43 Warga Terdampak Pembangunan Bendungan Bagong Gugat Ke Pengadilan Negeri Trenggalek
43 warga terdampak pembangunan Bendungan Bagong di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur mengagat ke Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek.
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, TRENGGALEK - Sebanyak 43 warga terdampak pembangunan Bendungan Bagong di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur mengagat ke Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek.
Sidang gugatan itu telah berjalan untuk agenda sidang kedua, Senin (21/9/2020).
Kuasa hukum warga terdampak, Haris Yudianto, mengatakan, agenda pada sidang kedua adalah jawaban dari pihak termohon.
Pihak termohon dalam gugatan itu adalah Kepala Kantor Petanahan Kabupaten Trenggalek dan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Brantas.
"Hari ini sidang kedua jawaban [termohon]. Kami belum pelajari detail [jawabannya] sehingga untuk pembuktian selanjutnya kami minta waktu," kata Haris, usai sidang kepada TribunJatim.com.
Untuk itu, majelis hakim menunda sidang untuk digelar kembali pada Rabu (23/9/2020).
Haris mengatakan, pihaknya akan mempelajari lebih lanjut jawaban dari tergugat. Ia juga mengaku akan menyiapkan bukti tambahan untuk sidang selanjutnya.
• Kompetisi Orang Kuat Kini Banyak Peminatnya, Atlas Gelar Atlas Battle Of Titans
• Berkiblat ke Musik Kontemporer & Karya Original, Violinist Kezia Amelia Rilis Single Yang Kukenang
• LaNyalla Dapat Gelar Tetue Bebuyutan Rambang Kuang dari Lembaga Adat Ogan Ilir SumSel
"Nanti kami buktikan harga idealnya. Kami buktikan lewat surat dan saksi-saksi," ucapnya kepada TribunJatim.com.
Sebanyak 43 warga terdampak pembangunan Bendungan Bagong ini berasal dari dua desa, yaitu Semurup dan Sengon.
Mereka menilai harga ganti rugi dari tim appraisal di 57 bidang lahan mereka terlalu kecil.
Sebelum mengajukan gugatan, para warga sempat menggelar aksi di Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Trenggalek, Selasa (8/9/2020).
Mereka juga menggelar audiensi dengan DPRD Trenggalek sehari kemudian.
Imam Husni, salah satu warga terdampak, mengatakan, harga yang ditentukan tim appraisal untuk tanah di sana tidak layak.
"Kalau kami bandingkan dengan yang di Desa Nglingis (tempat pembangun bendungan Tugu), katanya sudah Rp 400 ribu [per meter persegi]. Tiga kali lipat dengan harga yang sana," ucap Imam, ketika demo kepada TribunJatim.com.
Maka, warga menuntut BPN dan tim appraisal membatalkan seluruh proses yang telah dilakukan di Bendungan Bagong. Atau menghitung ulang nilai ganti rugi yang diberikan pemerintah.
Marlan, warga lain yang juga terdampak, menyatakan, harga ganti rugi yang diberikan terlalu rendah. Nilai yang didapat warga terdampak, kara dia, tak cukup untuk membeli tanah dengan luas yang sama di tempat lain.
"Kami punya tanah, misalnya, 6x10 meter, itu kalau kami belikan dengan ukuran yang sama [di tempat lain] tidak dapat," tutur Marlan.
Kepala BPN Trenggalek Kusworo meminta masyarakat menggunakan haknya untuk mengajukan gugatan ke pengadilan apabila keberatan dengan harga yang dipatok tim appraisal.
Ia bilang, seluruh proses yang berjalan dalam pembangunan Bendungan Bagong sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, Kusworo tak bisa memberikan detail harga ganti rugi yang akan diterima warga.
"Itu tim appraisal [yang menentukan]," usai menemui pendemo.
Kusworo pun berharap, adanya penolakan harga ini tak berpengaruh pada proses pembangunan Bendungan Bagong. (fla/Tribunjatim.com)