Intip Produksi Batik Ecoprint UMKM Wates Kediri, Omset Bisa Rp 25 Juta Lebih, Lintas Generasi Cocok
Intip produksi UMKM batik ecoprint di Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri. Omsetnya bisa Rp 25 juta lebih per bulan, lintas generasi cocok.
Penulis: Farid Mukarrom | Editor: Hefty Suud
TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI – Gaya hidup dengan memperhatikan kelestarian alam, belakangan menjadi tren. Termasuk industri fashion.
Kegadiran batik ecoprint pun disampun baik oleh masyarakat, sekaligus menambah khasanah batik etnik di samping batik tulis dan batik cap.
Sesuai namanya ecoprint dari kata eco asal kata ekosistem (alam) dan print yang artinya mencetak.
• Ajak Polisi Gulat di Air hingga Menyebabkan Patah Kaki, Bandar Narkoba Pasuruan Ditembak Mati
• Tiba di Malang Besok, Inilah Agenda yang Disiapkan Arema FC untuk Gelandang Anyar Asal Brasil
Batik ini dibuat dengan cara mencetak dengan bahan-bahan yang terdapat di alam sekitar sebagai kain batik.
Sih Panganti salah satu pemilik UMKM batik ecoprint di Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri mengatakan bahwa bahan untuk pembuatan ecoprint ini berupa dedaunan, bunga, serabut kelapa dan bahan lainnya dari alam.
Tidak seperti batik tulis atau cap, ecoprint menggunakan unsur-unsur alami tanpa bahan sintetis atau kimia.
• Jelang Drawing Liga Champions, Pembagian Pot Undian Berpotensi Munculkan Grup Maut
• Alumni ITATS Lintas Angkatan Dukung Eri-Armuji, Optimis Bisa Lanjutkan Kesuksesan Wali Kota Risma
Karena itulah batik ecoprint bisa diebut sangat ramah lingkungan dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
"Bahan untuk membuat motif dan warna kain semua dari alam. Kita gunakan dedaunan yang ada di sekitar seperti daun blimbing, daun jati dan daun yodium," ungkap Sih Panganti yang merupakan sarjana ekonomi di STIE Yapan Surabaya.
Selanjutnya untuk proses pembuatan betik ecoprint diawali dengan pengolahan kain yaitu perendaman kain menggunakan air serabut kelapa selama tiga jam.
Air serabut kelapa ini akan menghasilkan warna alam merah muda. Selain itu air serabut kelapa memiki tanin untuk mengunci warna pada kain agar tidak luntur.
“Proses ini untuk mempertahankan warna bahan kain dan membuka pori-pori agar motif tercetak dengan sempurna,” ungkap Sih Panganti pada TribunJatim.com.
Sementara itu untuk proses pencetakan dengan cara merentangkan kain setengah basah.
Kemudian daun yang telah dipilih, ditata sesuai selera untuk menghasilkan motif pada kain. Dedaunan tersebut kemudian ditutup kembali dengan kain yang telah direndam dengan air serabut kelapa.
Kain digulung menggunakan plastik dengan mempertahankan posisi daun agar tidak bergeser. Setelah itu diikat kencang. Tahapan selanjutnya adalah pengukusan selama 2 jam. Pengukusan ini bertujuan agar warna dasar daun keluar.
"Setelah proses pengukusan selaesai, kain dibuka, dibersihkan dari sisa-sisa daun yang menempel di kain, maka motif sudah tercetak di kain," tuturnya.