Blusukan Rintis Budidaya Tawon Klanceng, Pemuda Magetan Sukses Angkat Taraf Hidup Keluarga
Agus Sutoyo, pemuda Desa Selotinatah, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan blusukan budidaya tawon klanceng. Sukses angkat taraf hidup keluarga.
Penulis: Doni Prasetyo | Editor: Hefty Suud
TRIBUNJATIM.COM, MAGETAN - Belum banyak yang membudidayakan tawon klanceng, biasanya yang dibudidayakan adalah tawon madu biasa.
tawon klanceng dan tawon madu punya perbedaan fisik.
tawon klanceng memiliki fisik mungil, hampir sama dengan semut rangrang. Sedang tawon madu berbadan besar, tiga atau lima kali lipat semut rangrang.
Baca juga: Operasi Yustisi di Simpang Balapan Klojen Tindak 78 Pelanggar, Alasan Terbanyak: Gerah Pakai Masker
Baca juga: Jelang Pilkada Ponorogo, Plt Bupati Kumpulkan Kades dan Camat se-Ponorogo, Ingatkan Netralitas ASN
Namun, Agus Sutoyo, pemuda kreatif Desa Selotinatah, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur ini memilih ternak madu klanceng.
Alasannya, karena belum banyak yang pelaku budidaya tawon klanceng.
Selain itu, madu tawon klanceng banyak dicari, hal itu membuat madu klanceng di hargai lebih tinggi dari madu tawon ternak.
Di pasaran, madu klanceng kemasan 140 mililiter (ml) dihargai Rp 59.000, sedang madu randu dengan kemasan sama cuma Rp 35.000.
Baca juga: VIRAL Pria Bersila di Tengah Jalan Tertabrak Truk hingga Meninggal, Sopir Tak Berhenti: Tidak Terasa
Baca juga: Tak Kantongi Izin, Sembilan Baliho Habib Rizieq Shihab di Jalanan Kabupaten Malang Diturunkan
Ada selisih yang lumayan, ini karena tingkat kesulitan ternak tawon klanceng lebih tinggi, juga reziko untuk mendapatkan sarang tawon klanceng.
Madu Klanceng dipercaya bisa menambah imun (kekebalan tubuh) hingga stamina meningkat dan menyuburkan kandungan.
Karenanya madu klanceng banyak dicari dan bernilai tinggi. Sehingga ada imej di masyarakat kalau madu tawon klanceng bukan madu biasa.
Tingkat kesulitan membudidayakan tawon klanceng pun lebih tinggi dibandingkan tawon madu ternak. Karena itu, harga madu klanceng lebih mahal dibandingkan madu ternak lain.
Baca juga: PJs Wali Kota Blitar Resmikan Kampung Keluarga Berkualitas Berseri di Kelurahan Pakunden
Baca juga: Daftar Harga Mobil Sedan Bekas November 2020, Bisa Dapat Toyota Vios Keluaran 2007 Hanya Rp 60 Juta
Pemuda kreatif ini tidak pernah takut mengawali membudidayakan tawon klanceng ini, karenanya setiap hari dari pagi hingga menjelang sore masuk blusukan kererimbunan rumpun bambu untuk mencari sarang tawon klanceng yang biasanya berada disela-sela bambu.
"Kalau kita menemukan sarang tawon klanceng, kita harus tebas bambu dan membelahnya. Kemudian sarang tawon klanceng yang kita temukan kita pindah ke kotak untuk pembudidayaan," kata Agus Sutoyo kepada awak TribunJatim.com, Senin (23/11/2020).
Sarang sarang tawon beserta tawon klanceng ini, setelah ditaruh di kotak kemudian dibudidayakan dan dianbil madunya setelah cukup umur, biasanya setiap tiga bulan, sarang tawon klanceng yang dibudidayakan itu dipanen.
"Setiap kotak kita bisa memanen madu Klanceng sebanyak sekitar 700 mililiter atau satu botol sirup. Karena dapatnya sedikit, kita kemas dalam botol 140 mililiter setara botol ninuman vitamin You C 1000 itu,"kata Agus.
Kalah sudah dikemas, lanjut Agus, kemasan botol madu klanceng itu dititipkan ditoko-toko. Tapi belun sampai kita titipkan, pembeli sudah langsung datang kerumahnya merangkap tempat budidaya itu.
"Pembeli yang menyukai madu klanceng, sambil membeli madu klanceng, mereka juga bisa melihat kotak kotak pembudidayaan tawon klanceng hingga proses pengambilan madu," ujar Agus Sutoyo.
Pembudidayaan madu Klanceng itu, dalam mencari sarang tawon hingga proses dan mengemas dalam botol 140 mililiter (ml) Agus Sutoyo dibantu temannya Supri.
Pemuda tetangganya ini membantu juga sambil belajar pembudidayaan tawon klanceng itu.
Berkat ketekunan, kesabaran dan keberanian ini, Agus Sutoyo, sukses membudidayakan tawon klanceng, mungkin yang pertama di Magetan, Jawa Timur.
Karena madu Klanceng di hargai lebih tinggi dari madu ternak biasa, kini membuat taraf hidup Agus Sutoyo meningkat dibanding pemuda sebayanya yang menunggu tawaran pekerjaan.
Penulis: Doni Prasetyo
Editor: Heftys Suud