Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Intip Praktik Curang Oknum 'Makelar' BNPT Gresik, Modal Mulut, Raup Untung 88 Persen dari Pedagang

Begini cara 'makelar' Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Gresik beraksi. Modal mulut, raup untung lebih besar, 88 persen dari pedagang asli.

Penulis: Willy Abraham | Editor: Hefty Suud
SURYA/WILLY ABRAHAM
Beras BPNT ditimbang petugas dari Dinsos Gresik saat meninjau agen di Kecamatan Cerme, Rabu (19/8/2020). 

TRIBUNJATIM.COM, GRESIK - Penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Gresik masih belum 100 persen sesuai pedoman umum (Pedum).

Penyebabnya, ternyata ada "makelar" yang mencari untung dalam penyaluran bantuan dari Kementrian Sosial untuk warga miskin itu.

WB salah seorang pemasok komoditi di Gresik membeberkan praktik curang yang selama ini dilakukan oleh oknum suplier tersebut.

Ini Sosok Pengganti Kiwil? Meggy Keceplosan Soal Pacar saat Hak Asuh Terancam Pindah: Anak Support

Kadindik Minta Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka di SMA Kota Mojokerto Ditinjau Ulang

Dirinya mengaku, meski ia memiliki gudang beras, namun tidak pernah terlibat menjadi suplier BPNT.

Ia hanyalah pedagang beras biasa. Seperti pedagang lain, hanya melayani jika ada pembeli.

WB ternyata menjadi jujukan para suplier untuk memesan barang. Terutama beras. WB sebulan bisa mengirim sekitar 50 ton kepada beberapa oknum suplier itu.

"Ada yang beli, minta beras dengan harga Rp 8.300 per kilogram, ya saya tunjukkan. Jika beras harga segitu ya seperti ini kualitasnya, sudah saya tunjukkan. Dia mengiyakan," kata WB, Minggu (30/8/2020).

Santri Matoh Ingin Partai Dukung Eko di Pilkada Tuban, Tuding Sekjen DPP PPP Banyak Intrik Politik

LaLiga Sebut Klausul Rp 12 Triliun Messi di Barcelona Masih Berlaku: Tak Bisa Pergi Secara Cuma-cuma

Dari pesanan suplier seharga Rp 8.300 itu, WB hanya mengambil untung wajar Rp 150-200 rupiah. Wajar karena WB memang pedagang beras.

"Ya saya tahunya, dia beli saya layani," kata dia.

Tapi, suplier yang bisa disebut makelar ini malah lebih gila lagi dalam mencari untung.

Ternyata, mereka tidak memiliki dagangan atau gudang komoditi. Hanya bermodal mulut untuk mengantar barang sana sini.

Bahkan ngambil untungnya pun sangat mencekik jatah keluarga penerima manfaat (KPM) yang merupakan masyarakat tidak mampu.

Misalnya saja beras. Sesuai pedoman umum (Pedum) disebutkan beras yang disalurkan harus beras premium.

Sedangkan harga beras premium di pasar berkisar Rp 10-12 ribu. Jika makelar suplier ini memesan beras senilai Rp 8.300, artinya minimal mengantongi untung Rp 1.700 per kilogram.

Untung lebih besar 88 persen dari pedagang asli yang hanya Rp 200.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved