Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Virus Corona di Surabaya

EKSLUSIF, Tanya Jawab 'Terapi Plasma Konvalesen' dengan Kepala ICU Covid-19 RSUD dr Soetomo Surabaya

Bahas efektivitas Terapi Plasma Konvalesen bareng Kepala ICU Covid-19 RSUD Dr Soetomo Surabaya, dr Bambang Pujo Semedi Sp AN-KIC.

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Hefty Suud
ISTIMEWA/TRIBUNJATIM.COM
Mesin donor plasma konvalesen hibah dari Pemkab Tuban tiba di kantor PMI Kabupaten Tuban, Jalan Pramuka, siap digunakan donor plasma bagi penyintas Covid-19, 2020. 

Reporter: Luhur Pambudi / Febrianto Ramadani | Editor: Heftys Suud

TRIBUNJATIM.COM - Terapi Plasma Konvalesen (TPK) terus digaungkan sebagai alternatif pengobatan pasien virus Corona ( Covid-19 ).

Sayangnya ketersediaan plasma darah konvalesen di Palang Merah Indonesia (PMI) masih sangat rendah jika dibandingkan dengan permintaan.

Berdasarkan data PMI Jatim, hingga 18 Januari 2021 baru mampu menyediakan 66 stok.

Di sisi lain, antrean permintaan plasma daerah pada Kamis (21/1/2021) sudah mencapai 288.

Baca juga: Sosok Claresta Alim, Pewaris Dinasti Balet yang Mengharumkan Nama Indonesia di Kancah Internasional

Baca juga: Veronica Tan Kini Jualan Burger Rp200 Ribu, Sibuk Tak Mau Berpangku Tangan Pasca Cerai dari Ahok

Hingga kini RSUD dr Soetomo Surabaya masih terus melakukan riset tentang terapi plasma konvalesen.

Apakah TPK memang cukup efektif untuk menekan angka fatalitas akibat Covid-19?

Berikut ini hasil wawancara repoter Harian Surya / TribunJatim.com dengan dengan Ketua Penanggung Jawab Riset TPK sekaligus Kepala ICU Covid-19 RSUD Dr Soetomo Surabaya, dr Bambang Pujo Semedi Sp AN-KIC.

Ketua Penanggung Jawab Riset TPK sekaligus Kepala ICU Covid-19 RSUD Dr Soetomo Surabaya, dr Bambang Pujo Semedi Sp AN-KIC.
Ketua Penanggung Jawab Riset TPK sekaligus Kepala ICU Covid-19 RSUD Dr Soetomo Surabaya, dr Bambang Pujo Semedi Sp AN-KIC. (ISTIMEWA/TRIBUNJATIM.COM)

Baca juga: Vaksin Tiba di Banyuwangi, Vaksinasi Dimulai Kamis 28 Januari 2021

Baca juga: Terbukti Melakukan Penganiayaan, Oknum PNS Pemkab Sumenep Ditetapkan Jadi Tersangka

Bagaimana penerapan Terapi Plasma Konvalesen (TPK) dalam pengobatan pasien Covid-19?

Terapi plasma konvalesen (TPK) adalah memberikan plasma dari pasien Covid-19 yang sudah sembuh kepada orang yang sedang terinfeksi. Dalam plasma orang yang sembuh terkandung antibodi spesifik yang dapat menetralisir virus SARS CoV-2, dan mampu memodulasi sistim imun agar efektif melawan virus SARS CoV-2. Jenis ini sebenarnya sudah lama bahkan di Abad ke-18 sudah ada terapi ini (pada kasus difteri).

Terapi ini selalu menjadi “booming” bila ada pandemi baru, karena obat-obat dan vaksin belum tersedia atau belum ditemukan. Secara teoritis, orang yang sedang sakit akut, sistem kekebalan tubuhnya belum mampu membuat antibodi yang spesifik melawan kuman; virus atau bakteri baru.

Kalau menunggu sampai terbentuk, maka ada kemungkinan beberapa pasien akan meninggal lebih dulu. Oleh karena itu, dengan memberi antibodi yang berasal dari orang yang sembuh dari penyakit tersebut, diharapkan kuman tersebut dapat dinetralisir.

Jadi sebenarnya bukan terapi baru, pada SARS, MERS, Ebola dan lain-lain terapi ini sudah pernah dilakukan.

Apakah TPK bisa dianggap sama dengan vaksin Covid-19?

Prinsip TPK adalah mentransfer antibodi spesifik (antibodi yang dapat menetralisir virus SARS CoV-2) dari plasma seseorang yang telah memiliki antibodi tersebut (berasal dari darah penyintas Covid-19) kepada penderita Covid-19 yang sedang sakit akut.

Jadi terapi ini seperti proses instan untuk mentransfer antibodi yang dapat menetralisir virus SARS CoV-2 kepada penderita Covid-19 yang belum memiliki antibodi tersebut.

Sedangkan vaksin ibaratnya mengenalkan virus yang sudah dilemahkan atau dimatikan ke tubuh orang sehat, sehingga sistem imun atau kekebalan tubuhnya kemudian membentuk antibodi yang spesifik untuk virus SARS CoV-2. Dengan harapan apabila orang tersebut sudah mempunyai kekebalan dia tidak akan terinfeksi atau kalau pun terinfeksi tidak parah gejalanya.

Pemberian TPK ini untuk pasien Covid-19 dengan gejala berat atau yang ringan?

TPK menurut beberapa studi yang ada saat ini menunjukkan bahwa TPK mungkin bermanfaat bila diberikan pada fase-fase awal gejala Covid-19. Sementara apabila sudah jatuh ke fase yang sangat berat atau kritis, hasil terapinya tidak memuaskan (tidak mengurangi tingkat kematian).

Pemberian terapi plasma konvalesen pada fase awal untuk pasien Covid-19 dengan risiko tinggi, misalnya pasien usia lanjut dengan penyakit penyerta (diabetes, jantung koroner, dan lain-lain), mungkin akan memberi manfaat untuk mencegah pasien jatuh ke kondisi yang lebih berat (sesuai penelitian di Argentina).

Pasien Covid-19 yang kritis pada umumnya akan mengalami gagal multiorgan, tidak hanya paru saja, tapi juga organ-organ lain. Pada kasus yang berat kemungkinan besar terjadi kerusakan paru yang irreversible (tidak bisa kembali), dengan tingkat kerusakan yang berbeda-beda (ringan-berat). Dilaporkan dalam beberapa jurnal bahwa pasien pascaCovid-19 mengalami penurunan kapasitas fisik.

Bagaimana tahapan dan mekanisme pemberian TPK ini?

Banyak protokol tentang pemberian TPK, ada yang memberikan 200 ml dalam dua hari berturutan. Ada yang 200 ml diulang hari ke-3 setelah pemberian pertama, ada yang 100 ml diberikan dalam 3 hari berturutan.

Secara teoritis pemberian 200 ml sudah cukup untuk memberikan kadar antibodi spesifik, apabila titer antibodi dalam plasma donor cukup tinggi. Jadi tidak logis memberikan dalam jumlah besar dengan tujuan meningkatkan efektivitas. Jadi seorang sebenarnya cukup 2 kantong saja.

Seperti diketahui, saat ini ketersediaan plasma darah konvalesen di PMI masih sangat terbatas. Apa sih kriteria penyintas yang bisa mendonorkan plasma darahnya?

Secara umum pendonor harus sehat, tidak sedang terinfeksi Covid-19, tidak mempunyai penyakit infeksi lain seperti hepatitis, HIV, dan penyakit lain yang bisa ditularkan lewat darah.

Tentu saja kadar antibodinya juga harus cukup tinggi. Untuk kriteria lebih spesifik bisa dilihat di beberapa brosur donor (PMI, RS dsb).

Lalu, apa saja kriteria pasien Covid-19 yang bisa menerima donor atau menjalani TPK?

Tidak ada batasan usia maupun derajat, namun karena donor untuk TPK ini terbatas, tentu saja ada prioritas pasien. Perlu dipahami bahwa orang yang terinfeksi Covid-19 ini akan membentuk antibodi dengan berjalannya waktu infeksinya.

Ada suatu penelitian di Belanda bahwa pada pasien yang terinfeksi Covid-19 kadar antibodinya sudah cukup tinggi walaupun kalau dilihat dari perjalanan penyakitnya belum lebih dari 10 hari dari gejala awal.

Secara logis, orang yang telah cukup memiliki antibodi tidak perlu diberikan lagi TPK. Namun ada teori lain bahwa pada darah orang yang telah sembuh memiliki efek memodulasi sistem imun lebih efektif, alasan ini yang mungkin masih digunakan untuk TPK pada pasien yang antibodinya sudah positif tapi masih mengalami sakit.

Berdasarkan data yang ada, seberapa efektif TPK ini menyembuhkan pasien Covid-19?

Soal efektivitas TPK untuk penyembuhan pasien Covid-19, analisis sementara di RS kami menunjukkan bahwa secara umum tidak ada perbedaan bermakna antara pasien ICU yang diberikan TPK atau tidak.

Namun perlu digarisbawahi, apabila diberikan pada pasien ICU yang saat pemberian derajat keparahannya masih rendah, hasilnya cukup baik.

Sementara pada pasien yang sudah berat (menggunakan ventilator) hasilnya tidak berbeda dengan yang tidak diberikan TPK.

Penelitian lain di Amerika menunjukkan bahwa titer (kadar) antibodi pada plasma donor sangat penting, karena dengan titer donor tinggi efektivitasnya akan naik pada pasien Covid-19 yang belum memerlukan alat bantu nafas dan pemberiannya lebih dini (makin cepat diberikan dari gejala awal, makin baik hasilnya).

Penelitian di India juga tidak menunjukkan hasil memuaskan pada pasien kritis. Penelitian di Argentina menunjukkan efektivitas TPK pada pasien usia lanjut dalam mencegah perburukan penyakit apabila diberikan pada awal gejala (3 hari setelah gejala muncul).

Adakah efek samping yang muncul pascaterapi plasma konvalesen?

Efek samping yang muncul, menurut saya, sama dengan efek transfusi darah pada umumnya, seperti alergi (derajat ringan sampai mengancam jiwa), transmisi penyakit yang bisa ditularkan lewat darah (hepatitis, HIV, dan sebagainya), kelebihan cairan mendadak (overload cairan), injuri paru yang dipicu oleh transfusi. 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved