalam pembangunan Rumah Sakit Sidoarjo barat terus berlanjut.

Penulis: M Taufik | Editor: Yoni Iskandar
M Taufik/Surya
Suasana FGD terkait rencana pembiayaan rumah sakit dengan KPBU di gedung DPRD Sidoarjo, Senin (18/11/2019) 

TRIBUNJATIM.COM, SIDOARJO - Pro kontra penggunaan skema KPBU dalam pembangunan Rumah Sakit Sidoarjo barat terus berlanjut.

Tak hanya di eksternal dewan, di lingkup DPRD Sidoarjo sendiri juga sejauh ini belum satu kata. Ada yang pro dengan KPBU, ada yang tidak.

Riza Ali Faizin, anggota Pansus KPBU menyatakan jangan alergi dengan KPBU. Apalagi khawatir apabila menyetujui skema itu nantinya akan terjerat masalah hukum.

"Selama tidak terjadi tindakan melawan hukum misalnya ada prosedur hukum yang dilanggar, penyalah gunaan wewenang, serta tidak ada tindakan koruptif, tentu bakal aman-aman saja," kata Riza, Rabu (20/11/2019).

Apalagi, sudah ada garansi dari Ketua DPRD Sidoarjo yang siap pasang badan jika di kemudian hari terdapat masalah hukum.
"Gampangane cukup ketua saja yang diseret ke meja hijau bila ada masalah. Karena ketua yakin KPBU ini benner, kajian hukumnya benar, dasar serta landasannya juga jelas," urai Ketua Ansor Sidoarjo tersebut kepada Tribunjatim.com.

Polemik KPBU untuk RS Krian Sidoarjo Memanas, KPBU Harusnya Sudah Selesai

Tahun Depan Akan Ada 2.000 Tenaga Kerja Jatim Kena PHK

PKB Buka Kemungkinan Usung Hanif Dhakiri di Pilkada Surabaya

Menurut dia, malah yang lebih waswas misalnya memakai dana APBD tapi di dalamnya terjadi tindakan melawan hukum atau tindakan koruptif.

Tentang komentar dari Anggota Komisi III DPR RI Rahmat Muhajirin yang menganggap mekanisme KPBU ini melanggar aturan, Riza menyebut perlu preview kembali.

"Seingat saya ada beberapa point utama yang disampaikan, pertama masalah MoU pemkab sebelum disetujui DPRD, kedua DPRD sudah menganggarkan di APBD. Dan itu sudah dijawab pihak terkait," tandasnya kepada Tribunjatim.com.

Misalanya masalah MoU, perjanjian itu adalah perjanjian ketika SMI ditunjuk Kemenkeu mendampingi pemkab untuk menyiapkan segala kebutuhan persyaratan KPBU. Makanya namanya MoU pendampingan dan pelatihan bukan MoU kontrak kerja KPBU.

Sedangkan terkait masalah APBD yang sudah mengalokasikan pembangunan RSUD sebesar Rp 120 M, Riza menyebut dalam pengalokasiannya terdapat kompromi.

"Saat itu saya belum menjabat sebagai anggota DPRD jadi tidak bisa bicara banyak tentang ini. Tapi menurut saya dalam diskusi kemarin sudah dijawab panjang lebar oleh pakar Hukum dan asisten I," sambung pokitisi PKB tersebut.

Secara garis besarnya, diuraikan dia, sesuai dengan KUA PPAS serta nota penjelasan RAPBD tahun 2019 tidak ada usulan Rp 120 M. Jadi, kalaupun dibelanjakan rencana anggaranya kurang karena kebutuhan fisik lebih dari angka yang dianggarkan.

"Jika dipaksa dibangun melalui APBD diprioritaskan untuk membangun apa? karena kerangka kerja anggaran (KAK) nya tidak ada. bagaimana OPD mengeksekusinya," lanjut Riza.

Pernyataan Riza ini berbeda dengan dua anggota Pansus KPBU lainnya. Seperti diungkap Ali Sutjipto, anggota Pansus KPBU yang menyebut selisih anggarannya terlalu besar.

"Di daerah lain rumah sakit dengan tipe yang sama anggarannya di bawah Rp 100 miliar, tapi ini sampai Rp 300 miliar lebih," ungkap dia.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved