Yuliati Umrah Terima IVLP Berprestasi dari Konsulat Jenderal Amerika: Banyak PR di Perlindungan Anak
Direktur Eksekutif Yayasan Alit Indonesia Yuliati Umrah menerima IVLP berprestasi dari Konsulat Jenderal Amerika: banyak PR di perlindugan anak
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Direktur Eksekutif Yayasan Arek Lintang ( Alit ) Indonesia Yuliati Umrah mendapatkan penghargaan sebagai alumni The International Visitor Leadership Program ( IVLP ) paling berprestasi dari Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya.
Penghargaan ini diberikan Pemerintah Amerika Serikat karena melihat konsistensi Yuliati dalam pendampingan anak di Indonesia. Terutama perlindungan anak dari isu kejahatan seksual di ruang pendidikan agama serta industri pariwisata. Termasuk juga hak anak-anak yang berasal dari keluarga yang telah terpapar ideologi radikal.
Yuliati sendiri mengaku penghargaan yang diterimanya sebagai pelecut dalam upayanya melakukan perlindungan anak.
Terlebih, tahun 2020 menandai peringatan ke-80 dari program IVLP, dan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memilih Yuliati Umrah sebagai salah satu dari dua alumni Indonesia terbaik dari dari 250 alumni yang ada dalam perayaan ulang tahun yang panjang ini.
Yayasan Alit sendiri dibentuknya sejak 22 April 1999 dan kini memiliki delapan kantor di seluruh Indonesia. Yuliati memiliki ratusan ribu anak yang membantunya mencegah kekerasan di berbagai daerah. Mereka terbentuk dalam forum kecil yang mendampingi teman sebayanya.
“Ada banyak pekerjaan rumah di perlindungan anak yang belum selesai. Kami akan terus melakukan pendampingan dan memastikan mereka aman baik itu di ruang pendidikan maupun di industri pariwisata yang banyak memposisikan anak sebagai korban,” kata Yuliati, dalam siaran tertulis ke Tribunjatim.com, Jumat (6/3/2020).
Yuliati melihat banyak anak yang belum memperoleh haknya. Mereka berada di tempat yang tak layak serta tak ada akses mereka untuk bisa menikmati masa anak-anak dengan gembira. Padahal dunia mereka adalah bermain dan menikmati masa kecilnya dengan bahagia.
Selama tiga tahun terakhir ini, masyarakat kita disuguhi ratusan berita di media massa juga lini masa media sosial tentang kasus-kasus kejahatan kemanusiaan khusunya terhadap anak-anak. Kekerasan fisik serta seksualitas menjadikan anak sebagai korban di dalamnya.
Korban kekerasan pada anak-anak tiap tahun selalu mengalami kenaikan. Tercatat oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang 2017 terdapat 4.579 kasus, 2018 tercatat 4.885 kasus sedangkan pada tahun 2019 KPAI belum merilis total kasus yang terlaporkan, namun hingga pertengahan 2019 lalu jumlah kasus cenderung naik terutama perundungan dan kekerasan seksual.
“Di Jawa Timur saja di 2019 terdapat 900 kasus lebih kasus kekerasan dan terdapat 150 lebih kasus kekerasan pada anak-anak,” katanya.
Ia melanjutkan, fakta-fakta naiknya kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi di ruang pendidikan dan agama menempati ranking tertinggi di Indonesia.
Data KPAI sepanjang 2019 kasus kekerasan seksual sebesar 236 kasus dan 123 kasus (55%) terjadi di ruang pendidikan dan agama. Jumlah itu terdiri dari 71 anak perempuan dan 52 anak laki-laki.
“Kondisi ini menjadi persoalan yang sangat memperihatinkan karena ruang pendidikan dan agama merupakan ruang institusi yang terbaik dan terperaya dalam membangun nilai-nilai positif dalam tumbuh kembang anak,” ungkapnya.
Di sisi lain, lanjutnya, salah satu program unggulan pemerintah yang bisa mendatangkan devisa terbesar kedua adalah industri pariwisata. Sayangnya, promosi wisata Indonesia itu juga mencatat bahwa terdapat 240.000 pekerja seks. Dari jumlah itu, terdapat 339 anak yang menjadi ESKA (eksploitasi seksual komersial anak).
“Namun fakta di lapangan malah lebih banyak,” ucapnya.
Peran Orang Tua
Yuliati menegaskan, peran orang tua sangat dominan dalam menyelamatkan anaknya. Mereka tak boleh menyerahkan peran itu sepenuhnya pada sekolah saja. Sehingga anak-anak sejak dini sudah menemukan arahan serta pertahanan yang kuat dari keluarga.
“Ada orang tua percaya sepenuhnya pada institusi, tentu saja sebab institusi pendidikan dan agama masih sebagai garda terdepan dalam pembentukan karakter dan kemajuan anak-anak. Padahal dari keluarga karakter itu bisa dibentuk sejak awal,” ungkapnya.
Makanya, tanggung jawab orang tua untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar anak sejak lahir. Kebutuhan itu meliputi perawatan, kesejahteraan dasar, pendidikan serta perlindungan dari segala bentuk abuse dan eksploitasi.
Tingkatkan peran dan perkuat para ibu sebagai pemegang utama kuasa pengasuhan anak dengan ketrampilan pengasuhan dan pengetahuan mereka tentang hak-hak Anak.
Ketika peran para orangtua dalam menjalani kewenangan asuh bisa dilakukan, maka institusi pendidikan dan agama tidak sewenang-wenang mengambil alih kewenangan pendidikan anak yang berdampak pada buruknya situasi anak-anak.
“Dorong negara untuk hadir di seluruh ruang publik. Di mana anak-anak berada di dalamnya. Sekaligus untuk memonitor orang dewasa di dalamnya tentang implementasi kebijakan perlindungan anak atau child protection policy,” jelasnya.
Yuliati sendiri merupakan aktivis anak sejak masa kuliah yakni 1995 di Kota Surabaya. Bersama teman-temannya di FISIP Universitas Airlangga (Unair), ia menunjukan keprihatinan nasib anak jalanan sampai orde baru tumbang.
“Waktu itu banyak anak jalanan yang mendapatkan perlakuan kasar. Mereka mendapatkan kekerasan dari orang dewasa ketika anak-anak itu mencari nafkah," kata Yuliati.
Yayasan arek lintang yang berarti anak bintang akhirnya didirikian. Melalui Alit, Yuliati membuka akses bagi anak-anak dan keluarga mereka menuju pendidikan dan taraf ekonomi yang lebih baik. Termasuk menyediakan cara untuk orang tua anak-anak jalanan itu untuk bisa mencari uang.
"Kalau orang tuanya bisa kembali bekerja, maka anak-anak itu pasti akan terangkat nasibnya," jelasnya.
Pejabat Konsul Jenderal Angie Mizeur menuturkan, program pertukaran dilakukan untuk memperkuat hubungan antara Amerika Serikat dan Indonesia. Alumni yang berpartisipasi hari ini adalah para pemimpin di bidangnya.
“Amerika Serikat berkomitmen untuk kesetaraan gender, inklusi sosial, dan memajukan status perempuan dan anak. Kami mendukung upaya, termasuk pertukaran alumni kami untuk mempromosikan kesetaraan perempuan, melindungi hak-hak perempuan dan anak, serta mempromosikan program pemberdayaan perempuan di Indonesia,” katanya.
Program IVLP merupakan program pertukaran profesional utama Departemen Luar Negeri AS. Tahun ini menandai peringatan ke-80 dari program ini, dan Departemen Luar Negeri memilih Yuliati Umrah sebagai salah satu dari dua alumni Indonesia lainnya dari total 250 alumni dalam perayaan ulang tahun yang ke-80 ini.
“Mereka menggunakan pelajaran yang mereka pelajari dan alat yang mereka kembangkan selama pertukaran mereka di Amerika Serikat untuk membuat dampak positif di komunitas mereka,” kata Angie Mizeur.
Ia melanjutkan, apa yang sudah dilakukan Yuliati Umrah dengan pendampingan anak adalah salah satu contoh untuk mempertahankan kemitraan antara Amerika Serikat dan Indonesia. Semua itu untuk menunjukkan komitmen memberdayakan anak dan perempuan di Indonesia. (*)