Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

LBH Surabaya 'Tidak Ada Bahasa Percaya', Bareng Ribuan Massa Bakal Gelar Aksi Tolak Omnibus Law

LBH Surabaya bersama kelompok kelompok dari berbagai elemen bakal gelar Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol), pekan depan.

Penulis: Samsul Arifin | Editor: Hefty Suud
TRIBUNJATIM.COM/SAMSUL ARIFIN
LBH Surabaya tampung sejumlah perkumpulan dari berbagai elemen dalam mempersiapkan aksi Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol). 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Syamsul Arifin 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sejumlah perkumpulan yang tergabung dari beberapa elemen dari buruh, mahasiswa hingga aktivis berencana akan menggelar Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) pada Rabu, (11/5/2020) mendatang. 

Aksi yang digelar pekan depan itu, rencanannya akan melibatkan tiga ribu massa.

Mereka tergabung dari beberapa elemen, diantaranya, YLBH-LBH Surabaya, FSP LEM SPSI, KASBI, FBTPI-KPBI, FSPMI, FSBI, KPSBI, KSN, KAMIPARHO SBSI, BEM SI Jawa Timur, WALHI Jawa Timur, FSP KEP KSPI, FNKSDA, GMNI Fisip Unair, dan BEM Fisip Unair. 

Di Balik Video Baru Syahrini, ‘Kebohongan’ Soal Adegan Mesra dengan Reino, Sikapnya Tuai Komentar

Pesawat Pertama dan Terakhir Ashraf Suami BCL, Khadijah Lega Kini Ashraf Terbang Dibawa Malaikat

Selanjutnya KPA Jawa Timur, WADAS, KONTRAS Surabaya, JARKOM, P2KFI, IMM Surabaya, Kader Hijau Muhammadiyah, KSBSI, BARA API, dan LAMRI.

Gerakan ini akan dimulai dari  Bundaran Waru sebagai titik menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja).

Mewakili beberapa elemen tersebut dari Lembaga Hukum Surabaya (LBH) Habibus menyatakan bahwa pihaknya tidak ingin mendatangi pemerintah dalam aksi tersebut. 

Ruth Stefanie Tebar Senyum Pasca Dicecar 30 Pertanyaan Terkait Carding, Awkarin Pilih Buang Muka

Persik Vs Bhayangkara FC, Ibrahim Sanjaya Bertekad Beri Kemenangan Kandang Pertama Macan Putih

"Kami sudah tidak ada bahasa percaya kepada mereka," ungkapnya. Selama ini, menurut dia, sikap pemerintah provinsi maupun DPRD kurang tegas. Setiap menerima aksi penolakan Omnibus Law selalu mengatakan akan meneruskan tuntutan pada pemerintah pusat. 

Padahal yang dibutuhkan adalah pernyataan penolakan RUU Cipta Kerja dari kepala daerah. "Kami hanya membutuhkan sikap dari kepala daerah atau yang lainnya, bahwa Jatim menolak," tegasnya. 

Butuh Sosok Panutan dalam Tim, PS Hizbul Wathan Berencana Gaet Pemain Senior Eks Liga 1

Karena itu, kata Habibus, pada aksi pekan depan tersebut pihaknya lebih memilih Bundaran Waru, Sidoarjo sebagai titik kumpul sekaligus malakukan aksi.

Di tempat tersebut, mimbar rakyat digelar guna memberikan pengertian kepada masyarakat umum bahwa RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law sangat berbahaya dan lemah perlindungan hukum. 

Ahmad Yusuf Mudidi yang mewakili serikat buruh di Jatim dalam aksi pekan depan itu mengaku, Omnibus Law sangat merugikan buruh.

Salah satunya yakni tentang kemungkinan hilangnya Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK), karena adanya aturan upah per jam. 

Buruh menilai, aturan ini bisa memperbolehkan pengusaha dan pekerja menentukan upahnya sendiri. Jika itu yang terjadi, posisi pekerja menjadi lemah dan menerima semua keputusan dari pengusaha. 

"Kemudian soal pesangon. Hanya diatur paling banyak enam bulan. Sehingga dikhawatirkan perusahaan tidak ada lagi keberatan melakukan PHK. Selain itu Outsourching tidak lagi dibatasi dan Tenaga Kerja Asing yang tak hanya menyasar jenis pekerjaan tertentu," kata Yusuf. 

Sementara, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur, Rere Christanto menilai, Omnibus Law juga merugikan lingkungan.

Izin Amdal yang tidak lagi menjadi satu prasyarat sangat penting bagi pendirian bakal memberi dampak kerusakan lingkungan. 

Penulis: Syamsul Arifin

Editor: Heftys Suud 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved