Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Perusahaan Bongkar Muat Batubara di Gresik Beroperasi Lagi, Warga 3 Kelurahan Dihantui Ketakukan

Kurang dari 10 bulan menghirup udara segar, warga yang berada di depan PT Gresik Jasa Tama (GJT) Kabupaten Gresik kembali was-was

Penulis: Willy Abraham | Editor: Yoni Iskandar
Willy Abraham/Tribunjatim
Truk muat batu bara melintas di Jalan R.E Martadinata di depan kelurahan Kemuteran, Gresik, Senin (17/8/2020) 

 TRIBUNJATIM.COM, GRESIK - Kurang dari 10 bulan menghirup udara segar, warga yang berada di depan PT Gresik Jasa Tama (GJT) Kabupaten Gresik kembali was-was. Hanya tiga kelurahan yang secara vokal mengaku takut kembali terserang penyakit saluran pernafasan gara-gara aktivitas bongkar muat batu bara di GJT.

Pemilik warung kopi yang berada di pinggir jalan, Muhammad Kholil mengaku baru beberapa bulan ini merasakan udara segar karena kesepakatan dengan DPRD Gresik bahwa GJT harus angkat kaki ke JIIPE. Kini semuanya berubah, tanpa sosialisasi GJT kembali beroperasi sejak Rabu (12/8/2020).

Warga harus kembali berjibaku dengan debu batu bara yang berbahaya. Dagangannya penuh debu jika tidak rajin dibersihkan.

"Seperti ini debunya, sangat jelas ini debu batubara," kata pria yang juga menjabat sebagai ketua RT setempat kepada TribunJatim.com, Senin (17/8/2020).

Sejumlah warga memang tengah berkumpul di pos kamling. Depan warkop Kholil itu. Tiba-tiba kaget ada satu butir batu bara yang jatuh tepat depan gapura setelah tiga truk hijau melaju dari timur ke barat.

Warga Gresik Terdampak Polusi Batu Bara Dapati Demo Tandingan Pendukung PT GJT Beroperasi

Larangan di Bulan Muharram 1442 H Tahun Baru Islam 2020, Beserta Amalan Sunnah Puasa Dilengkapi Niat

Upacara Kemerdekaan Dengan Nuansa Adat Jawa di Rumah Masa Kecil Bung Karno di Kediri

Mereka tidak mau lagi negosiasi win-win solution, karena solusi terbaik adalah relokasi batubara jauh dari pemukiman warga.

"500 orang lebih dari tiga desa besok datang ke DPRD Gresik mendatangi undangan,ada kesenian pencak macan juga. Warga tiga desa totalitas menolak bongkar muat batubara," pungkasnya kepada TribunJatim.com.

Petugas Posyandu di Desa Kemuteran bernama Dewi Asmawati mengungkapkan hal yang sama kebetulan rumah ibu 52 tahun itu tepat berhimpitan dengan jalan Kabupaten itu. Tapi posisinya membelakangi jalan.

Sejak GJT beroperasi tahun 2004, banyak warga setempat yang batuk berdahak dengan dahak berwarna hitam. Tidak hanya itu, sesak nafas juga dirasakannya.

"Warnanya hitam, di kulit juga rasae agak kasar. Mohon maaf membersihkan hidung atau telinga warnanya hitam. Sekarang beroperasi lagi, kami juga was-was akan seperti dulu lagi," papar wanita berusia 52 tahun ini.

Kata Dewi, debu batu bara itu beda dengan debu lain. Disapu saja tidak cukup. Sehari, dia bisa lima kali lebih menyapu rumahnya yang juga warung itu.

“Bisa bersih itu kalau dipel pakai air. Kalau sapu saja tidak hilang,” katanya.

Dokter spesialis paru senior di RSUD Ibnu Sina, dr Wiwik Kurnia Ilahi Sp.P mengampaikan secara umum terkait dampak aktivitas bongkar muat batu bara dekat dengan pemukiman. Dalam jangka pendek, dampak kesehatan yang dirasakan masyarakat yakni batuk pilek. Apabila di usia muda sudah mulai terpapar, diperkirakan usia 45 tahun bakal jaringan di paru-paru mulai mengalami kerusakan.

“Dampaknya terjadi kerusakan di jaringan paru-paru dan itu tidak bisa diperbaiki. Nama penyakitnya PPOK (penyakit padu obstruktif kronis), jelasnya.

Tiga warga di kelurahan Kemuteran, Kroman, dan Lumpur sudah memasang spanduk di bahu jalan. Pantauan di lapangan, aktivitas bongkar muat di GJT masih beroperasi dengan penjagaan ketat dari aparat kepolisian yang berada di pintu masuk. (wil/Tribunjatim.com)

 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved