Cara Mudah
Cara Dapat Sertifikasi Halal dari MUI, Lengkap Persyaratan dan Biaya yang Perlu Dikeluarkan
Berikut cara dapat sertifikasi halal dari MUI, simak persyaratannya. Apa saja?
TRIBUNJATIM.COM - Berikut cara dapat sertifikasi halal dari MUI, simak persyaratannya.
Sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) penting untuk Anda urus jika memiliki bisnis berupa produk makanan.
Dengan adanya sertifikasi halal dari MUI untuk produk kita bisa meningkatkan kepercayaan konsumen.
Baca juga: Cara Vote Peserta Indonesian Idol di RCTI+, SiCepat Ekspres & WA, Jangan Sampai Jagoanmu Tersingkir!
Sebenarnya tak cuma produk makanan yang bisa dilabeli halal oleh MUI.
Contoh lain seperti produk minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta produk yang digunakan dan dipakai, digunakan, dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Lantas, apa saja syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan sertifikasi halal dari MUI dan berapa biayanya?
Baca juga: Cara Mengubah Koin TikTok Menjadi Saldo, Nonton Video Dapat Rp 10 Ribu, Uang Bisa Ditarik via DANA
1. Kebijakan Halal
Manajemen Puncak harus menetapkan Kebijakan Halal dan mensosialisasikan kebijakan halal kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan.
2. Tim Manajemen Halal
Manajemen Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang mencakup semua bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis serta memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang yang jelas.
3. Pelatihan dan Edukasi
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan.
Pelatihan internal harus dilaksanakan minimal setahun sekali dan pelatihan eksternal harus dilaksanakan minimal dua tahun sekali.
4. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk yang disertifikasi tidak boleh berasal dari bahan haram atau najis.
Perusahaan harus mempunyai dokumen pendukung untuk semua bahan yang digunakan, kecuali bahan tidak kritis atau bahan yang dibeli secara retail.
5. Produk
Karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI.
Merk/nama produk yang didaftarkan untuk disertifikasi tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah Islam.
Produk pangan eceran (retail) dengan merk sama yang beredar di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi, tidak boleh jika hanya didaftarkan sebagian.
6. Fasilitas Produksi
a. Industri pengolahan: (i) Fasilitas produksi harus menjamin tidak adanya kontaminasi silang dengan bahan/produk yang haram/najis; (ii) Fasilitas produksi dapat digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk yang disertifikasi dan produk yang tidak disertifikasi selama tidak mengandung bahan yang berasal dari babi/turunannya, namun harus ada prosedur yang menjamin tidak terjadi kontaminasi silang.
b. Restoran/Katering/Dapur: (i) Dapur hanya dikhususkan untuk produksi halal; (ii) Fasilitas dan peralatan penyajian hanya dikhususkan untuk menyajikan produk halal.
c. Rumah Potong Hewan (RPH): (i) Fasilitas RPH hanya dikhususkan untuk produksi daging hewan halal; (ii) Lokasi RPH harus terpisah secara nyata dari RPH/peternakan babi; (iii) Jika proses deboning dilakukan di luar RPH tersebut, maka harus dipastikan karkas hanya berasal dari RPH halal; (iv) Alat penyembelih harus memenuhi persyaratan.
7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis, yaitu aktivitas pada rantai produksi yang dapat mempengaruhi status kehalalan produk.
Aktivitas kritis dapat mencakup seleksi bahan baru, pembelian bahan, pemeriksaan bahan datang, formulasi produk, produksi, pencucian fasilitas produksi dan peralatan pembantu, penyimpanan dan penanganan bahan dan produk, transportasi, pemajangan (display), aturan pengunjung, penentuan menu, pemingsanan, penyembelihan, disesuaikan dengan proses bisnis perusahaan (industri pengolahan, RPH, restoran/katering/dapur).
Prosedur tertulis aktivitas kritis dapat dibuat terintegrasi dengan prosedur sistem yang lain.
8. Kemampuan Telusur (Traceability)
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang memenuhi kriteria (disetujui LPPOM MUI) dan diproduksi di fasilitas produksi yang memenuhi kriteria (bebas dari bahan babi/ turunannya).
9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang tidak memenuhi kriteria, yaitu tidak dijual ke konsumen yang mempersyaratkan produk halal dan jika terlanjur dijual maka harus ditarik.
10. Audit Internal
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH.
Audit internal dilakukan setidaknya enam bulan sekali dan dilaksanakan oleh auditor halal internal yang kompeten dan independen.
Hasil audit internal disampaikan ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.
11. Kaji Ulang Manajemen
Manajemen Puncak atau wakilnya harus melakukan kaji ulang manajemen minimal satu kali dalam satu tahun, dengan tujuan untuk menilai efektifitas penerapan SJH dan merumuskan perbaikan berkelanjutan.
Baca juga: TEKA-TEKI Hilangnya Jack Ma, Tewas atau Dipenjara? Video Prediksi Nasibnya Viral, Hanya Ada 2 Cara
AUDIT KEAMANAN PANGAN, OBAT DAN KOSMETIK
1. Audit minimum keamanan pangan, kosmetik dan obat (selain perusahaan yang mengekspor produknya ke UAE) dengan penjelasan seperti berikut :
a. Bagi perusahaan yang telah memiliki sertifikat ISO 22 000, FSSC 22 000, BRC, AIB, PAS 220, HACCP, GMP (CPMB, CPKB, CPOB), sertifikat produksi pangan industri rumah tangga (P-IRT), Sertifikat Laik Sehat, atau sistem lain, perusahaan menyampaikan kepada auditor hasil audit BPOM/kementerian kesehatan/lembaga sertifikasi/audit internal terkait keamanan pangan, obat dan kosmetika sebelumnya sebelumnya.
b. Bagi perusahaan yang tidak memiliki sertifikat sama sekali, maka auditor memeriksa prosedur dan implementasi prosedur yang memastikan produk terbebas dari kontaminasi benda asing dan mikroba.
2. Audit pemenuhan regulasi terkait bahan-bahan untuk produk intermediet (pangan, obat dan kosmetik) yang dipasarkan di Indonesia mengacu pada PerKa BPOM No.HK.03.1.23.07.11.6664/2011, PerKa BPOM No. 18/2015, PerKa BPOM No. 10/2016, PerKa BPOM No.22/2016, PerKa BPOM No.05/2017, PerKa BPOM No. 07/2018, dan Permenkes No.33/2012.
3. Pelaksaan audit minimum keamanan pangan, obat dan kosmetik serta regulasi terkait di atas mulai diberlakukan untuk audit per tanggal 15 Juni 2020.
Baca juga: Cara Mudah Ikutan Kuis Jebreeet Indosiar, Mulai 1-9 Januari 2021, Menangkan Grand Prize Rp 260 Juta
Prosedur Sertifikasi Halal
Kebijakan dan prosedur harus dipenuhi oleh perusahaan yang mengajukan sertifikasi halal.
Penjelasan mengenai kriteria SJH dapat dilihat pada dokumen HAS 23000:2
Persyaratan Sertifikasi Halal:
Kebijakan dan Prosedur.
a) Perusahaan yang mengajukan sertifikasi, baik pendaftaran baru, pengembangan (produk/fasilitas) dan perpanjangan, dapat melakukan pendaftaran secara online. melalui website LPPOM MUI (www.halalmui.org) atau langsung ke website : www.e-lppommui.org.
b) Mengisi data pendaftaran : status sertifikasi (baru/pengembangan/perpanjangan), data Sertifikat halal, status SJH (jika ada) dan kelompok produk.
c) Membayar biaya pendaftaran dan biaya akad sertifikasi halal melalui Bendahara LPPOM MUI di email : bendaharalppom@halalmui.org
Komponen biaya akad sertifikasi halal mencakup :
- Honor audit
- Biaya sertifikat halal
- Biaya penilaian implementasi SJH
- Biaya publikasi majalah Jurnal Halal
*) Biaya tersebut diluar transportasi dan akomodasi yang ditanggung perusahaan
d) Mengisi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses pendaftaran sesuai dengan status pendaftaran (baru/pengembangan/perpanjangan) dan proses bisnis (industri pengolahan, RPH, restoran, dan industri jasa), diantaranya : Manual SJH, Diagram alir proses produksi, data pabrik, data produk, data bahan dan dokumen bahan yang digunakan, serta data matrix produk.
e) Setelah selesai mengisi dokumen yang dipersyaratkan, maka tahap selanjutnya sesuai dengan diagram alir proses sertifikasi halal seperti diatas yaitu pemeriksaan kecukupan dokumen ----- Penerbitan Sertifikat Halal.
Biaya yang Dikeluarkan untuk Sertifikat Halal MUI
Untuk mengetahui biaya sertifikasi halal MUI, bisa mengirim email ke bendahara LPPOMMUI melalui email bendaharalppom@halalmui.org dengan menginformasikan jenis, jumlah, dan lokasi produk di produksi.
Beriku estimasi biayanya yang bisa berubah sewaktu-waktu sesuai kebijakan MUI:
1. Level A
Level A ditempati oleh perusahaan yang masuk dalam kategori industri besar. Industri besar sendiri merupakan industri yang memiliki lebih dari 20 karyawan. Biaya yang harus dikeluarkan oleh industri besar adalah Rp2 juta sampai Rp3,5 juta.
2. Level B
Level B merupakan level yang ditempati oleh perusahaan yang masuk dalam kategori industri kecil. Industri kecil merupakan industri yang memiliki jumlah karyawan sebanyak 10-20 orang. Biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan sertifikat halal bagi level B adalah Rp1,5 juta sampai Rp2 juta.
3. Level C
Level C ditempati oleh perusahaan yang masuk kategori industri rumahan yang memiliki karyawan kurang dari 20 orang. Untuk mendapatkan sertifikat halal, level C hanya membutuhkan Rp1 juta.
Nominal di atas belum termasuk biaya-biaya seperti:
- Auditor
- Registrasi
- Majalah Jurnal
- Pelatihan
- Penambahan Rp200 ribu jika perusahaan memiliki outlet
- Jika ada penambahan produk, maka akan dikenakan biaya yaitu level A Rp150 ribu/produk, level B Rp100 ribu/produk, dan level C Rp50 ribu/produk
- Biaya pelatihan perusahaan sebesar Rp1,2 juta/orang, sedangkan UKM sebesar Rp500 ribu/orang.
- Penetapan pembiayaan tersebut sesuai dengan SK 02/Dir LPPOMMUI/I/13.
Untuk UKM atau industri rumahan yang terhalang masalah biaya, jangan khawatir karena LPPOM MUI memiliki kebijakan untuk subsidi pembiayaan.
Jadi, mendapatkan sertifikat halal MUI jauh lebih mudah.
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Cara Mendapat Label Halal MUI, Berapa Biaya yang Dibutuhkan untuk Mengurus?