Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Anggota Dewan Dihujat dan Diusir oleh Massa Aktivis Mahasiswa, Dampak UU Cipta Kerja

Tidak paham soal UU Cipta Kerja yang baru disahkan oleh DPR RI, Anggota Dewan dihujat dan diusir oleh aktivis mahasiswa.

Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM/HANIF MANSHURI
Anggota DPRD Lamongan Abdul Somad saat menemui massa aktivis mahasiswa PMII Cabang Lamongan dan mendapat perlawanan hingga dihujat dan diusir karena beberapakali salah menyebut UU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Karya, Rabu (7/10/2020) di depan Gedung DPRD Lamongan. 

Batasan ini kemudian dihapuskan oleh UU Cipta Kerja. Padahal, praktik kerja outsourcing selama ini hanya menguntungkan perusahaan dan berimbas pada pengurangan hak-hak buruh.

3. Jam lembur yang semakin eksploitatif

Pada Pasal 78, batasan maksimal jam lembur dari awalnya maksimal tiga jam dalam sehari dan 14 jam dalam sepekan menjadi empat jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu. Selain akan berakibat pada kesehatan buruh, besaran upah lembur yang diterima juga tidak akan sebanding mengingat upah minimum yang menjadi dasar penghitungan upah lembur didasarkan pada mekanisme pasar berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

4. Menghapus hak istirahat dan cuti

Berdasarkan Pasal 79, hak istirahat selama dua hari kepada pekerja yang bekerja dalam lima hari seminggu dihapus.

Hak cuti panjang selama dua bulan bagi buruh yang telah bekerja minimal enam tahun juga dihapus oleh UU Cipta Kerja.

5. Gubernur tak wajib menetapkan upah minimum kabupaten/kota

Berdasarkan Pasal 88C UU, disebutkan bahwa gubernur “dapat” menetapkan upah minimum kabupaten/kota. Artinya, tidak ada kewajiban hukum bagi gubernur untuk menetapkan UMK. Dengan demikian, kepastian adanya jaminan upah minimum yang selama ini dinarasikan sebagai “jaring pengaman sosial” terancam.

Ketentuan pengupahan yang termuat dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan juga diadopsi oleh UU Cipta Kerja yang mengakibatkan semakin kokohnya cengkeraman mekanisme pasar dalam penentuan upah.

6. Peran negara dalam mengawasi praktik PHK sepihak diminimalisasi

Sebelumnya, dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terdapat kewajiban pengusaha untuk meminta penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial saat melakukan PHK kepada buruh. Hal ini, kendati sering dilanggar, penting guna memastikan terpenuhinya hak-hak buruh saat terjadi PHK. Namun, UU Cipta Kerja menghapuskan ketentuan ini.

7. Berkurangnya hak pesangon

Berkurangnya hak itu karena penggabungan atau pengambilalihan perusahaan, perusahaan tutup, sakit berkepanjangan, dan meninggal dunia.

Sebelumnya, berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003, dinyatakan berhak atas pesangon sebanyak dua kali lipat dari perhitungan berdasarkan masa kerja, kini dihapus UU Cipta Kerja.

8. Perusahaan makin mudah melakukan PHK sepihak

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved