Konsinyasi Buntu, Warga Warugunung Gugat BPN dan Pemkot Surabaya
Selama dua tahun nasib warga Warugunung terkatung-katung mengenai ganti rugi tanah yang terimbas pembangunan Tol Surabaya-Mojokerto.
Penulis: Samsul Arifin | Editor: Yoni Iskandar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Syamsul Arifin
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Selama dua tahun nasib warga Warugunung terkatung-katung mengenai ganti rugi tanah yang terimbas pembangunan Tol Surabaya-Mojokerto.
Konsinyasi atau ganti rugi sejumlah Rp 2 miliar lebih ini tidak jelas arahnya karena adanya intervensi dari pihak Pemkot Surabaya.
Awalnya tanah seluas 2.529 m2 milik warga Warugunung, Karangpilang itu lalu dibeli oleh pengusaha bernama Vincentius Jensen Wigunawan pada tahun 1990 dan sudah bersertifikat hak milik.
Sebelumnya, tanah itu juga milik warga Warugunung bernama Muslihah dan Mat
"Dan yang diklaim TKD oleh pemkot persil 70 seluas 2.530 m2 Shm no 983 atas nama Muslichah dan seluas 4.730 m2 SHm no 980 atas nama Vincent," kata Tuty Laremba selaku kuasa hukum Vincent Kepada TribunJatim.com, Senin, (19/10/2020).
Sebagai kuasa, lanjut Tuty, pihaknya melakukan koresponden untuk melakukan pencairan ke pihak PN Surabaya. Akhirnya, mendapatkan surat bernomor 3714 terkait pengambilan ganti rugi.
Baca juga: Kisah Wanita Pecandu Judi, Bantai Ibu Kandung, Ibu Mertua, dan Suami Sendiri Demi Lunasi Utang
Baca juga: Manajemen Arema FC Bicara Soal Kerugian yang Dialami Jika Kompetisi Liga 1 2020 Tidak Dilanjutkan
Baca juga: Renald Ramadhan Terjerat Narkoba, Mantan Kekasih Dinda Hauw Pernah Viral karena Sindir Rizky Billar
Akan tetapi selama dua pekan ditunggu. Dikonfirmasi Ketua PN Surabaya bahwa ada pencabutan atas surat tersebut ke surat bernomor 3879.
"Sehingga klien kami tidak bisa mengambil ganti kerugian. Kenapa? karena pihak BPN menganggap pemkot mengklaim ada tiga hal. Pertama, supaya tidak salah penerimaan ganti rugi. Kedua, karena dianggap tanah kas desa. Ketiga, menyerahkan sepenuhnya non litigasi ke pihak pengacara negara atau Datun," lanjut Tuty.
Nah, yang menjadi masalah disini karena surat yang diklaim tersebut sudah bersertifikat dan sertifikat itu produk dari BPN atas nama klien Tuty. Dokumen itu awalnya diserahkan kepada warga. Dan hanya dengan warga. Sedangkan warga juga menunjuk dia sebagai kuasanya.
"Kedua terhadap tidak salah penerimaan sudah jelas di dalam penetapan itu atas nama vincent. Tentu pemkot tidak punya landasan. Karena, sampai saat ini pihak pemkot tidak pernah menunjukkan dokumentabel terhadap apa yang dikatakan tanah kas desa," jelasnya Kepada TribunJatim.com.
Oleh sebab itu, pihaknya melakukan upaya gugatan ke PTUN karena pada waktu itu upaya non litigasi tidak bisa terselesaikan. Dengan gugatan nomor surat 3879.
Namun, dalam putusannya tidak ada yang dimenangkan atau N.O.
"Ada salah administrasi yang harus kita patuhi, makanya kami tidak banding. Otomatis, kami melakukan upaya lanjutan terhadap proses yang selama ini mengganjal terhadap klaim pemkot itu," bebernya.
Tuty mengaku saat ini sudah mengajukan surat pengaduan ke Ombudsman. Terkait sewenang-wenangan terkait pejabat publik yang telah menerbitkan surat akan tetapi mengingkari.