Fenomena Cara Hidup Satu Suku di Dunia yang Bebas Virus Corona, Kuncinya Pemerintah, Ini Rahasianya
Mengungkap rahasia di balik fenomena kehidupan suku Aborigin, satu-satunya suku di dunia yang masih bebas dari Covid-19, ada peran besar pemerintah!
RIBUNJATIM.COM - Ada sebuah suku di dunia yang bebas dari infeksi Virus Corona.
Padahal, hampir semua yang ada di dunia, sebuah suku terpencil di Amazon sekalipun tetap ada yang terinfeksi virus Corona itu.
Indonesia sendiri ikut menghadapi pandemi corona yang tak terhindarkan di dunia.
Fenomena cara hidup sebuah suku yang masih bebas virus Corona ini pun disoroti karena menarik.
• Benny Moerdani Marah di Belanda & Gebrak Meja, Kekhawatiran Terbukti: Kami Hanya Punya 1 Soeharto
• YouTuber Korsel Bocorkan Detik-Detik Pembuangan Jenazah ABK Indonesia dari Kapal China: Kenyataan

• Kisah Pilu Cewek Pacaran 5 Tahun dari SMA Dulu Viral, Syok Tahu Gadis Lain Hamil setelah Lamaran: Oh
• Heboh Bintang Tsurayya atau Turaya Dikaitkan Corona, Ternyata Bukanlah Fenomena Alam Aneh & Langka
Bagaimana selengkapnya? Mari kita simak ulasannya:
Suku apa yang bisa memiliki akses bebas dari virus Corona tersebut?
Ya, mereka adalah suku Aborigin, di pulau Australia.
Suku Aborigin sejauh ini masih bebas dari infeksi Covid-19.
• VIRAL Fakta Crazy Rich Surabayan Tom Liwafa Bagi Uang, Sindir YouTuber & Tak Cuma Sekali: Dikit
Padahal tingkat penyakit lainnya sangat tinggi di kalangan penduduk asli benua Australia itu.
Pekan lalu Departemen Kesehatan setempat menyatakan dari 28 kasus Covid-19 di Australia Utara, tak ada satu pun dari kalangan suku Aborigin atau Torres Strait Islander.
Berbagai pihak menilai fenomena suku Aborigin bebas corona ini adalah keberhasilan pemerintah setempat yang sejak dini memberlakukan pembatasan ketat.
Terutama menutup perbatasan bagi pendatang dari negara bagian lain maupun dari luar negeri.

"Langkah-langkah awal seperti menutup perbatasan Australia Utara telah membantu menjaga wilayah yang rentan dari bahaya," terang John Paterson, Direktur Eksekutif Aliansi Layanan Medis Aborigin di Australia Utara, kepada ABC News, via Intisari.
Namun ia menambahkan, dengan dilonggarkannya perbatasan di Australia Utara, pemerintah perlu mengatasi kesenjangan mendasar dalam layanan kesehatan untuk warga Aborigin.
"Pemerintah perlu melakukan investasi untuk perumahan, keamanan pangan, kesehatan lingkungan, air, listrik, dan kesehatan dasar," lanjut John Paterson.
Kepala Departemen Kesehatan Australia Utara, Dr Hugh Heggie, secara terpisah mengatakan penduduk Aborigin biasanya memiliki risiko tinggi terkena wabah penyakit.
• 8 Vaksin yang Tengah Dikembangkan Peneliti untuk Tangani Covid-19, Ciptakan Antibodi Lawan Corona
Menurut Dr Heggie, kontrol perbatasan yang ketat, pembatasan pergerakan penduduk ke komunitas terpencil, karantina wajib dan menjaga jarak, terbukti sangat efektif dalam memperlambat penyebaran virus Corona di Australia Utara.
Tapi yang terpenting, kata Dr Heggie, yaitu tidak terjadinya kasus penularan komunal Covid-19 di Australia Utara.
Artinya, seluruh kasus yang ada merupakan kasus dari luar.
Aspek lainnya, menurut Paterson, yaitu pesan-pesan mengenai Covid-19 diterima dengan baik oleh penduduk Aborigin, karena dibuat oleh petugas kesehatan dan organisasi warga Aborigin sendiri.
Mengungkap keterbelakangan
Pandemi Covid-19 menurut Paterson telah mengungkap kondisi keterbelakangan warga Aborigin di Australia, khususnya di wilayah pedalaman.
Di antaranya, pasokan listrik yang tidak memadai, kerawanan pangan, masalah kesehatan lingkungan, dan kekurangan petugas tenaga kesehatan.
Hal itu dibenarkan oleh Olga Havnen dari salah satu layanan kesehatan Aborigin, Danila Dilba Health Service.
• Deretan Fenomena Langit di Bulan Mei 2020, Ada yang Terjadi di Kabah Tapi Bisa Dilihat di Indonesia
Menurut Havnen, masalah mendasar seperti buruknya lingkungan perumahan suku Aborigin akan menambah risiko, dan kemungkinan penyebaran pandemi di masyarakat Aborigin perkotaan serta pedalaman.
Layanan kesehatan bagi suku Aborigin di Australia sangat bergantung pada asuransi kesehatan pemerintah, Medicare, untuk membiayai klinik, peralatan, obat-obatan, dan petugas medis.
Komunitas dengan penduduk sekitar 2.500-3.000 orang ini, kata Havnen, dilayani oleh klinik yang kekurangan tenaga medis.
Dokter yang berasal dari perkotaan sudah tidak bisa kembali ke klinik tersebut karena adanya pembatasan.
Semua perjalanan yang tidak penting ke 76 kelompok komunitas Aborigin di Australia Utara telah dilarang, dan adanya kewajiban isolasi 14 hari berlaku untuk penduduk setempat yang ingin kembali dari perkotaan.

Havnen memperingatkan agar pelonggaran pembatasan ini dilakukan secara perlahan dan hati-hati.
"Pengujian Covid-19 secara luas perlu dilakukan jika pembatasan tersebut akan dilonggarkan," katanya.
Baik Paterson maupun Havnen setuju bila pengawasan ketat terhadap pendatang dari negara bagian lain maupun dari luar negeri, tetap diberlakukan di perbatasan Australia Utara.
Kepala Negara Bagian Australia Utara, Michael Gunner, secara terpisah memastikan pelonggaran perbatasan merupakan hal terakhir yang akan dilakukan pihaknya.

• Deretan Fenomena Langit di Bulan Mei 2020, Ada yang Terjadi di Kabah Tapi Bisa Dilihat di Indonesia
"Membuka kembali perbatasan akan menjadi opsi terakhir. Saya tidak ingin melihat terjadinya gelombang kedua penyebaran virus corona di sini," katanya.
Gunner memastikan pembatasan sosial untuk komunitas Aborigin di pedalaman akan tetap diberlakukan sampai 18 Juni mendatang.
Kepala Departemen Kesehatan Australia Utara Dr Hugh Heggie memperingatkan risiko penyebaran Covid-19 belum berakhir di wilayahnya.
"Kemungkinan masih akan ada kasus baru Covid-19 yang didiagnosis di Northern Territory," ungkapnya.
Artikel di atas telah tayang sebelumnya di Intisari dalam judul Wah, Siapa Sangka Suku Aborigin di Australia Masih Bebas Virus Corona, Apa Rahasianya Ya?