Anggota Dewan Dihujat dan Diusir oleh Massa Aktivis Mahasiswa, Dampak UU Cipta Kerja
Tidak paham soal UU Cipta Kerja yang baru disahkan oleh DPR RI, Anggota Dewan dihujat dan diusir oleh aktivis mahasiswa.
Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Mujib Anwar
"Pansus sudah selesai, dan sudah diparipurnakan. Kalau hanya untuk membahas UU Cipta Kerja mari masuk," pinta Somad.
Tidak digubris oleh massa aktivis mahasiswa PMII Cabang Lamongan, Somad kembali masuk ke gedung DPRD. Massa kembali berosasi dan menghujat Abdul Somad.
"Kalau wakil rakyat tidak tahu Undang - Undang Cipta Kerja, bagaimana bisa diajak dialog dan berdiskusi. Inikah kualitasnya," tandas Falahuddin.
Massa minta Ketua DPRD atau selain Somad untuk menemuinya. Hingga berulangkali permintaan disampaikan, tidak ada lagi anggota dewan yang mau menemui mereka.
Hingga berita ini dikirim, massa terus berorasi dan dijaga ketat personil Polres Lamongan. Di pintu gerbang gedung DPRD dipagar betis Polwan dan Polki.
Sampai berita ini dikirim, massa masih konsentrasi di depan gedung DPRD Lamongan, Jalan Basuki Rahmad Lamongan.
8 Poin UU Cipta Kerja yang Jadi Sorotan
Sementara itu, dikutip dari Kompas.com ( TribunJatim.com Network ), Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) menemukan delapan poin dalam Bab Ketenagakerjaan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang dinilai berpotensi mengancam hak-hak buruh. Delapan poin itu ditemukan berdasarkan hasil kajian FBLP setelah UU Cipta Kerja disahkan dalam Rapat Paripurna di DPR, Senin (5/10/2020).
"Setelah membaca undang-undang nir-partisipasi tersebut, kami menemukan setidaknya delapan bentuk serangan terhadap hak-hak buruh yang dilegitimasi secara hukum," ujar Ketua Umum FBLP Jumisih dalam keterangannya kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
Delapan poin yang mendapat sorotan dalam UU Cipta Kerja, yakni:
1. Masifnya kerja kontrak
Dalam Pasal 59 ayat 1 huruf b disebutkan bahwa pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama. Pergantian batas waktu pekerjaan yang penyelesaiannya "tiga tahun" sebagai salah satu kriteria perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) menjadi "tidak terlalu lama" bisa menyebabkan pengusaha leluasa menafsirkan frasa tersebut. Berdasarkan Pasal 59 ayat 4, pengaturan mengenai perpanjangan PKWT dialihkan untuk diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Sementara itu, pelanggaran penerapan kerja kontrak selama ini cenderung tidak pernah diusut secara serius oleh pemerintah. Dengan demikian, PP yang akan dibentuk ke depan sangat berpotensi memperburuk jaminan kepastian kerja.
2. Outsourcing pada semua jenis pekerjaan
Sebelumnya, berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, praktik outsourcing hanya dibatasi pada jenis pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan produksi.