Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Virus Corona di Surabaya

Curhat Pengusaha Restoran di Surabaya yang Habis-habisan di Masa PSBB, Terpaksa Jual Mobil dan Tanah

Steven Tjan, pengusaha restoran di Surabaya mengakui usahanya terpuruk selama pemberlakuan PSBB Surabaya. Kini terpaksa jual mobil dan tanah.

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: Adi Sasono
TRIBUNJATIM,COM/SRI HANDI LESTARI
Para pengurus Apkrindo Jatim saat menggelar pertemuan menunggu hasil pengajuan relaksasi buka 50 persen restauran dan kafe dengan protokol kesehatan yang ketat untuk PSBB jilid III mulai Selasa (26/5/2020) hingga 8 Juni 2020. 

Steven Tjan, pengusaha restoran di Surabaya mengakui usahanya terpuruk selama pemberlakuan PSBB Surabaya. Kini terpaksa jual mobil dan tanah.

Laporan wartawan Surya, Sri Handi Lestari

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - PSBB Surabaya diperpanjang hingga 8 Juni 2020 karena upaya menekan penyebaran Covid-19 belum optimal.

Sebagai sebuah paket kebijakan, PSBB juga diberlakukan di Sidoarjo dan Gresik. 

Terus berlanjutnya pembatasan sosial ini diakui para pengusaha Kota Pahlawan sebagai pukulan telak pada usaha mereka.

Termasuk para pengusaha kafe dan restoran yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia - Apkrindo Jatim. 

Wali Kota Madiun Maidi Izinkan Restoran dan Kafe Layani Makan di Tempat, Begini Syarat-syaratnya!

Gelar Razia Kafe di Kota Blitar, Polisi Gandeng PTSP Cek Izin Usaha Kafe yang Buka

Dalam perbincangan dengan Surya (Grup TribunJatim.com), Sabtu (23/5/2020), Tjahjono Haryono, Ketua Apkrindo Jatim mengungkapkan kondisi yang menimpa usaha mereka pada masa pandemi Covid-19 ini. 

"Kami sudah habis-habisan saat PSBB tahap I diberlakukan. Kalau sekarang dilakukan lagi, tolong pengajuan relaksasi 50 persen yang kami serahkan pada 11 Mei lalu diterima," kata Tjahjono Haryono.

Saat ini diakui Tjahjono, sektor kafe dan restoran sudah mengalami kinerja yang minus. Mereka juga kehilangan golden moment saat Ramadan dan Lebaran yang biasanya menjadi puncak revenue dari usaha mereka.

"Bahkan kami sudah melakukan penutupan, PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karyawan, dan meminta relaksasi kredit ke perbankan," ungkapnya.

Tak hanya itu, banyak pengusaha yang terpaksa harus menjual harta bendanya untuk mempertahankan karyawannya dengan harapan Covid-19 bisa segera diatasi dan sektor usaha tetap berjalan.

"Saya sudah jual mobil. Dan saat ini sedang jual tanah dan rumah. Tapi jual itu juga sulit di tengah kondisi saat ini," kisah Steven Tjan, Wakil Ketua Apkrindo Jatim.

Steven menceritakan, pada Februari 2020 lalu, dirinya masih melakukan perjalanan bisnis di Hongkong untuk mendapatkan investor pengembangan usaha restorannya.

"Bulan Maret kembali ke Indonesia, pandemi mulai ada dan ada gerakan stay at home," ungkapnya.

Penurunan omzet mulai terjadi. Padahal di saat bersamaan, Steven sedang men-training sekitar 50 calon karyawan baru untuk usaha restoran anyarnya.

Dengan rata-rata omzet per bulan mencapai Rp 10 miliar, dengan biaya gaji karyawan Rp 3,5 miliar dan pajak restoran dan kafe Rp 2 miliar, di bulan Maret Steven mulai terpuruk.

"Omzet turun Rp 500 juta. Karyawan ada 1.050 orang termasuk yang baru akan masuk," ujarnya.

Alhasil, memasuki bulan April, Steven mengeluarkan semua tabungannya untuk menambal omzet yang anjlok di bulan Maret. Sementara di bulan, omzet kembali anjlok.

"Sementara omzet sisa dari gaji karyawan dan pajak, tidak ada yang berupa uang. Semua investasi ke aset. Sehingga saya jual mobil dan semua aset," ungkapnya.

Tapi bulan Mei, Steven sudah angkat tangan. Apalagi kredit usaha di perbankan yang harus dicicil juga tinggi.
Mau tidak mau, sekitar 800 karyawan pun di PHK.

"Bagi saya itu berat sekali. Mau lebaran. Biasanya banyak bonus dan THR. Sekarang saya hanya kasih THR 20 persen untuk 200 karyawan yang bertahan. Saya sedih sampai sakit," ungkap Steven emosional.

Yang lebih pedih lagi, selain harus menutup 80 persen usahanya, dari 40an restauran dan kafe yang dimilikinya, Steven melihat usaha serupa skala kecil yang bisa tetap buka dan operasional.

"Ketika saya tanya ke petugas, mereka bilang itu kan warung kecil. Kasihan kalau ditutup. Lalu bagaimana dengan saya. Kami juga buka lapangan kerja banyak. Kasihan juga karyawan saya, yang tidak kerja tidak ada THR," lanjut Steven.

Hal itu kemudian mendorong Apkrindo untuk mengajukan relaksasi buka 50 persen dari kapasitas kafe dan restoran.

"Kami juga siap melakukan protokol kesehatan. Memakai masker, sosial distancing, memberi jarak antara pembeli dan pelayan, serta menjaga kebersihan restauran dan kafe lebih sering lagi," ungkap Tjahjono.

Saat ini, ditengah kebijakan PSBB, dengan operasional terbatas yang hanya melayani take away, tidak bisa menjadi pengganti omzet yang hilang akibat tidak bisa dine in.

Apalagi daya beli masyarakat juga turun akibat pendapatan yang berkurang. Sehingga penjualan dengan memanfaatkan layanan online maupun take away, hanya bisa menutup sebagian biaya operasional saja.

"Sementara distribusi bahan baku, juga terimbas. Karyawan terimbas. Kami harap di PSBB tahap III ini relaksasi yang kami harapkan bisa diterima," tandasnya.(rie/Sri Handi Lestari).

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved