Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga Berikan Trauma Healing dan Lakukan Operasi di Majene

Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) kembali menjalani misi sosialnya membantu korban bencana.

Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Yoni Iskandar
istimewa
Salah satu kegiatan trauma healing dan pemberian buku untuk anak-anak di Majene yang dilakukan tim RST Ksatria Airlangga 

“Kami akan coba persuasif kepada korban untuk mau menjalani tindakan operasi. Itu fokus kita,” ungkap dr Agus.

Bukan hanya pelayanan medis di kapal, relawan RSTKA melakukan kegiatan ekstrahospital (di luar penanganan medis).

Yakni, mendirikan dapur pengungsi yang bisa menghasilkan 600–700 nasi bungkus dan menyediakan air bersih.

Termasuk mengunjungi dan menghibur masyarakat dalam rangka trauma healing.

Untuk memastikan keadaan psikis anak-anak di pengungsian, tim relawan Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) mengadakan trauma healing yang dilakukan sejak Senin (25/01/21) di Desa Salutambung.

Teguh Wahyu Utomo, salah satu relawan menuturkan bahwa kegiatan trauma healing dilakukan di pengungsian Desa Salutambung, Kecamatan Malunda.

Kegiatan dilakukan di sana berdasarkan rekomendasi dari Puskesmas Salutambung karena terdapat 60 Kartu Keluarga (KK) yang tidak mau turun dari bukit.

Kegiatan trauma healing yang dilakukan di dalam tenda 5 x 5 meter milik RS Pratama itu diawali dengan memberikan ice breaking kepada sebanyak 23 anak.

“Setelah ice breaking, Afin melakukan sugesti bareng dengan cara anak-anak menepuk pundak temannya di sebelah kanan sambal mengucapkan kata-kata penguat. Antara lain, ‘Hai, kawan. Kita harus bersabar, bersyukur, dan bergembira,” tutur lulusan Hubungan Internasional Unair tersebut.

Setelah memberikan sugesti, Teguh mulai melakukan asesmen awal tentang trauma untuk mengetahui apakah anak-anak memang trauma sehingga perlu tindakan lebih lanjut atau sekadar kaget atau takut sesaat yang tak lama kemudian bakal lewat dan terlupakan.

Dalam menilai kondisi anak-anak, trainer motivasional di MEP Training Center tersebut meminta anak-anak untuk menulis. Namun, karena banyak yang balita pada akhirnya menggambar saja.

Anak-anak diperintahkan untuk menggambar apa yang akan dilakukan setelah dibolehkan pulang.

“Jika tidak mau menggambar, padahal bisa menggambar, kemungkinan besar ia takut pulang atau trauma gempa. Jika mau menggambar, saya lihat hasilnya dan saya tanyai mengapa menggambar itu. Jika yang digambar hal-hal tak wajar, maka saya follow-up dengan pertanyaan untuk menilai kondisi mentalnya bagaimana,” ujarnya.

Hasilnya, sambungnya, semua mau menggambar dan yang digambarkan adalah hal-hal yang normal.

Misalnya, menggambar anak bermain di rumah, buah jeruk, sepeda, dan lain-lain.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved