Virus Corona di Surabaya
Pakar Psikologi Universitas Ciputra Surabaya: Sikapi Fenomena Pengambilan paksa Jenazah Covid-19
Menyikapi fenomena ini, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ciputra, Surabaya yakni, Ersa Lanang Sanjaya, S.Psi., M.Si menjelaskan, secara psikologi
Penulis: Zainal Arif | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sejak Pandemi virus Corona atau Covid-19 menyerang Indonesia, banyak terjadi pengambilan paksa jenazah Covid-19 secara paksa oleh keluarga, padahal tindakan itu sangat beresiko terpapar virus virus Corona atau Covid-19.
Menyikapi fenomena ini, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ciputra (UC) Surabaya yakni, Ersa Lanang Sanjaya, S.Psi., M.Si menjelaskan, secara psikologi peristiwa itu bisa terjadi karena kultur masyarakat timur.
"Kematian merupakan sebuah hal yang sakral untuk kita orang timur (Indonesia) dikarenakan kita percaya ada yang namanya kehidupan lain, sehingga ada ritual dan tata cara tertentu yang harus dilakukan untuk menyikapi kematian itu sendiri," kata Ersa saat ditemui SURYA.co.id di Ruang Dosen Psikologi Universitas Ciputra Surabaya, Kamis (25/6/2020).
"Bisa jadi protokol Covid-19 terkait dengan penanganan jenazah berbeda dengan yang diyakini masyarakat," imbuhnya kepada TribunJatim.com.
• Warkop di Sidoarjo Belum Taati Protokol Covid-19, Warga Bandel Nongkrong Abaikan Physical Distancing
• Tak Kunjung Tangkap Pelaku Penganiayaan Rekannya, Kelompok Driver Online Berencana Aksi Turun Jalan
• Cerita John Kei dan Ratusan Anak Buah, Saya Suruh ke Neraka, Mereka Pergi, Dimulai Ketika Ia Bebas
Selain kultur, kurangnya pemahaman tentang bahaya Covid-19 juga menjadi sebab terjadinya tindakan nekat tersebut. Pasalnya, sebagian orang berkeyakinan bahwa Covid-19 itu tidak menular.
Dalam hal ini, Ersa berharap agar Rumah Sakit bisa meningkatkan kontrol ataupun regulasi agar kejadian serupa tidak terjadi lagi.
Tak hanya Rumah Sakit, edukasi kepada masyarakat harus terus dilakukan dengan penyesuaian.
"Tidak semua orang bisa dan mau membaca berita ataupun mendengarkan pesan dokter, sehingga perlu adanya kerjasama antara pemerintah dengan para tokoh masyarakat seperti pimpinan agama, pimpinan adat, pimpinan desa untuk mengedukasi masyarakat," pungkasnya. (zia/Tribunjatim.com)