Pilkada Kota Surabaya
Jawab Persoalan Sertifikat Surat Ijo di Surabaya, Eri Cahyadi: Pemkot Surabaya Sudah Ambil Sikap
Calon Wali Kota Surabaya nomor urut 1, Eri Cahyadi menegaskan bahwa pemerintah kota Surabaya dibawah Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini telah
Penulis: Nuraini Faiq | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Calon Wali Kota Surabaya nomor urut 1, Eri Cahyadi menegaskan bahwa pemerintah kota Surabaya dibawah Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini telah mengambil sikap terkait dengan penyelesaian permasalahan Izin Pemakaian Tanah (IPT) atau biasa disebut “Surat Ijo”. Hal ini sekaligus menjawab pertanyaan dari Pasangan calon nomor urut 2, Machfud Arifin dan Mujiaman.
Pada debat terbuka yang diselenggarakan KPU Surabaya, Rabu (4/11/2020), Mujiaman mencecar Eri yang berpasangan dengan Armuji dengan sejumlah persoalan. Di antaranya, soal sertifikat Surat Ijo.
"Saat ini masih ada 46 ribu persil surat ijo yang menyangkut ratusan ribu warga. Mereka tidak bisa tidur nyenyak karena mereka harus menanggung beban PBB dan Retribusi," kata Mujiaman.
Menjawab hal tersebut Eri menjelaskan satu-persatu. Soal Surat Ijo, Eri mengingatkan bahwa tanah tersebut telah menjadi milik pemerintah kota sejak tahun 1979.
Baca juga: Statistik Khabib di UFC Masih Kalah dengan Islam Makhachev, Saudara Seperguruan Lebih Susah Dipukul
Baca juga: Polres Gresik Tangkap Terduga Pembunuh Siswa SMP, Jasadnya Dibuang di Galian C Bukit Jamur
Baca juga: Hasil Liga Champions - Alvaro Morata Cetak Brace, Juventus Lumat Ferencvaros 4-1
Sehingga, untuk bisa melepaskan aset itu sehingga bisa menjadi milik perorangan atau warga bukanlah hal yang mudah.
"Kita mengacu pada PP 27 tahun 2014. Di sana disebutkan, ketika ingin melepaskan harus ada ganti rugi," katanya.
"Namun kepada pemerintah, bentuknya hibah, dikembalikan kepada negara. In sha Allah, itu sudah (akan) dilakukan Bu Risma. Saat ini kami menunggu surat dari Kementerian ATR (Agraria dan Tata Ruang), begitu keluar, kami kerjakan," katanya.
Jawaban Eri Cahyadi jadi belum memuaskan kubu Machfud Arifin. MA pun kembali mencecar soal itu.
"Kami tidak mau hal ini menjadi komoditas politik. Saya tahu, karena ada demo, Bu Wali Kota berkirim surat ke Kementerian. Yang saya ingin tanyakan, apa konsep Anda ke depan kalau menjadi Wali Kota?," cecarnya.
"Kalau kami, sudah komitmen berada di paling depan untuk menyelesaikan surat Ijo ini. Kami hapuskan retribusi sambil menunggu turunnya surat dari Kementerian," katanya.
Eri yang juga mantan Kepala Bappeko Surabaya ini pun menjawab kembali. Eri mengingatkan bahwa dalam menyelesaikan sebuah persoalan harus memperhitungkan peraturan yang berlaku.
Pihaknya tidak ingin isu klasik tersebut menjadi komoditas politik demi meraih simpati saat Pilkada saja.
"Kita harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kami tidak ingin surat ijo dijadikan komoditas politik. Kasihan yang menunggu," katanya.
"Namun, kami memastikan Kalau surat (Kementerian) itu turun dan (memperbolehkan) tanpa ganti rugi tentu akan kita lakukan. Namun, terkait dengan fasilitas umum seperti tempat ibadah dan sekolah, soal retribusi memang kita hilangkan. Memang, harus," tegasnya.
"Kami tidak menunggu LO. Namun kita sebagai aparatur yang baik harus mematuhi peraturan peraturan perundangan yang berlaku. Mana mungkin Wali Kota yang seharusnya menjadi contoh justru melanggar PP yang di atasnya," katanya.
Menurutnya, janji MA menyelesaikan surat Ijo sebaiknya juga mempertimbangkan berbagai aspek ikutannya.
"Jangan kita mengorbankan masyarakat. Jangan diberi janji yang tak bisa dilakukan. Ini yang harus digarisbawahi," tegasnya. (bob/Tribunjatim.com)