Penanganan Banjir Jember di Tengah Belum Cairnya Gaji dan Uang Lelah Pegawai Serta Macetnya Anggaran
Penanganan banjir yang melanda Jember di saat gaji dan uang lelah pegawai belum cair serta macetnya anggaran.
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Sri Wahyunik
TRIBUNJATIM.COM, JEMBER - Banjir melanda Kabupaten Jember di tengah polemik ketiadaan anggaran, habisnya bantuan bencana, dan juga belum cairnya gaji serta uang lelah untuk Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Hingga 15 Januari 2021, atau pertengahan bulan, para aparatur sipil negara (ASN) Pemkab Jember belum gajian.
Honor non-ASN juga belum cair. Uang lelah untuk TRC dan satuan tugas di BPBD Jember juga belum cair.
Hal ini dampak dari macetnya anggaran di Jember, karena tidak ada payung hukum APBD tahun 2021. Kabupaten Jember belum memiliki Perda APBD atau Perkada APBD tahun 2021.
Di sisi lain, banjir terus menyerbu Jember selama lima hari terakhir. Enam kecamatan terdata terkena bencana alam berupa banjir kiriman dan banjir bandang.
Ketika banjir melanda, petugas yang menangani kebencanaan harus terjun. Pihak BPBD langsung turun ke lokasi, salah satunya untuk melakukan kaji cepat. Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Jember yang melakukan hal itu.
Baca juga: Banjir Terbesar di Wonoasri Jember Setelah 20 Tahun, Waspadai Banjir Susulan
Ketika bencana alam berdampak sehingga butuh penanganan, BPBD dibantu lintas elemen, seperti TNI, Polri, komunitas relawan, juga dari petugas kesehatan di masing-masing Puskesmas.
Seperti dalam penanganan banjir lima hari terakhir di Kecamatan Tanggul, Bangsalsari, Gumukmas, Puger, Ambulu, dan Tempurejo.
Namun saat penanganan bencana alam hidrometeorologi awal tahun 2021 ini, Kabupaten Jember dihadapkan pada tiga hal, yakni macetnya anggaran, menipisnya stok bantuan milik pemerintah, juga belum cairnya honor dan gaji petugas.
Sejumlah petugas kemanusiaan yang bertemu TribunJatim.com di lokasi penanganan bencana mengeluh akan menipisnya stok bantuan.
Baca juga: Banjir di Tempurejo Jember Belum Surut, Pemerintah Desa Dirikan Dapur Umum untuk Menyuplai Makanan
Seperti contoh selimut yang dibutuhkan para pengungsi di Balai Desa Wonoasri, Kecamatan Tempurejo.
"Semalam saya bawa 25 lembar selimut dari gudang. Dan itu sudah habis bis, tidak ada sama sekali sisanya," ujar seorang petugas.
Begitu juga bantuan sembako yang biasanya diberikan kepada warga terdampak banjir.
"Sudah makin menipis, terakhir kemarin untuk warga terdampak banjir di Gumukmas dan Puger," kata seorang petugas lagi.
Karenanya, ketika banjir melanda Kecamatan Tempurejo, terutama Desa Wonoasri, penanganan sedikit kelimpungan, terutama dari sisi makanan siap santap.
Baca juga: Bupati Lumajang Thoriqul Haq Berikan Beasiswa ke Ratusan Mahasiswa, Bantu Ringankan Biaya Pendidikan
Ketika banjir menggenangi rumah warga Desa Wonoasri, maka salah satu kebutuhan utama adalah makanan siap santap. Sebab, warga tidak bisa memasak akibat rumah terendam air.
Pengalaman banjir sebelumnya di Wonoasri, ketika banjir melanda, petugas kemanusiaan segera mendirikan dapur umum. Dapur umum itu bisa didirikan oleh Tagana Dinas Sosial, maupun BPBD Jember.
Namun hingga hari kedua banjir di Desa Wonoasri, dapur umum belum berdiri. Beruntung pihak desa berinisiatif membangun dapur umum mandiri.
"Kami desa membuat dua dapur umum mandiri," ujar Pjs Kades Wonoasri Budiono.
Dapur umum itu memakai rumah warga yang aman dari banjir. Warga bergotong royong memasak, yang kemudian diberikan kepada warga yang mengungsi, juga relawan dan petugas.
Karena, sembako milik BPBD Jember menipis, bantuan datang dari BPBD Provinsi Jawa Timur.

"Iya, ada bantuan sembako mentah dari BPBD provinsi. Itu yang kami distribusikan ke dapur mandiri milik desa," ujar Kepala Bidang Logistik dan Kedaruratan BPBD Jember, Heru Widagdo.
Meski di tengah keterbatasan, Heru menegaskan, pihaknya tetap bekerja secara profesional.
"Karena ini adalah kerja kemanusiaan, kami harus profesional. Kami mencari cara untuk melakukan penanganan darurat banjir ini," tegasnya.
Heru tidak mau berbincang banyak tentang PNS Pemkab Jember, seperti dirinya, yang belum menerima gaji di bulan Januari 2021. Atau juga uang lelah untuk petugas TRC yang skemanya diatur dalam APBD Jember.
"Berbicara tentang kebencanaan itu, bareng-bareng. Saya bersyukur, banyak yang membantu. Karenanya, kepada para donatur, saya minta kalau membantu sebaiknya koordinasi dengan posko. Kalau untuk banjir Wonoasri ya di Balai Desa Wonoasri. Supaya bantuan tidak dobel, atau ada warga yang tidak menerima bantuan," tegasnya.
Petugas kesehatan dari Puskesmas Curahnongko, baik yang berstatus PNS maupun non-PNS juga belum mendapatkan hak keuangan mereka. Meski begitu, mereka tetap bekerja tak kenal lelah di posko pengungsian Balai Desa Wonoasri.
Pjs Kades Wonoasri Budiono yang berstatus PNS di Kecamatan Tempurejo, juga termasuk yang belum gajian, namun tetap berjibaku mengevakuasi warga desanya dan mengkoordinasi perangkatnya untuk menangani banjir.
Sekdes Wonoasri Suharyono yang dua hari terakhir kurang tidur karena mengurusi warga desanya, juga harus bersabar karena belum gajian.
"Semuanya sama dan sami, belum gajian semua. Sabar saja," ujarnya.
Haryono bersama relawan, TRC, juga TNI-Polri mengevakuasi warga untuk mau mengungsi.
Haryono baru pulang menengok rumahnya yang kebanjiran pada Jumat (15/1/2021), sekitar pukul 02.00 WIB.
Pagi harinya, dia sudah harus mengkoordinasikan semua hal untuk mengurusi warganya.
Petugas yang menangani kebencanaan tidak berani belanja untuk bantuan karena tidak berani mencairkan anggaran yang payung hukum pengelolaan keuangannya belum jelas. Hal itu pula yang membuat hak keuangan mereka juga belum cair.
Tetapi, mereka yang berada di garda terdepan penanganan banjir, tidak kenal lelah selama empat hingga lima hari terakhir.
Mereka menyalurkan bantuan, mengevakuasi warga, membersihkan dampak banjir, dan bersiaga, meskipun beberapa dari petugas itu balum gajian di bulan Januari 2021.
Editor: Dwi Prastika