Puluhan Tahun Menjadi Pengrajin Wayang, Pria di Trenggalek Merawat Budaya Lewat Berbagai Medium
Puluhan tahun berkecimpung menjadi pengrajin wayang, pria di Trenggalek merawat budaya lewat berbagai medium.
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: Dwi Prastika
Reporter: Aflahul Abidin | Editor: Dwi Prastika
TRIBUNJATIM.COM, TRENGGALEK - Sumiran, warga Kedunglurah, Kecamatan Pogalan, Trenggalek, masih setia dengan alat-alat pembuat wayang kulit miliknya.
Puluhan tahun berkecimpung menjadi pengrajin wayang membuatnya ingin tak sekadar menjadi pembuat. Tapi juga melestarikannya dalam berbagai medium.
“Saya sudah membuat wayang sejak tahun 60-an,” kata pria 71 tahun itu di rumahnya, Kamis (21/1/2021).
Ketika itu, bapak enam anak ini membuat wayang hanya untuk membantu sang bapak.
Dari orang tuanya ini juga keahlian membuat wayang ia dapat. Sisanya, ia belajar secara otodidak.
Sumiran mengakui, minat akan wayang kulit, baik kerajinannya maupun pentasnya, jauh berubah antara dulu dan kini.
Dulu, ia sampai kewalahan untuk memenuhi pesanan wayang kulit. Baik dari dalang maupun warga biasa yang ingin mengoleksi kerajinan itu.
Baca juga: Hindari Pencurian, DLH Tulungagung Usulkan Tebang 124 Pohon Sonokeling di Tepi Jalan Kabupaten
Baca juga: Tinjau Pasar Pon Trenggalek, Kementerian PUPR Segera Serah Terimakan Bangunan ke Pemkab
“Zaman sekarang sudah berbeda dengan zaman dulu,” kata dia.
Untuk tetap mempertahankan budaya wayang kulit, Sumiran pun mengubah jenis kerajinan yang dibuatnya.
Di tengah waktu senggang memenuhi pesanan wayang, Sumiran menyempatkan diri membuat hiasan dinding berbahan kulit kambing.
Hiasan itu berupa lembaran kulit yang masih berbulu dengan gambar tokoh wayang tertentu. Proses pembentukan pola dan pewarnaan pada hiasan itu dibuat semirip mungkin dengan wayang kulit asli yang terbuat dari kulit kerbau.
Baca juga: Keseruan Sanggar Anak Merdeka Indonesia Bermain Wayang Suket, Angin Segar di Tengah Belajar Daring
Baca juga: Cicil Penyelesaian Pembangunan, GOR Trenggalek Dapat Suntikan Dana Rp 3 M di Tahun 2021
Di halaman rumahnya yang berada di pinggir jalan besar utama Trenggalek-Tulungagung, beberapa hiasan bergambar tokoh wayang seperti Nakula dan Gatotkaca terpajang secara rapi.
“Jadi orang yang lewat bisa melihat,” katanya.
“Cuma ini cara saya merawat budaya wayang kulit ke orang-orang,” tutur dia.