Tokoh Penggerak Ubah Laku di Jawa Timur
Kisah Meimura, Seniman Ludruk Blusukan Bagi Ribuan Masker ke Pasar-pasar Tradisional di Surabaya
Seniman ludruk Surabaya, Meimura menyadari gotong royong dan saling peduli kepada sesama menjadi nilai-nilai yang dipegang untuk hadapi Covid-19.
Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Pipin Tri Anjani
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Seiring pandemi Covid-19 yang masih terjadi, sejumlah aktivitas menjadi terbatas, terhambat bahkan gagal dilakukan.
Dampak tersebut menghajar seluruh lapisan masyarakat, tidak lain seniman Surabaya, Meimura.
Misalnya, gelaran seni pertunjukan maupun aktivitas yang banyak dilakukan di tempat publik menjadi hanya di rumah saja.
Sebagai seniman ludruk Surabaya, Meimura menyadari gotong royong, saling tolong menolong dan peduli kepada sesama menjadi nilai-nilai yang dipegang untuk bersama-sama menghadapi pandemi Covid-19.
Satu diantaranya mendobrak keterbatasan aktivitas menjadi kegiatan yang aktif dilakukan memerangi Covid-19 di tengah masyarakat Kota Surabaya.
Selain sibuk berkegiatan sebagai aktor, penulis, sutradara pertunjukan dan besutan kesenian ludruk, Meimura tampil di tengah masyarakat dengan cara berbeda.
Baca juga: Berlangsung Secara Sederhana, Segenap Karyawan Rayakan HUT Harian SURYA ke-31 di Kantor Biro Malang
Baca juga: Fokus Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi Covid-19, Pemkot Malang Mulai Susun Sejumlah Program
Meimura blusukan ke pasar-pasar tradisional di Surabaya untuk membagi masker dengan berdandan sebagai tokoh Rusmini. Aksi yang dilakukannya untuk membagikan masker, mengingatkan masyarakat untuk tetap memakai masker sekaligus menghibur masyarakat terdampak Covid-19.
"Saya melihat bagaimana masker yang digunakan mungkin tidak layak. Padahal mereka (pedagang dan tengkulak) di pasar mulai subuh hingga siang, bisa dibayangkan keringat di situ dan efektivitas masker. Padahal masker itu senjata kita melawan virus Covid-19," kata Meimura kepada TribunJatim.
Meimura menceritakan, pertama kali ke pasar awal Juni 2020. Saat itu dirinya memakai alat pelindung diri (APD) lengkap, masuk ke pasar-pasar di Surabaya.
Tidak disangka, gerakannya justru malah membuat masyarakat pasar 'geger', dianggap mengingatkan pada 'kematian' lantaran dinilai berkonotasi pemakaman Covid-19.
"Ojo iku cong, iling kuburan (Jangan itu cong, ingat kuburan). Kita harus hidup. Serius ini pernyataan di pasar Gunung Anyar. Butuh orang untuk mengingatkan sehingga dalam kondisi apapun kita fight. Surabaya harus menang," ujar meimura.
Lantaran kejadian itu, aksi selanjutnya saat mendatangi pasar-pasar tradisional maupun pasar dadakan, Meimura memilih mementaskan ludruk monolog.
Ajakan memakai masker tersampaikan, masyarakat di pasar-pasar pun turut terhibur.
"Di sisi lain saya mengukur kesenian saya sendiri. Orang-orang ini masih senang apa tidak dengan kesenian ludruk, ternyata ketika datang menurut saya mereka terhibur, merasa tersambangi dan diperhatikan kebutuhan untuk masker," ujar Meimura.
"Tidak ada satupun yang menolak, bahasanya mengucap syukur 'ya begini rek dikasih masker' saya saja terharu," lanjutnya.